27. Mulai Kembali Mengembara

316 27 3
                                    

Matahari mulai condong ke sebelah barat. Tirta memasuki sebuah hutan jati yang cukup lebat dan rapat. Sudah sepekan lamanya Tirta meningglkan kediaman dua orang gurunya. Dirinya sudah pasti kemalaman di tempat ini. Pemuda ini harus mencari tempat tidur. Tirta sampai di sebuah pedataran yang banyak tumbuh pohon jati serta semak belukar. Beberapa langkah di depannya, di bawah sebuah pohon jati besar tergeletak empat sosok tubuh yang ketika didekatinya kelihatan keadaan tubuhnya membiru.

Sekali lihat saja Tirta langsung tahu bahwa keempatnya sudah tewas akibat racun yang amat ganas.

Mendadak terdengar suara rintihan dari balik sebuah semak belukar. Seorang laki-laki berpakaian hitam duduk bersandar di sebuah batu. Sepasang mata terpejam dan Tirta melihat keadaan tubuh orang ini sama seperti empat mayat yang tadi dilihatnya, membiru akibat racun. Tapi laki-laki ini rupanya masih bisa bertahan walau keadaannya sudah hampir sekarat.

Tanpa pikir panjang Tirta berjongkok dan menempelkan telapak tangannya di kening laki-laki ini. Mata laki-laki ini membuka sedikti.

"Siapa kau anak muda? Apa yang kau lakukan?"

"Jangan bicara dulu, paman. Kau sedang keracunan. Banyak bicara akan membuat racun semakin menyebar,"Kata Tirta. "Aku perlu tahu racun apa yang membuatmu sampai seperti ini? Dan di sebelah sanapun aku melihat ada empat orang yang telah menjadi mayat akibat racun sejenis. Mudah-mudahan aku bisa menolong."Ucap Tirta lagi.

"Hahaha, apa yang bisa kau lakukan, bocah bau cikur?" Laki-laki ini tertawa geli mendengar ucapan ini tapi kemudian melenguh kesakitan dan wajahnya yang pucat semakin membiru.

"Kau keras kepala sekali, paman,"Tegur Tirta jengkel,"Kalau kau terus bicara maka sebentar lagi nyawamu akan hilang."

"Apa pedulimu? Aku mau mati atau tidak bukan urusanmu."Laki-laki ini tiba-tiba berkata setengah membentak membuat Tirta melengak kaget. Orang berniat menolong malah diperlakukan kasar seperti ini.

Sambil menggaruk hidungnya berkali-kali kemudian Tirta berkata,"Aku memang tidak perduli kau mau mati atau tidak. Hanya saja aku kasihan padamu kalau kau sampai mati tapi ternyata masuk neraka bukankah itu celaka? Mending kalau selama hidup kau banyak berbuat baik pastinya bisa ke surga. Kalau kau bukan orang baik-baik maka neraka bagianmu. Ular-ular akan mematuki tubuhmu sampai berlubang-lubang. Iikh ngeri aku membayangkannya."

Mendengar kata neraka dan ular wajah laki-laki ini berubah dan sepasang matanya memandangi Tirta dengan melotot marah. Tapi kemudian satu seringai kecil di bibirnya terlihat.

"Hanya anak kecil yang bisa ditakuti dengan cara seperti itu."Ucap laki-laki ini tapi dengan wajah meringis orang ini sambung ucapan,"Aku tidak pernah takut masuk neraka karena aku memang bukan orang baik. Tapi kuakui aku memang takut akan ular. Dan ular peliharaan setan jahanam itupula yang telah meracuniku,"

"Siapa maksudmu?"Tanya Tirta keheranan dan kembali meneliti tubuh dan tangan laki-laki ini.

"Jahanam bergelar Datuk Ular Racun Tuba. Empat orang itu kawan-kawanku yang dibunuh Datuk keparat itu juga." Sahut laki-laki ini dan kembali mengerenyit kesakitan.

Tentu saja Tirta terkejut. Datuk Ular Racun Tuba merupakan gembong golongan hitam yang sakti memiliki kemampuan memlihara berbagai jenis ular sangat beracun. Namanya menjadi salah satu momok golongan hitam paling ditakuti masa itu lebih ganas dari Ratu Kelabang Hijau.

Tirta segera memeriksa keadaan orang ini. Di bahu laki-laki ini yang bajunya sedikit tersingkap terlihat dua titik hitam. Tanpa pikir panjang Tirta segera bertindak. Dua jarinya melakukan totokan kilat di sekitar bahu. Tanpa terduga oleh orang ini Tirta tempelkan bibir di dua titik bekas gigitan ular itu dan menyedot keras.

Geger ParahiyanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang