Darren terburu-buru berangkat ke sekolah pagi ini. Ia telat bangun tadi pagi, karena baru bisa tidur pukul dua pagi. Seragamnya berantakan, dasi tidak terpasang dan ikat pinggang menghilang entah kemana.
Darren ingat, kemarin ia membawa semua perlengkapan ke rumah Dasha. Namun sekarang barang-barang tersebut raib entah kemana.
"Nyari apa?" tanya Seva yang baru saja datang dari dapur, melihat Darren kesulitan mencari sesuatu.
"Dasi sama ikat pinggang, tan."
Seva menghela nafas, "Kamu pasti telat bangun. Dasha ngidam yang aneh-aneh ya?"
Darren menoleh singkat, "Enggak tan."
"Panggil bunda aja." ralat Seva, "Coba kamu cari di kamar, mungkin dimasukin Dasha ke lemari. Dia anaknya ga suka ada barang bercecer, bawaannya pengen ngerapiin."
Darren mengangguk pelan, ia berdiri penuh menghadap Seva. "Sebelumnya Darren mau minta maaf, waktu itu—"
"Yang udah berlalu biar berlalu. Yang bunda butuhin sekarang adalah rasa tanggung jawab, setia dan pengorbanan kamu sebagai suaminya Dasha. Ucapan bunda dulu masih berlaku sampai sekarang. Sedikit saja kamu lukain Dasha, bunda sendiri yang akan memisahkan kalian."
"Iya bunda."
"Sana cepet cari ke atas, nanti telat." Darren mengangguk kemudian melangkah cepat ke atas. Semalam ia hanya membawa ransel untuk perlengkapannya, sisanya koper ditaruh di bawah.
Tepat saat Darren membuka pintu kamar, Dasha baru saja keluar dari kamar mandi. Gadis itu terlihat pucat, rambutnya juga sedikit berantakan.
Keduanya saling bertatapan, diselimuti kecanggungan. Sejak bangun tidur tadi, Dasha hanya diam, tidak seperti semalam yang terus merengek minta kue coklat rasa strawberry.
"Masih muntah?" tanya Darren membuyarkan keheningan.
"Sedikit. Maaf, dasi sama ikat pinggang kamu, aku taruh di bawah kasur." ujar Dasha sambil menunjuk ke bawah ranjangnya.
Darren langsung menuju ke arah yang ditunjuk Dasha. Ia mengambil dasi serta ikat pinggang, kemudian mengenakannya. Darren berpindah ke depan cermin besar saat kesulitan mengenakan dasi.
Tiba-tiba saja Dasha maju, membantu Darren memasang dasi. Wajah serius Dasha menjadi fokus tersendiri bagi Darren. Tak urung, laki-laki itu mengulas senyum tipis.
"Nunduk dikit, susah." protes Dasha membuat Darren sedikit membungkuk.
"Udah sarapan?" tanya Dasha setelah selesai mengenakan dasi ke Darren.
"Nanti sarapan di sekolah, aku berangkat dulu." ujar Darren hati-hati. Ia masih berusaha memahami tatapan Dasha yang sulit diartikan. Bumil itu sensitif banget, salah dikit bisa habis kena omel.
"Bunda buatin sarapan buat kamu tadi, nanti makan tepat waktu." ujar Darren, ia sedikit menunduk, mensejajarkan wajahnya di depan perut Dasha. "Jaga mama."
Dua kata sederhana namun mampu membuat Dasha mengalihkan wajahnya yang memanas. Moodnya naik seketika, serasa ada ribuan kupu-kupu berterbangan.
Kelihatannya Darren benar-benar tengah memantapkan persiapan sebagai seorang ayah.
"Dasha." Dasha menoleh lagi dengan cepat.
"Istirahat aja di rumah, jangan keluar-keluar apalagi pas bunda ga ada." peringat Darren diangguki Dasha singkat.
"Ada yang mau dititip?" Dasha menggeleng, secepat mungkin ia memeluk Darren, menyalurkan rasa kejanggalan dalam hatinya. "Jangan deket-deket perempuan lain."

KAMU SEDANG MEMBACA
POV (Hiatus)
Novela Juvenil⚠️mengandung beberapa kata dan adegan kekerasan. [SEBAIKNYA FOLLOW SEBELUM MEMBACA!] Cinta terbentuk dari dua sudut pandang. Namun jika Dasha harus bertahan dengan sudut pandang Darren, ia akan melakukannya. Gadis polos itu terlanjur mengikat hati...