PART 17 - Si Cantik dan Suasana Hatinya

952 151 2
                                    

Mode ngetik cepat! Belum genap 1000 kata.

Awan mendung mulai menutupi langit, yang awalnya cerah kini menjadi gelap gulita. Perlahan rintikan hujan mulai turun dengan deras membasahi bumi. Burung-burung mulai menari di bawah guyuran hujan menikmati betapa nikmatnya anugerah Sang Kuasa. Ya, hari ini adalah awal dari musim penghujan.

Dera, si gadis cantik itu kini duduk termenung di teras kontrakannya sendirian. Catat, dia sendirian. Reno? Lelaki itu setelah sampai di Jakarta besok paginya kembali ke kampung halaman. Alasan kenapa Reno pulang begitu cepatnya, cukup membuat Dera sangat khawatir. Kakeknya terserempet mobil dan sedang dirawat di rumah sakit. Ia memaksa ingin ikut pulang namun, Reno melarangnya.

Gadis itu sesekali melirik ponsel jadulnya menunggu SMS dari sang kakak sepupu. Tiba-tiba ponselnya berdering nyaring, ia segera mengangkat panggilan tersebut tanpa melihat siapa yang telah menghubunginya. Dera hanya mengira itu panggilan dari Reno.

"Hallo, Mas. Gimana kabar kakek?"

"Kakek???" balas orang di ujung sana.

Sebentar, Dera mengecek nama yang tertera di layar ponselnya kemudian mematikan panggilan itu sepihak. Ternyata telepon dari Fiki. Hari ini gadis itu dalam mode tidak ingin diganggu. Ia sedang tidak mood berbicara pada siapapun.

Tadi pagi saja, Dera membolos sekolah dan malah bekerja sampingan menjadi tukang cuci piring di salah satu warung makan. Meskipun tadi ia dimarahi pemilik warung karena tidak fokus dalam bekerja dan pada akhirnya memecahkan dua piring. Untung saja tidak memecahkan satu lusin piring. Alhasil ia hanya mendapatkan upah setengah dari yang dijanjikan.

Teleponnya berdering lagi, ia hanya menatapnya jengah setelah melihat nama yang tertera. Tadi Fiki, sekarang Lim. Akhirnya Dera membuat ponselnya menjadi mode silent kemudian ia memandangi hujan yang semakin lama turun dengan derasnya.

Ia hendak masuk ke dalam karena hawa semakin dingin, tetapi suara mobil berhenti di depan kontrakannya membuat ia mengurungkan niatnya. Dera memutar bola matanya malas setelah melihat siapa yang datang. Fiki, Samuel, dan Lim. Oh ayolah, bukankah mereka tidak akur? Kenapa bisa bersama?

Fiki dengan tergesa-gesa langsung menghampiri Dera dan menghujaninya dengan segunung pertanyaan.

"Lo ke mana aja? Kenapa gak sekolah? Kenapa telepon gue ditolak? Kenapa gak pernah ngasih tau alamat kontrakan lo? Kenapa lo sendirian? Di mana Mas Reno? Tadi kenapa panggil gue Mas dan nanya soal kakek? Emang kakek siapa sih? Jangan bikin khawatir." Dera menutup kedua telinganya lalu kembali duduk di teras.

"Peak! Kalau nanya satu-satu, goblok!" hardik Samuel menjitak kepala sahabatnya itu. Sudah peak, goblok pula.

"Ini bentuk kekhawatiran gue," jawab Fiki dengan dramatis.

Lim hanya diam lalu duduk di samping Dera yang menopang dagu. Fiki tak mau kalah, lelaki itu menarik sweater Lim menyuruhnya untuk pergi namun, Lim tetap keukeuh duduk di samping Dera.

"Jangan deket-deket Dera gue!" geram Fiki hendak melayangkan pukulannya, tetapi langsung dicegah oleh sahabatnya. Samuel menarik telinga Fiki kemudian mendudukkan dia di sampingnya.

"Cih, Dera lo? Ngaco." Lim menatap Fiki sinis.

"Dera itu milik gue, pacar dari Fiki Setiaji!" lontar Fiki dengan bangganya.

"Emang Dera pernah mengakuinya?" cela Lim diikuti kekehannya. Samuel hampir saja tertawa mendengarnya, tetapi Fiki langsung menatapnya horor.

Sedangkan Dera? Hanya diam saja menanggapinya. Tidak peduli dengan pembicaraan kedua lelaki yang sedang membicarakannya secara terang-terangan. Pikirannya hanya tertuju pada keadaan kakeknya di desa.

