24- Kecewa

50 11 8
                                    




Lebih dari tiga minggu Dasha tak terlihat di sekolah. Selama itu pula seorang Darren terlihat semakin pucat, dan penampilannya bertambah acak-acakan. Ia lelah mencari dimana keberadaan Dasha.

Setiap hari Darren mengunjungi rumah gadis itu, hendak memastikan Dasha tidak apa-apa. Namun rumah yang dituju selalu kosong.

Ponsel Dasha tidak bisa dihubungi, baik olehnya, oleh Serin, Leon, Ronal bahkan Alika. Mereka semua merasa frustasi dan menyalahkan Alika atas kejadian ini hingga beberapa hari yang lalu Alika drop lagi.

"Udah telfon tante Seva?" tanya Ronal memecah keheningan.

"Udah. Gue ga enak kalau nelfonin tante Seva mulu, nomornya selalu sibuk." balas Leon.

"Kayaknya tante Seva jarang buka hp." Serin menimpali kemudian menoleh pada Darren, "Apa yang lo dapet?"

"Ga ada." Darren menunduk menatap langkahnya.

"Gimana Alika?" tanya Serin lagi.

"Mati aja tu anak, kesel gue." Ronal mendengus.

"Gue udah ngomong sama tante Shinta. Gue ga ada hubungan apa-apa lagi sama Alika."

"Terus sekarang lo mau gimana? Balik ke Dasha?" tanya Leon sedikit nyolot.

Darren bergeming. Ini bukan hanya soal perasaan Darren yang menguat, namun soal pertanggung jawaban atas perlakuannya malam itu.

"Itu Dasha 'kan?" suara Serin langsung menghentikan langkah mereka berempat. Di sana, Dasha sedang mengobrol dengan Layla, sekertaris kelasnya.

"Iya, absen lo udah diatur terus kok. Bu Katrin yang beberapa kali ngomong ke gue, jadi lo ga Alpa." Dasha mengangguk mendengar ucapan Layla.

"Eh? Gu-gue balik dulu ya, Sha." pamitnya mendapati Darren, Leon, Ronal dan Serin berada di belakang Dasha.

"Mau kem—" pertanyaan Dasha terputus saat Layla ngacir pergi.

"Sha." panggil Serin pelan membuat gadis itu menoleh cepat.

Tatapan Dasha terhenti sebentar di Darren, terlihat tangannya bergetar dan matanya langsung melirik ke arah lain. "Aku masuk ke kelas dulu."

"Tunggu Sha." Leon hendak mencekal bahu Dasha, namun gadis itu langsung menyentak. Dasha tidak ingin disentuh oleh laki-laki lagi semenjak malam sialan itu.

"Sha? Lo kenapa?" Ronal ikut bertanya. "Darimana aja?"

"Gapapa, kemarin aku hanya ikut bunda keluar kota. Udah 'kan? Aku masuk dulu ya, bentar lagi bel." Dasha masuk ke kelas secepatnya.

Sementara Serin melipat tangannya di depan dada, ia melirik Darren kemudian kelas Dasha secara bergantian. Seperti ada sesuatu yang terjadi diantara mereka. Dasha tidak pernah setakut itu menatap Darren, bahkan setelah mereka putus.







****








Masih duduk di tempat yang sama, Dasha tidak bisa fokus dengan apa yang diterangkan Bu Deli. Sesekali ia melirik ke kursi kosong di sebelahnya, kepalanya terasa pusing dan berat ketika memikirkan Alika.

Tiba-tiba saja Dasha merasakan satu dorongan dari perutnya. Ia berusaha menahan namun gejolak tersebut makin menjadi.

Tanpa izin, Dasha berlari keluar dari kelas, menghadirkan tatapan penuh tanya dari teman-temannya. Gadis itu berlari ke kamar mandi sekuat mungkin dan memuntahkan isi gejolak perutnya tadi.

Bahu Dasha merosot, ia menatap pantulan dirinya di cermin kemudian melirik ke arah wastafel. Sudah beberapa kali ia muntah-muntah seperti ini, dan yang keluar hanyalah cairan bening. Dasha tidak membicarakan ini dengan sang bunda, karena ia fikir ini hanya masuk angin biasa.

POV (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang