21- Penculikan gagal

55 10 4
                                        



Dashaline.

Aku berdiri di depan cermin, meneliti penampilanku dari atas sampai bawah. Santai saja, hanya celana jeans dan hoodie berwarna abu-abu.

Malam ini, aku menepati janji pada Leon. Aku pikir dia hanya berpura-pura untuk memanas manasi Darren, namun ternyata ajakannya serius, dia bahkan ngechat aku tadi.

"Bunda, aku keluar ya." pamitku pada bunda yang sedang asik merancang sesuatu dengan kertas dan pensilnya.

"Mau kemana? Sama siapa?"

"Sama Leon, mau jalan-jalan bentar."

Bunda menoleh, "Secepat itu kalian dekat? Bunda tunggu kabar jadiannya."

"Apa sih bunda? Ga ada jadian-jadian." Bunda memang suka menggoda, tapi kadang godaan bunda adalah sebuah harapan. Aku jadi takut mengecewakan bunda. Kalau bunda setuju aku sama Leon— enggak enggak! Masa aku harus bohongin perasaan sendiri?

Bunda terkekeh kecil, "Yaudah sana. Ada suara motor tuh."

Aku mengangguk singkat, "Ya udah, Dasha pamit. Daa bundaa."

"Hati-hati sayang." aku mengacungkan jempol kemudian keluar dari rumah. Langsung saja aku menuju ke Leon yang sudah menunggu di atas motornya.

"Go go go." Dia terlihat bersemangat.

"Mau kemana Leon?"

"Gue mau ajak lo ke— kemana hayo?" Leon malah balik bertanya, sementara aku hanya balas dengan kerutan dahi. "Ga jelas."

"Udah naik buruan, kita refreshing."

Aku tertawa pelan, "Belum juga ujian, udah refreshing aja."

"Sha, jangan bawa-bawa ujian, ntar gue stres."

"Ujian itu dibawa santai."

"Gue bilang jangan bawa-bawa ujian." Aku tertawa lagi kemudian memukul bahu Leon, "Buruan jalan."



****




Setelah 10 menit perjalanan tadi, kami tiba di pasar malam. Aku berdecak kaget, sudah lama semenjak kepergian ayah, terakhir kali aku pergi ke pasar malam.

"Ayo." ajak Leon dan aku hanya mengikut.

Pertama-tama kita ke stand jajanan. Ini jam 7 malam, wajarlah kita udah laper. "Kamu ga mau cari makanan berat aja sekalian?"

Leon tertawa, "Kenapa? Lo laper banget ya? Kalo mau kita—"

"Eh enggak, maksudnya biar sekalian gitu makan malem."

"Gue ga biasa makan makanan berat kalo malem, bahkan kadang gue ga makan." Leon tersenyum tipis, tapi senyum itu lebih terlihat ke ejekan kalau di mataku.

Malu? Banget. Aku ngerasa salah pertanyaan, jadi ketauan kan kalau aku makannya banyak.

"Nih." Leon menyerahkan 2 sosis bakar pesananku.

"Ayo cari tempat duduk." Ajak Leon dan lagi-lagi aku hanya mengikut dari belakang.

Kita duduk di salah satu meja, depan stand minuman. Aku asik dengan sosis bakar, sementara Leon sedang sibuk dengan ponselnya.
"Sha, gue boleh tanya?"

"Boleh."

"Lo bener-bener cinta sama Darren?"

Uhuk.

Pertanyaan Leon membuatku tersedak sekali. Aku segera meneguk air mineral di sampingku.
"Eh? Lo gapapa?" tanya Leon kaget.

"Ng-ngga papa." Aku mengalihkan muka sebentar, "Em dulu iya, mungkin sekarang udah nggak." Berbohong? Jelas aku berbohong. Perasaanku ke Darren masih belum berubah, bahkan aku masih tidak rela bila Darren bersama Alika.

POV (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang