"Dasha mau jalan jalan dulu, bunda duluan aja pulangnya." ujar Dasha sambil beranjak dari kasur.
"Eh kamu belum pulih benar, sayang. Istirahat dulu." ujar Seva menahan lengan putrinya.
"Gapapa bunda, Dasha hanya mau jalan bentar. Di deket deket sini doang kok."
Seva menghela nafasnya, "Ditemenin Leon ya?" Dasha balas menggeleng, "Dasha bisa sendiri."
Gadis itu hendak melanjutkan langkahnya, namun suara Seva menghentikan sejenak.
"Mulai besok, Leon yang bakal jaga kamu, bunda yang suruh. Jangan lagi temui mantan pacar brengsek kamu itu lagi."Dasha mengangguk samar, "Iya bunda."
Setelah keluar dari kamar, Dasha mengusap matanya pelan. Ia berbohong pada bundanya. Padahal ia mau menemui Darren setelah membaca pesan cowok itu.
Dasha mendapati Darren di rooftop rumah sakit. Cowok itu terdiam dengan tatapan kosong.
"Darren." panggil Dasha sangat pelan namun cepat disadari oleh laki laki itu.
Darren menoleh pada Dasha yang sudah berdiri di sampingnya. "Gue boleh peluk Lo? Sebentar aja."
Dasha mengangguk ragu, membiarkan Darren memeluknya sangat erat. Cowok itu menghembuskan nafas pelan di lehernya, membuat ia sedikit merinding.
"Sha.. Ada yang mau gue omongin.""Ngomong aja Darren."
"Tolong jangan benci gue." lirih Darren membuat mata Dasha memanas. Sampai kapanpun ia tidak bisa membenci Darren. Ia sangat mencintai Darren, sangat.
"A-aku nggak benci kamu." Darren mengangguk samar kemudian melepaskan pelukan mereka.
"Ada yang mau aku omongin juga, ke kamu."
"Apa?"
"Sekali lagi, kita berhenti sampe sini ya Darren. Maaf kalau selama ini aku banyak nuntut ke kamu."
"Gue ga bisa lepasin lo." tekan Darren.
"Bisa. Kamu punya Alika, Darren."
"Gue ga bisa lepasin Lo, karna gue terlanjur bodoh ngenalin Lo ke ayah gue. Gue bodoh harus ngorbanin orang yang gue sayang, Sha."
Dasha tersenyum tipis sambil mengangguk samar, bersamaan dengan bulir air matanya yang kembali keluar ia bertanya. "Kamu sayang sama Alika, Darren. Bukan sama aku."
"Kamu cuman manfaatin aku buat lindungin Alika."
"Buat apa Darren?" Tanya Dasha makin melirih.
Darren menghela nafasnya kasar, "Gue emang brengsek Sha, maaf gue ga bisa milih antara Lo atau Alika. Gue hanya nyoba bantu dia buat bertahan."
"Apa maksud kamu bertahan?"
"Lo gatau?" Dasha menggeleng.
"Alika mengidap leukimia stadium akhir. Beberapa kali dia down karna masih diteror mantannya. Sementara dia harus bahagia, Sha." Bagai tersambar petir, Dasha meremas ujung baju rumah sakit yang ia kenakan.
"Kalau begitu, emang seharusnya kamu ada di samping dia Darren." Ya, Dasha merasa terlalu banyak membuat Alika sedih. Ia merasa menyakiti sahabatnya itu tanpa diduga, padahal dirinyalah yang tersakiti.
"Aku bisa jaga diri sendiri. Aku bakal bantu kamu buat tetep lindungin Alika." ujar Dasha dengan senyum kecilnya yang terkesan sangat menyakitkan.
"Alika lebih butuh kamu." Darren menggeleng, "Tapi gue butuh lo."
"Kenapa baru sekarang?" Dasha mengalihkan pandangannya. "Omongan kamu ga ada yang bisa dipercaya, Darren."

KAMU SEDANG MEMBACA
POV (Hiatus)
Teen Fiction⚠️mengandung beberapa kata dan adegan kekerasan. [SEBAIKNYA FOLLOW SEBELUM MEMBACA!] Cinta terbentuk dari dua sudut pandang. Namun jika Dasha harus bertahan dengan sudut pandang Darren, ia akan melakukannya. Gadis polos itu terlanjur mengikat hati...