19. Kembali Ditolong Bidadari Kilat Merah

266 21 5
                                    

Tirta tidak tahu berapa lama dirinya tidak sadarkan diri. Ketika membuka matanya yang dia lihat pertama kali adalah bentangan langit malam yang berhiaskan ribuan bintang. Kemudian hidungnya mencium harum daging panggang. Tanpa terasa perutnya melilit dan bersuara nyaring. Perlahan Tirta bangkit dan duduk. Diedarkannya pandangannya berkeliling.

Disebelah kirinya duduk mencangkung dua sosok kakek dan nenek aneh berpakaian serba hijau di depan sebuah perapian kecil. Sepasang suami isteri tua aneh bergelar Sepasang Setan Jahil! Bau harum yang tadi tercium olehnya ternyata berasal dari tiga ekor kelinci yang saat itu dipanggang di atas api perapian dan sudah mulai matang. Kembali perutnya berbunyi keroncongan.

"Hikhikhik, rupanya kau sudah sadar, anak muda."Suara Nini Peot terdengar menegur ke arah Tirta membuat Tirta palingkan pandangannya dari kelinci panggang ke arah si nenek yang memandanginya sambil menyeringai. Tirta tidak menjawab tapi kembali memandangi daging kelinci di atas perapian. Lidahnya terjulur menjilat bibir.

"Kau tentu lapar. Nah ini makanlah!" Nini Peot mengambil daging kelinci yang ditusuk sebilah bambu lalu dilemparkan ke arah Tirta. dengan sigap Tirta menangkapnya lalu tanpa banyak bicara lagi langsung memakannya dengan lahap.

Sepasang kakek nenek ini tertawa geli melihat tingkah Tirta tersebut. Tapi kemudian keduanyapun memakan daging bagian mereka masing-masing. Habis menyantap daging kelinci pemberian si nenek peot Tirta kembali edarkan pandangannya. Saat itu ternyata dirinya berada di sebuah pedataran rumput di atas sebuah bukit. Pikirannya melayang mengingat-ingat apa yang telah terjadi sebelumnya dan teringat bahwa sebelum dirinya pingsan si nini peot membawanya dalam kempitannya.

"Kita ini dimana?"Akhirnya Tirta bertanya pada dua orang kakek nenek itu. Tapi mereka tidak menjawabnya malah asik terus makan daging panggang sambil memunggungi Tirta.

Karena tidak dijawab Tirtapun malas bertanya lagi. Maka pemuda ini kembali memandang ke sekelilingnya. Di bagian kirinya tumbuh beberapa pohon pinus dan pohon randu dan di sebelah kanannya hanya terdapat semak belukar lebat. Dan memandang ke arah belakangnya ternyata hanya berupa ujung bukit. Sepertinya membentuk sebuah jurang terjal. Tirta mulai berpikir cara untuk melarikan diri.

"Percuma saja. Kau tidak akan bisa bakalan kabur."Terdengar si Aki Peot berkata kepada Tirta sambil tetap duduk mencangkung membelakangi si pemuda.

"Sial, kakek ini seperti tahu apa yang ku pikirkan!"Rutuk Tirta dalam hati sambil mengusap ujung hidungnya. Karena merasa percuma berusaha melarikan diri dari kakek nenek aneh ini akhirnya Tirta duduk selonjorkan kaki. Sambil duduk bersender ke batu Tirta pejamkan mata berusaha tidur.

"Kau jangan salah paham, anak muda. Kami tidak menyanderamu. Sudah kami katakan sebelumnya kami hanya ingin kau mau menjadi murid kami."Terdengar Aki Peot berkata ke arah Tirta.

"Sudah kukatakan juga sebelumnya, aku tidak mau."Kata Tirta tanpa membuka matanya,"Kalian mengapa memaksaku? Bukankah racun dalam tubuhku membuatku tidak akan mampu mengerahkan hawa sakti. Jadi percuma saja! Saat ini matipun aku rela. Buat apa hidup tanpa punya daya apa-apa."

"Sudah kubilang padamu, aku mampu memusnahkan racun pengunci tenaga dalam itu."Nini Peot terdengar ikut berucap membuat Tirta membuka matanya dan memandangi dua kakak nenek itu heran.

"Apa kau tidak percaya kemampuanku?"Tanya si nenek balas pandangi Tirta sambil menyeringai.

"Mana aku percaya. Kalau kau mampu sudah dari awal kau menyembuhkanku."Jawab Tirta sambil kembali menutup kedua matanya.

"Enak benar."Sergah si nenek keras," Mana mau aku menyembuhkanmu kalau nantinya kau tetap tidak mau menjadi murid kami."

Tirta kembali membuka matanya, dan kemudian sambil duduk bersila pemuda ini pandangi kedua kakek nenek itu bergantian. Lalu ajukan pertanyaan.

Geger ParahiyanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang