25- Tanggung jawab

51 11 12
                                    



Seva melangkah dengan setelan jas dan kaca matanya, wanita itu nampak sangat berwibawa hingga menjadi pusat perhatian. Di belakangnya, Dasha setengah menunduk berusaha menghindari tatapan para murid. Mereka langsung dipersilahkan masuk ketika sampai di ruangan kepala sekolah.

"Jadi ada apa ibu Seva?" tanya Bu Nina ketika mereka bertiga sudah duduk berhadapan.

"Saya kesini mau menanyakan soal anak yang bernama Shafira, dia sudah—" ucapan Seva terpotong saat Dasha menggenggam tangannya.

"Maaf, ada apa dengan ananda Shafira?" tanya bu Nina hati hati sambil melirik keduanya bergantian.

"Ada sedikit masalah, bisa saya minta biodata anaknya? Atau biar anaknya dipanggil saja kesini."

"Ah iya sebentar." bu Nina bergegas menuju lemari di sebelah mejanya. Ia nampak mencari biodata milik Shafira di antara berkas-berkas lain, sesudah itu ia menelfon bu Elena selaku guru BK agar membawa Shafira ke ruangannya.

"Bunda mau bicara sama Shafira sama bu Nina, Dasha mau ke kelas aja?"

"Em iya bunda." balas Dasha pelan kemudian beranjak dari duduknya.

"Jangan kecapekan, inget Dasha." Dasha mengangguk, ia kemudian keluar dari ruang kepsek dan langsung disambut oleh beberapa tatapan penasaran.

Dasha pura-pura tidak peduli, gadis itu terus berjalan dengan pandangan lurus. Entah apa yang akan terjadi bila warga sekolah tau dia sedang membawa nyawa lain dalam perutnya.

"Tunggu." Dasha memutar badannya, mendapati Alika dengan syal melingkar di leher gadis itu. "Lo kenapa?"

Dasha menggeleng, "Kamu udah sembuh?" setelah sekian lama ia tidak berbicara dengan Alika, akhirnya sekarang bisa juga.

"Perasaan gue belum sembuh. Asal lo tau, Darren mutusin gue gara-gara lo." di luar ekspektasi Dasha, cara bicara Alika menjadi ketus dan tidak bersahabat. "Pas kemarin lo hilang, Darren nyariin lo sampe kayak orang gila, bahkan mutusin gue. Kemana aja sih lo? Atau jangan-jangan lo—"

"Dasha!" keduanya menoleh ke arah Darren yang kini berdiri di belakang Dasha. Bertepatan dengan itu, bel masuk berbunyi.

Darren menatap Alika cukup tajam, "Apa yang lo omongin?"

"Cih. Brengsek lo Ren, apa sih yang lo lirik dari dia? Dia hanya nyusahin kan selama pacaran sama lo?"

"Lo juga nyusahin. Gue harus ninggalin Dasha, karna lo."

Alika makin pias, "Lo yang emang ga bener-bener sayang sama Dasha. Jujur Ren, lo pasti masih punya perasaan ke gue."

"Keliatan ya sifat aslinya." Alika terdiam mendengar suara Ronal yang menyeletuk dari belakang. "Kasihan banget Dasha punya sahabat turunan Lucifer kayak lo."

"Nggak cukup dipermaluin satu sekolah, Ka? Sekarang lo nyalahin Dasha?" Alika tidak menjawab, gadis itu mundur perlahan kemudian berlari pergi.

Darren menghela nafasnya sambil melirik sekitar. "Ngeliatin apa lagi? Udah bel, masuk!" sontak murid-murid yang menonton langsung masuk ke dalam kelas mereka masing-masing.

"Thanks Ron." ujar Darren dibalas anggukan Ronal. Mereka beralih pada Dasha yang nampak menunduk sedari tadi, tak lama Dasha berjalan cepat menuju ke toilet sambil menutup mulutnya, menghadirkan tatapan bertanya diantara Darren dan Ronal.

"Susulin gih, kayaknya Dasha ga enak badan." titah Ronal langsung diangguki Darren. Cowok itu menyusul dan memilih menunggu Dasha di depan toilet perempuan.

Darren tidak bodoh, ia mendengar suara seseorang muntah di dalam sana. Fikirannya langsung bekerja cepat, rasa khawatir mulai menjalar.

Cklek.

POV (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang