Tirta memandang ke arah langit. Awan bergulung-gulung kian menghitam dan suasana mulai gelap. Tirta bangkit berdiri. Dia harus mencari tempat berteduh. Sepertinya akan terjadi hujan angin. Maka anak muda ini segera berlari memasuki hutan di depannya berbarengan dengan air hujan yang mulai turun satu-satu dan semakin lama semakin deras.
Tirta sengaja berlari di sela-sela pohon berdaun rimbun untuk menghindari curahan hujan secara langsung. Bukan takut dirinya akan basah kehujanan, tapi buntalan kain berisi pakaian dan kitab peninggalan gurunyalah yang paling dia khawatirkan. Ketika hujan semakin deras disertai angin kencang Tirta memutuskan berhenti di bawah sebuah pohon beringin besar hingga dirinya sedikit terlindungi dari hujan. Tapi dia tahu, kerapatan dedaunan tidak akan terus melindunginya dari derasnya air hujan yang bagaikan dicurahkan dari langit. Buntalan kain didekap erat-erat di dadanya. Pakaiannya sudah basah kuyup membuat anak muda ini mulai merasa kedinginan.
"Kalau terus begini, bisa-bisa kitab peninggalan guru dan pakaian kering dalam buntalan kena basah juga."
Matanya mencari-cari tempat berteduh yang lebih baik. Dalam keadaan hujan dan suasana gelap cukup sulit baginya melihat keadaan sekelilingnya. Tapi secara samar sepasang matanya tiba-tiba melihat sesuatu. Di balik dua buah pohon bersilang dan semak belukar tinggi Tirta sepertinya melihat lubang menyerupai sebuah mulut goa. Tanpa pikir panjang dengan langkah-langkah lebar Tirta berlari sekencangnya ke arah lobang yang diduganya mulut goa itu. Dan tanpa merasa khawatir anak muda ini langsung melompat masuk ke arah lubang tersebut. Pikirannya hanya menyelamatkan buntalan kainnya secepatnya.
Tapi ternyata mulut goa itu terlalu pendek bagi tubuhnya hingga terpaksa Tirta harus jongkok setengah merangkak untuk bisa memasuki lubang goa yang ternyata memanjang ini. Keadaan di dalam sini sangat gelap. Bau lembab dan apek, serta ada bau busuknya bangkai langsung menyergap hidung anak muda ini. Ternyata semakin ke dalam lobang goa ini makin membesar melebar hingga kini Tirta bisa sedikit berdiri. Di bagian goa yang lebih luas anak muda ini hentikan langkah. Khawatir ada ular dan bintang beracun lainnya buru-buru Tirta mengeluarkan batu apinya dan lalu menggeseknya satu sama lain. Percikan bunga api sesaat menerangi goa. Beberapa saat kemudian Tirta bisa melihat keadaan goa. Tirta bisa melihat bahwa lantai goa yang dipijaknya banyak berserakan jerami kering.
Segera saja anak muda ini mengumpulkan jerami-jerami tersebut. Dengan menggunakan batu api yang dibawanya Tirta kemudian membakar jerami-jerami tersebut. Semakin lama nyala api semakin besar hingga Tirta bisa melihat lebih jelas keadaan mulut goa. Mendadak hatinya tercekat dan kakinya tersurut mundur begitu matanya menumbuk gundukkan bangkai seekor anjing hutan yang sudah rusak. Rupanya bau bangkai yang tercium sebelumnya berasal dari bangkai binatang ini.
Walau perutnya jadi merasa mual Tirta berusaha mengalihkan perhatiannya dengan memadang sekitar goa. Goa ini ternyata tidak sesempit yang dia kira sebelumnya. Goa ini memanjang ke bagian dalam membentuk lorong yang gelap. Hawa lembab terasa menyambar dari arah lorong tersebut. Sesaat hatinya ragu-ragu, memeriksa keadaan atau menunggu sampai bajunya kering.
Tapi pemuda ini penasaran. Menggunakan sebuah ranting kering yang ditemukannya dia membuat obor darurat. Untuk menghadapi segala hal tidak terduga, Tirta mengeluarkan belati peninggalan gurunya dan menggenggamnya di tangan kanan, sedangkan tangan kiri memegang obor ranting.
Dengan diterangi obor Tirta melangkah hati-hati penuh waspada memasuki bagian dalam goa yang ternyata memanjang sampai jauh ke dalam kegelapan gulita. Suara hujan dan angin masih terdengar jelas dari mulut gua. Sambil tetap memasang mata dan telinga Tirta melihat keadaan sekitar gua. Ternyata dinding gua tersebut merupakan cadas keras berwarna putih kekuningan. Semakin dalam lorong semakin melebar.
Setelah berjalan belasan langkah Tirta tiba di bagian lorong yang buntu, akhir dari lorong goa. Suara hujan sudah hampir tidak terdengar lagi. Berarti dirinya sudah jauh dari mulut goa. Matanya memperhatikan keadaan goa yang memiliki langit-langit hanya beberapa jengkal di atas kepalanya. Udara lembab terasa olehnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Geger Parahiyangan
FantasíaSeorang tokoh silat ahli meramal mendapatkan sebuah petunjuk gaib bahwa rimba persilatan Tatar Pasundan akan mengalami kekacauan yang diakibatkan oleh sekelompok manusia misterius yang menamakan diri mereka Topeng Tengkorak Putih yang terdiri dari j...