Setelah melalui perdebatan yang begitu panjang, bersama Levina dan Leon, Dasha berhasil pulang ke rumah. Gadis itu sedikit pusing, dan mendadak moodnya turun. Tadi juga dia pulang menggunakan taksi, sengaja supaya tidak merepotkan Leon.
Tanpa disadari, jam sudah menunjukan pukul lima sore. Suasana rumah masih sepi, mungkin Darren dan bunda belum pulang. Jadi Dasha memutuskan untuk membersihkan diri lebih dulu.
Selama beberapa menit berada di dalam kamar mandi, Dasha berdiri di bawah shower sembari memejamkan mata. Ia kembali teringat tentang kalimat-kalimat yang terlontar tadi.
Flashback on.
"Kenapa ga bisa terima abang? Abang kan baik. Apa karena kita anak yatim-piatu, jadi kak Dasha ga mau?" pertanyaan sedih Levina membuat Dasha semakin terkurung.
"Bukan gitu, aku udah punya pacar,"
"Putusin pacar kak Dasha kan bisa." Levina masih kukuh membela abangnya.
"Dia ga punya pacar, Vina. Bantu abang buat sadarin dia dari hubungan toxic." ucapan Leon mengundang keheranan dari Dasha.
"Maksud kamu apa? Darren udah jauh lebih baik sekarang." protes Dasha.
"Kok kak Dasha marah?" tanya Vina berceletuk.
"Kamu marah nggak, kalau abang kamu dijelek-jelekin?" tanya Dasha ke Levina, gadis kecil itu mengangguk.
"Kak Dasha juga marah, kalau pacar kak Dasha dijelekin." Dasha berhenti sejenak, tersulut emosi. "Perasaan nggak bisa dipaksain, justru hubungan kita yang bakal lebih toxic kalau ga ada rasa yang nyata."
Flashback off.
Dasha membuka matanya kembali, mungkin perkataannya tadi sedikit menyinggung. Ah benar-benar menambah beban pikiran.
Ia segera mengeringkan diri dan mengenakan piyama miliknya. Setelah itu Dasha keluar dari kamar mandi, dan terkejut melihat Darren dengan kaos polos hitam dan boxernya tengah berbaring di ranjang. Sejak kapan laki-laki itu datang?
"Darren, latihannya udah selesai?" tanya Dasha heran, sementara Darren masih setia memejamkan mata, dengan kedua tangan menyangga kepalanya.
Dasha menghela nafas, lalu mengeringkan rambut di depan meja rias. Ia memperhatikan Darren yang tidak berkutik sama sekali. Apakah Darren tertidur? Atau jangan-jangan Darren sakit?
Buru-buru ia menghampiri Darren. Ketika hendak menyentuh kening suaminya, tubuh Dasha terhempas begitu saja. Darren bangun, dan membalikan posisi menjadi Dasha yang berada di bawahnya.
"D-darren-"
"Kemana aja, hm?"
"Rumah-"
"Rumah Leon?" potong Darren dengan sorot mata tajamnya, membuat Dasha membulatkan mata. "Kok kamu tau?"
"Lo pikir gue sebodoh itu biarin lo pergi-pergi?"
"Aku ga-"
"Ga apa? Ga mau izin dulu, biar ga ketauan? Mau berduaan sama Leon?"
Dasha menggeleng kuat, "Aku ke rumah Leon, buat nemenin Levina."
"Bohong, pasti Leon bicara sesuatu."
"Engga, Darren." Lalu keheningan mengisi, Darren masih setia menyorot mata Dasha dengan posisi mereka yang belum juga berpindah. Jelas Dasha jadi ngeri sendiri ditatap segarang itu oleh Darren.
"I-iya aku minta maaf ga izin dulu sama kamu," ucap Dasha pada akhirnya.
"Ini terakhir kali lo pergi tanpa gue, ngerti?"
KAMU SEDANG MEMBACA
POV (Hiatus)
Teen Fiction⚠️mengandung beberapa kata dan adegan kekerasan. [SEBAIKNYA FOLLOW SEBELUM MEMBACA!] Cinta terbentuk dari dua sudut pandang. Namun jika Dasha harus bertahan dengan sudut pandang Darren, ia akan melakukannya. Gadis polos itu terlanjur mengikat hati...