"Cepat atau lambat, Dera bakal jadi milik gue!" tegas Fiki sambil memandangi wajah Dera.

"Oh ya? Gue gak yakin." Lim memandang Fiki remeh lalu berusaha memegang telapak tangan Dera. Gadis itu hanya menurut, tak merespon sama sekali. Fiki semakin emosi melihatnya.

"Jangan sentuh Dera gue!" kelakarnya.

Suasana semakin panas, meskipun udara sore hari ini sangatlah dingin. Saat Fiki menarik kerah baju Lim, Dera segera menarik tangannya kemudian masuk ke dalam meninggalkan ketiga lelaki itu.

Tak berselang lama kemudian keluarlah Dera yang mengenakan jas hujan. Ia mengunci kontrakannya lalu mulai berjalan di tengah guyuran hujan, tak memperdulikan ketiga lelaki yang terus-menerus memanggil namanya.

"DERA! UWOE!" teriak Fiki yang mendapat timpukan sandal dari tetangga sebelah Dera. Lelaki itu mengaduh sakit kemudian melempar balik sandal tersebut dan tepat mengenai kepala botak bapak-bapak berkumis tebal.

Mampus! Ketiga lelaki itu langsung berlari kocar-kacir masuk ke dalam kontrakan Lim.

"Lo kenapa masuk ke rumah gue? Sana pergi," usir Lim.

"Lo gak inget? Gue tadi nebengin lo sampek rumah dengan selamat tanpa terluka sedikitpun," ujar Fiki.

Setelah perdebatan di antara keduanya selesai. Ketiga lelaki itu masuk ke mobil untuk mengejar Dera. Fiki dan Lim sama-sama khawatir, takut terjadi sesuatu pada gadis itu.

Dan benar saja, Dera terlihat tergeletak di pinggir jalan. Ketiga lelaki itu segera keluar lalu membopong tubuh Dera masuk ke dalam mobil. Fiki segera mengegas mobil menuju kediamannya.

Selama perjalanan, tak henti-hentinya Lim dan Samuel menggosok-gosok telapak tangan dan kaki Dera supaya hangat. Sedangkan Fiki, hanya menahan kekesalannya melihat Dera tertidur di pangkuan Lim.

Tak berlangsung lama kemudian sampailah mereka, di dalam kondisi genting seperti ini mereka berdua yaitu Lim dan Fiki sempat-sempatnya berdebat perihal siapa yang akan menggendong gadis itu.

Perdebatan di keduanya dimanfaatkan Samuel untuk memanggil Fiko agar menggendong Dera. Kenapa tidak Samuel saja? Karena lelaki itu menghormati kekasihnya dan sudah berjanji tidak akan memegang perempuan lain selain Clavita. Idaman sekali, 'kan?

Fiko datang dan terkejut melihat perdebatan adiknya dengan Lim di tengah-tengah guyuran hujan. Ia tak terlalu memusingkannya dan segara menggendong Dera ke kamar tamu yang pernah dipakai gadis itu.

Kedua lelaki yang masih berdebat itu belum menyadari jika Dera sudah tidak ada di tempatnya.

"Biar gue aja yang bawa Dera," lontar Lim.

"Gue aja. Lo itu penyakitan, gak mungkin kuat gendong Dera," ujar Fiki menunjuk wajah Lim.

"Lo-" Lim hendak meninju wajah Fiki yang memperlihatnya tak berdosa sama sekali setelah menghinanya, tetapi teriakan ibu dari Fiki menggelegar membuat keduanya merinding.

"KALIAN BERDUA MALAH MAIN HUJAN-HUJANAN. CEPAT MASUK! DERA SUDAH DI DALAM!"

Mereka berdua menurut dan masuk ke dalam rumah. Pertama mereka mengganti pakaiannya yang basah. Sesuai perintah dari ibu Fiki, Lim terpaksa mengenakan pakaian milik Fiki. Ingat, Lim T E R P A K S A.

Semua orang berkumpul menunggu Dera sadar dari pingsannya. Dokter sudah memeriksanya, jika gadis itu hanya kelelahan dan banyak pikiran ditambah tubuhnya juga lemas karena belum makan sama sekali.

Pertama yang dilihat Dera saat membuka mata adalah raut wajah khawatir semua orang. Ia memegangi kepalanya yang pusing lalu mencoba untuk duduk bersandar pada ujung ranjang.

Semua tampak bernafas lega melihat Dera sudah siuman. Namun pertanyaan yang dilontarkan gadis itu membuat semua orang menegang serta terkejut.

"Siapa kalian?"

Tbc

Me & Bro [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang