54. Goa Di Balik Air Terjun

324 22 11
                                    

"Sepertinya pemuda itu sangat istimewa bagimu, Mata Api."Ucap kakek berjubah kuning dengan seringai lebar. 

Iblis Mata Api hanya mendengus tanpa menjawab. Malah kemudian kakek ini berkata sesuatu hal yang tidak ada hubungannya dengan pertanyaan.

"Aku tidak akan pernah membuat rencanaku kacau. Pertemuan para jago golongan netral bisa dikatakan sesuatu yang jarang terjadi sejak dulu. Jadi kuminta pada kalian bertiga supaya mempersiapkan segalanya dengan matang. Sudah sangat lama kita dianggap kaum tidak jelas, berandalan, tidak mengikuti aturan rimba persilatan. Padahal kita adalah kaum yang selalu bersikaf mencerminkan kejujuran murni hati kita. Tidak bersikaf munafik, menghindari kebohongan dan paling penting bertindak menuruti yang hati kita katakan tanpa merugikan orang lain. Tidak seperti golongan putih yang seringkali bertolak belakang dengan hati nurani mereka, golongan hitam yang mendahulukan kejahatan dan perbuatan tercela tidak perduli dengan situasi. Iblis Barat, seorang tokoh sakti yang paling kukagumi. Selama hidupnya ia selalu bertindak sesuka hati tapi tidak pernah berbuat kejahatan. Sampai saat ini tidak pernah muncul lagi di rimba persilatan tokoh sehebat dia yang bisa dikagumi. Seumur hidupku, aku selalu berharap bisa bertemu dengan tokoh sakti ini. Tapi tidak pernah tercapai. Iblis Barat keburu menghilang dari rimba persilatan saat aku mulai melanglang buana.

"Orang-orang yang mengaku tokoh dan seorang merasa dirinya sakti yang ada saat ini tidak lebih dari manusia munafik dan tidak punya prinsif. Sejak dulu aku tidak menyukai sebagian besar orang-orang golongan putih. Tapi tindakan kelompok Topeng Tengkorak Putih lebih aku benci lagi."

"Tapi kau kami ketahui bersahabat baik dengan beberapa orang dari golongan putih, Kakang." Sela Sakarta, laki-laki setengah baya berkata sambil menyeringai. Orang ini walau berwajah sangar tapi berhati polos dan jujur, tidak pernah bisa menahan apa yang ada dalam pikirannya. Iblis Mata Api mendengus tapi kemudian menyeringai pula.

"Aku katakan sebagian besar. Bukan berarti semua orang golongan putih! Orang-orang yang memiliki prinsif hidup dan berjiwa besar bisa dikecualikan. Pengemis Buta Mata Dewa contohnya. Dia orang cacat buta, tapi sebagian besar hidupnya dia gunakan untuk menolong orang. Tidak pernah berbohong, tidak pernah mengganggu orang lain dan setia kawan. Ada saatnya dulu dia menempuh perjalanan ratusan mil hanya demi menyelamtkanku dari bahaya. Itulah yang membuatku bisa bersahabat dengannya."  

Lalu Iblis Mata Api pandangi Sakarta, dan dua orang kakek dihadapannya dengan pandangan dalam."Seumur hidup aku tidak pernah mau dekat dengan siapapun. Kalian tahu itu. Harusnya kalian sadar, mengingat sifatku selama ini mengapa aku mau bekerja sama dengan kalian begitu lama. Karena aku menilai kalian bertiga layak menjadi kawan seperjuangan karena prinsif kalian yang aku hargai. Selain itu ada alasan lain. Kau, Adi Sakarta memiliki gelar Iblis Terbang Malam, Kakang Braja bergelar Iblis Bertangan Besi, dan Kakang Dadung Awal digelari Iblis Seribu Nyawa!"

"Sebenarnya dengan kemiripan gelar bisa saja kita membentuk kelompok Empat Iblis, cuma sayang kita memiliki tujuan berbeda, hahaha!" kakek kurus berwajah jerangkong yang bergelar Iblis Bertangan Besi berseloroh diakhiri tawa bergelak.

"Kau betul Iblis Seribu Nyawa! Kita bisa menamakan diri Tiga Iblis Tua dan Iblis Muda, hahaha!" Sakarta, si Iblis Terbang Malam ikut berseloroh tapi membuat dua kakek lainnya melotot ke arahnya. 

"Walaupun kita tidak terbentuk dalam satu kelompok tapi selama kita memiliki tujuan yang sama yaitu untuk menghancurkan manusia-manusia sombong itu kita tetap bisa bekerja sama."Terdengar kakek berjubah kuning yang bergelar Iblis Seribu Nyawa berkata. Mimik wajahnya tetap datar dan nadanya dingin.

Iblis Mata Api menyeringai, mengerling ke arah kakek Iblis Seribu Nyawa,"Harusnya kalian mengerti bahwa sampai kiamatpun tidak mungkin kita membentuk kelompok. Harga diri kita masing-masing terlalu tinggi untuk berada di bawah perintah siapapun yang akan jadi ketua dan kita sudah nyaman dengan hidup sendiri."

Geger ParahiyanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang