Darren, Ronal dan Serin sepakat untuk melayat bersama menuju rumah Leon. Sepanjang perjalanan, Darren hanya diam, tak mengeluarkan sepatah katapun.
Sampai di rumah Leon, mereka masih tetap diam satu sama lain. Ronal memilih mencar untuk mencari keberadaan adik perempuan Leon, sementara Darren dan Serin duduk di sebelah Leon.
"Yon, kita turut berduka cita" Ujar Serin sambil mengusap bahu Leon. Lelaki itu hanya menunduk, menyimpan tangisnya dalam diam.
Siapa yang tidak merasa kehilangan bila ibu kandungnya meninggal?
Ibu dari Leon memang sudah mengidap kanker semenjak beberapa tahun lalu. Kondisinya termasuk kuat bisa bertahan sampai sejauh ini, padahal dokter sudah memprediksi kematian lebih cepat dari hari ini.
Namun Tuhan lebih sayang pada wanita cantik nan baik hati itu. Ia tidak akan membiarkan wanita bak malaikat itu terus merasakan sakit.
Darren tau bagaimana Leon sekarang, ia juga pernah merasakannya dulu ketika berumur 7 tahun. Kehilangan sang bunda akibat perlakuan kasar ayahnya. Mulai saat itu Darren jadi sedikit hilang kepercayaan pada hati dan dirinya sendiri.
Cowok itu menghela nafas kemudian turut mengusap bahu Leon, meski sebenarnya ia masih menyimpan dendam karna Leon sudah berani menyentuh Dasha kemarin.
"Gue minta maaf, gue turut berduka cita"Leon mengusap kasar wajahnya kemudian berdehem pelan. Ia berdiri saat peti ibunya akan dibawa menuju pemakaman.
****
Selesai acara pemakaman, Leon mengusap nisan milik ibunya kemudian mengecupnya pelan. Ia dan adiknya benar benar menjadi yatim piatu sekarang.
Levina memeluk sang kakak dari samping sambil terisak. Ada Ronal pula yang mendampingi di belakang gadis itu, mengusap naik turun bahu Levina, gadis yang sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri.
"K-kita pulang ya kak,Vina pusing" Ujar Levina melemah sambil menatap Leon. Cowok itu mengangguk menanggapi adiknya, kemudian berdiri dari tempat dan memandangi teman temannya satu persatu.
"Thanks kalian semua dateng kesini"
"Yoi bro, yang sabar.." Balas Ronal. "Levina pulang sama bang Ronal aja, mungkin kak Leon masih butuh nenangin diri" Tawar Ronal menatap Levina.
Levina sedikit ragu, ia menoleh pada Leon yang masih menampilkan raut sedih, "kakak.." Ia mengusap sekilas lengan Leon kemudian mengangguk menguatkan, lalu pergi bersama Ronal.
Setelahnya tersisa Leon, Serin dan Darren. Leon memilih berjalan lebih dulu keluar dari area makam, disusul Serin kemudian Darren yang menyempatkan melirik seluruh area pemakaman ini.
Mereka bertiga berhenti saat menemukan Dasha dan Alika yang berada di depan gardu pemakaman. Kedua gadis itu masih mengenakan seragam sekolah, dengan wajah yang dipenuhi keringat akibat teriknya matahari.
"Pemakamannya udah-" ucapan Dasha terputus saat Leon ambruk memeluknya.
Darren dan Alika yang melihat itu sontak membelalak, sementara Serin hanya menoleh malas.
"L-leon.." Dasha ragu hendak membalas pelukan itu, terlebih melihat tatapan nyalang Darren menuju kearahnya. "Bentar, Sha.." Bisik Leon serak.
Selama beberapa detik semua terdiam, beberapa kali Darren hendak maju namun kerahnya selalu ditarik Serin, mundur. Tentu Serin tidak akan membiarkan keributan terjadi disini.
"Kalau Lo ga cinta sama dia, ga usah marah marah""Tapi gue punya hak, karna dia pacar gue" Balas tajam Darren.
"Pacar yang ga Lo anggep?" Serin tersenyum miring dibalas kebungkaman Darren.

KAMU SEDANG MEMBACA
POV (Hiatus)
Novela Juvenil⚠️mengandung beberapa kata dan adegan kekerasan. [SEBAIKNYA FOLLOW SEBELUM MEMBACA!] Cinta terbentuk dari dua sudut pandang. Namun jika Dasha harus bertahan dengan sudut pandang Darren, ia akan melakukannya. Gadis polos itu terlanjur mengikat hati...