Sudah 2 jam Dasha duduk di ujung kepala ranjangnya. Ia kembali ke rumah jam 4 pagi, dan tidak menemukan bunda atau siapapun di rumah, alias rumahnya kosong. Sepertinya bunda menginap di rumah teman, Dasha belum membuka ponselnya sejak semalam.
Kejadian semalam menjadi bayang-bayang terburuk sepanjang masa. Dasha menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Gadis itu terisak hingga bagian bawah matanya bengkak dan sedikit menghitam.
"DASHA SAYANG." terdengar suara bunda dari bawah, membuat Dasha semakin mengeratkan cengkraman di selimutnya.
Cklek.
"Eh? Bunda fikir belum bangun." ujar Seva saat memasuki kamar Dasha. Wanita itu membawa sekotak bubur, "Nih sarapan dulu. Maaf ya, bunda semalem harus nginep di rumah temen, yang deket sama rumah kliennya bunda. Bunda takut kalau harus nyetir malem-malem sendirian."
Dasha tidak menjawab, membuat Seva kebingungan.
"Loh? Kok nangis?"Dasha menggeleng, "Tadi hanya mimpi buruk, bunda."
Seva tersenyum tipis kemudian mengusap rambut Dasha. Hal itu semakin membuat Dasha merasa bersalah, ia harus menyembunyikan perihal semalam terhadap sang bunda. Dasha terlalu takut untuk berbicara terus terang.
"Nih makan dulu, habis itu sek—"
"Dasha mau istirahat di rumah aja, boleh bunda?"
"Kenapa?"
"Pusing." Seva mengangguk, wajah putrinya memang terlihat tidak vit. "Nanti bunda yang izin ke guru kamu."
*****
"Dasha nggak masuk?" tanya Leon celingukan ke dalam kelas Dasha.
"Lo ga liat ada Dasha 'kan? Berarti dia ga masuk." balas Serin datar.
"Kata tante Seva, dia baik-baik aja pas pulang dari pasar malem." ujar Leon bingung.
"Kok bisa ye Dasha sama Darren ga masuk barengan?" celetuk Ronal dibalas tolehan Leon dan Serin.
"Bener." balas Leon heran, "Kemana mereka?"
"Tanya gurunya Dasha aja, kalo si Darren kan ga pake izin." usul Ronal.
Mereka bertiga berjalan menuju ruang guru, terlalu niat untuk mencari dimana keberadaan Dasha. Beberapa tatapan memandang pada Serin yang tumben tumbennya pergi bersama Ronal dan Leon.
Serin berhenti diikuti oleh Ronal dan Leon saat mendapati keramaian disana. Mereka mendekat dan melihat Alika berada di depan Shafira.
"Pelakor kayak gini enaknya diapain guys?" tanya Shafira sambil melirik Alika yang menatapnya sinis.
"Kucilin aja."
"Keluar aja kek dari sekolah."
"Kalo gue jadi dia, malu banget sih. Masa sahabat makan sahabat?"
"Pansos, caper doang!"
Berbagai sorakan itu membuat Alika menunduk. Sebenarnya gadis itu bernyali kecil, hanya sok berani saja waktu melindungi Dasha.
"Heh, angkat kepala lo dong kayak biasanya." Shafira mengangkat dagu Alika dengan sebelah tangannya."Alasannya kenapa? Baru sembuh? Oh kasihan." kekeh Shafira dengan nada mengejek.
Alika menepis kasar tangan Shafira. "Jangan pegang pegang."
"Kenapa? Ga suka?" Shafira terkekeh, "Ga ada nyali ya lo?"
"Minggir." Alika berusaha menghindar, namun jalannya dihalangi oleh Valent dan Erina.
KAMU SEDANG MEMBACA
POV (Hiatus)
Teen Fiction⚠️mengandung beberapa kata dan adegan kekerasan. [SEBAIKNYA FOLLOW SEBELUM MEMBACA!] Cinta terbentuk dari dua sudut pandang. Namun jika Dasha harus bertahan dengan sudut pandang Darren, ia akan melakukannya. Gadis polos itu terlanjur mengikat hati...