"Kenapa pake seragam? Kan udah dibilang, jangan sekolah dulu."
"Biarin." acuh Dasha sambil membenarkan dasi kemudian duduk di samping meja makan. Dasha masih dalam mode ngambek sejak kemarin sore. Siapapun didiemin, termasuk bundanya.
"Mungkin dia emang mau sekolah. Gapapa, asal jangan kecapekan aja." ujar Seva sambil mengusap rambut Dasha yang kini tengah melahap roti dengan pandangan lurus.
Darren menghela nafas, ia duduk di depan Dasha sambil memperhatikan gadis itu. Entah gerakan reflek atau apa, sebelah tangan Darren terulur mengusap sisa selai coklat di ujung bibir Dasha.
Dasha nampak melebarkan matanya, secepat mungkin ia menoleh ke kanan, yang sialnya malah bertemu dengan wajah Seva yang tengah tersenyum geli.
"Bundaaa." rengek Dasha.
Seva terkekeh, ia kemudian mencium singkat kening putrinya. "Bunda berangkat dulu. Darren, jagain Dasha ya."
"Dua-duanya Darren jagain, bun." ujar Darren sambil melahap roti.
Setelah Seva pergi, keheningan menyelimuti mereka. Dasha sesekali melirik Darren yang masih santai melahap roti.
Fyi, semalam ia menyuruh Darren tidur di kamar sebelah. Dasha ingin menjadi cuek, supaya Darren merasakan bagaimana jadi dirinya dulu."Buruan makannya, lelet." jutek Dasha kemudian berdiri dari tempatnya, melangkah hati-hati keluar dari rumah. Darren tersenyum tipis, ia memaklumi Dasha soal kejadian kemarin. Kali ini ia harus berusaha lebih keras untuk meyakinkan Dasha.
****
"Kalian balikan lagi?" tanya Olive, salah satu teman sekelas Dasha. Tadi pagi, kabar Dasha dan Darren berangkat bersama langsung tersebar ke seluruh penjuru sekolah.
"Balikan apa?"
"Ya pacaran lagi gitu."
"Emang berangkat bareng harus balikan ya?"
"Bukan gitu Sha, maksud gue—" ucapan Olive terputus saat Dasha beranjak dari tempat duduknya. Hari ini kelas mereka jamkos.
"Terserah kalian mau nanggapin apa." setelahnya Dasha keluar dari kelas, ia bahkan tidak melirik sedikitpun pada Alika yang diam-diam menatapnya sinis sedari tadi.
Dasha keluar hanya sekedar untuk menghindari pertanyaan dari teman-temannya. Ia berdiri di koridor, menatap ke depan, dimana anak-anak kelas 12 IPS 2 melaksanakan jam olahraga.
Mata Dasha terfokus pada Darren dan Leon yang tengah saling berebut bola basket. Mereka nampak bersaing, tidak ada tatapan pertemanan sama sekali.
"HAI DASHA!" suara Ronal mengalihkan atensi. Semua anak menatap ke arah koridor, dimana Dasha tengah berdiri. Sementara yang ditatap hanya tersenyum tipis, merasa malu.
Namun tiba-tiba Dasha merasakan sedikit keram di perutnya. Gejolak itu kembali terasa, membuat kakinya dengan cepat melangkah ke kamar mandi sambil menutup mulut dengan satu tangan.
Sampai di kamar mandi, ia kembali memuntahkan cairan tersebut, beruntung hanya ada dia disini. Badannya sedikit lemas, Dasha terengah sambil mengusap perutnya pelan. Ia kembali menyalakan keran air, sambil sedikit menunduk untuk mencuci mulutnya.
Hingga terdengar suara pintu toilet terkunci, dan tak lama satu tangan memijat tengkuknya dengan pelan. Dasha sempat tersentak, namun ia kembali menghela nafas saat melihat pelakunya adalah Darren.
"Masih mau muntah?" tanya Darren digelengi oleh Dasha. Dengan santainya ia meraih ujung kaos olahraga Darren untuk mengusap bagian bibirnya yang basah.
![](https://img.wattpad.com/cover/251346972-288-k982162.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
POV (Hiatus)
Teen Fiction⚠️mengandung beberapa kata dan adegan kekerasan. [SEBAIKNYA FOLLOW SEBELUM MEMBACA!] Cinta terbentuk dari dua sudut pandang. Namun jika Dasha harus bertahan dengan sudut pandang Darren, ia akan melakukannya. Gadis polos itu terlanjur mengikat hati...