PART 31 - Tangis dan Banjir

698 106 35
                                    

Hawa dingin mulai menyeruak menusuk kulit, bunyi pantulan air  hujan yang jatuh dari atap bertubrukan dengan drum kosong menambah kesan jika ruangan ini lembab dan sunyi. Kosong, tidak ada siapapun. Namun, di tengah-tengah ruangan besar tak terurus ini ada seorang gadis duduk dengan kondisi kaki dan tangan terikat tali serta mulut yang dilakban.

Gadis ini tak henti-hentinya berteriak. Tetapi, percuma saja, yang terdengar hanya gumaman kecilnya. Kakinya dia gerak-gerakan agar tali sedikit longgar, hal itu justru membuat kursi yang didudukinya bergoyang-goyang tak seimbang lalu membuat gadis itu terjatuh.

Bug!

Dia mengerang kesakitan saat badannya menghantam lantai yang terasa dingin dan kotor. Dia mati-matian menahan napas agar tak mencium bau bangkai tikus yang tergeletak tepat di depan matanya.

"Mencoba kabur, heh?" Intrupsi seseorang yang berdiri di ujung pintu. Gadis ini sangat mengenali siapa pemilik suara tersebut, meskipun tak dapat melihat wajahnya karena pencahayaan yang remang-remang.

"Lo gak bakal bisa kabur dari sini, tunggu sampai besok. Sampai ajal lo datang. Gue penasaran, gimana reaksi kakak lo saat tau adiknya mati," ujar pria itu di akhiri kekehan.

Pria itu berbalik hendak pergi. Namun, dia menoleh ke arah gadis itu untuk beberapa saat. "Dan gue gak bakal bantu lo berdiri. Jadi, semalaman nikmatin bau bangkai di depan lo itu, haha ...." Pria itu tertawa kencang kemudian berlalu pergi.

Mendadak hujan turun kembali dengan derasnya, hawa semakin dingin ditambah atap-atap bangunan yang bocor membuat genangan air di dalam sini. Semakin lama genangan air itu meluber hingga mengenai tubuh sang gadis.

Dia menggigil hebat, air matanya mulai turun membasahi pipi. Dia berharap seseorang dapat menemukan dirinya di dalam sini.

■□■□■□■□■

Di lain tempat, tepatnya di markas Mata Elang mereka terpaksa berkumpul meskipun sudah malam ditambah lagi hujan turun dengan derasnya. Beberapa dari mereka menggerutu kesal, apa yang diinginkan pemimpinnya itu sehingga menyuruh mereka berkumpul di situasi yang seharusnya mereka gunakan untuk rebahan di balik selimut.

"Lo semua bisa diem kagak?!" gertak Edwin marah. Seketika semua menjadi diam tak bersuara.

Tak berselang lama kemudian datanglah Arsen dengan Reno.

"Maaf ganggu istirahat kalian semua." Semua anggota Mata Elang seketika terkejut mendengar pimpinan mereka mengucapkan kata "maaf", karena selama ini tak pernah sekalipun mereka mendengar Arsen mengucapkan maaf maupun terima kasih kepada anak buahnya.

"Aku minta bantuan kalian buat cari Dera dan Dera bukan pacarku, melainkan adikku. Nyawanya sekarang dalam bahaya karena Niel beserta Ceron menculiknya, entah Dera disekap di mana. Jangan sampai peristiwa 5 tahun yang lalu terulang kembali."

"Kalian akan dibagi menjadi beberapa kelompok untuk disebar di kota ini atau jika bisa cakupan pencarian kita sampai luar kota," ujar Arsen.

"Edwin, kau hubungi Jon dan suruh dia beserta JMJ untuk membantu mencari keberadaan Dera," perintah Arsen kepada Edwin.

"Kelompok akan dibagi oleh Edwin dan ku harap kalian benar-benar membantuku mencari Dera, karena mungkin saja ini adalah tugas terakhir kalian." Arsen beserta Reno berlalu pergi meninggalkan tanda tanya besar di benak anggota Mata Elang.

Pencarian sedikit terhambat karena ternyata sungai di kota Jakarta meluap dan banjir. Ditambah lagi banyak orang memilih meninggalkan rumah dengan kendaraannya, sehingga membuat kemacetan parah di jalan raya.

Arsen turun dari mobilnya dan menyuruh Reno untuk mengendarai, laki-laki ini tak tahan jika harus berurusan dengan kemacetan. Dia tak memperdulikan tubuhnya yang basah kuyup, yang terpenting adiknya segera ditemukan. Arsen berteduh sejenak di minimarket guna mengangkat telepon dari anak buahnya.

Fiki yang baru keluar dari minimarket, tak sengaja melihat Arsen dengan kondisi basah kuyup sedang menerima telepon. Dia hendak mengabaikannya saja. Namun, sebuah kalimat yang meluncur dari bibir Arsen membuat dia terkejut dan tak jadi pergi.

"Aku gak peduli kalau pencarian ini sampai pagi, yang jelas Dera harus ditemukan," ujar Arsen langsung menutup teleponnya.

Fiki mendekat ke arah Arsen kemudian bertanya, "Dera kenapa?"

Arsen menoleh. "Kau tidak usah pura-pura bodoh. Dera menghilang dan Ceron lah penyebabnya. Pimpinan kalian menculiknya."

"Hah? Niel menculik Dera? Tapi untuk apa?" tanya Fiki kembali.

"Aku tidak ada waktu untuk bicara dengan orang munafik sepertimu." Arsen kembali berjalan menembus derasnya hujan.

Fiki segera menghubungi keempat temannya untuk membantu mencari Dera. Kemungkinan Dera disekap di markas besar atau di markas cadangan pinggir kota dekat sungai. Pertama laki-laki ini menghubungi ibunya mengabari jika Dera menghilang dan dia tak bisa pulang karena itu.

Kemudian dia menyuruh Rangga, Ardi, Azzam ke markas besar. Sedangkan dia beserta Samuel akan pergi ke markas cadangan. Fiki memiliki firasat jika Dera berada di sana.

Saat sampai di sana, air banjir sudah setinggi lutut orang dewasa. Hal itu tak menyurutkan niat Fiki untuk mencari Dera. Dia beserta Samuel mulai berjalan di genangan air banjir yang lama kelamaan semakin tinggi.

"Lo yakin Dera di sini? Di sini banjirnya tinggi, gak mungkin dia ada di sini," ujar Samuel

"Gue yakin Dera di sini," ujar Fiki.

Selama lima menit berjalan di air banjir, mereka sampai di markas. Beruntung bangunan ini sedikit tinggi, jadi air banjir hanya sebatas mata kaki. Saat ingin membuka pintu, dia mendengar seseorang di dalam sana sedang tertawa. Terdengar pula suara tamparan yang cukup keras.

"Bagaimana jika kita nikmati dia dulu."

"Ide bagus. Udah lama gue gak main sama cewek."

Langsung saja Fiki masuk dan mendapati Niel dan Gio mencoba melucuti pakaian Dera. Emosi Fiki sudah menjadi-jadi, dia marah melihat kondisi wajah Dera yang penuh memar dan tindakan Niel serta Gio yang hendak melecehkan gadis yang masih dicintainya itu.

Dia segera memukul Niel, sedangkan Samuel mengurus Gio dan menghajarnya.

"Lo mau ngelecehin Dera, hah? Lo gak malu? Lo gak malu, Niel?!" teriak Fiki sambil memukul Niel.

"Lo itu leader Ceron. Leader geng yang membantu orang-orang dan anti sama hal yang merendahkan seorang cewek!" teriak Fiki kembali, air matanya pun ikut menetes.

"Gue sekarang malu punya pimpinan kayak lo." Pukulan terakhir Fiki membuat salah satu tulang rusuk Niel patah. Puas, itulah yang terpancar di wajah Fiki.

"Sam, lo kabari anak-anak buat ke sini. Hubungi polisi juga," titah Fiki mendapat anggukkan dari Samuel.

Fiki melepas ikatan tali di tangan dan kaki Dera, tangannya bergerak mengelus memar di wajah gadis pujaannya. Dera masih menangis, lantas Fiki menarik dan mendekap tubuh gadis di dalam pelukannya untuk memberi kehangatan.

Tbc

Me & Bro [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang