Mencari pilihan itu bukan suatu perkara mudah; kalau bisa memilih, mungkin Hitomi Yoon bisa saja sudah membunuh dirinya sendiri dari lama karena tuntutan sang ibunda.
Mencari pilihan itu sebenarnya cukup mudah; Changbin Seo memilih untuk keluar dari...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Changbin dan Jeongin memutuskan untuk mendatangi pos satpam depan perumahannya, mencoba melihat cctv yang terpasang. Pak Ujang juga mengajak beberapa orang warga yang mengurus cctv, untuk melihat siapa orang yang mengirim paket berisi bangkai.
Di cctv memang terlihat seorang pria yang memakai setelan hitam, dengan masker berwarna senada, memberikan kardus paketan itu ke Pak Ujang yang memang sendirian di pos satpam.
"Terus dia langsung lari gak tau ke mana, Mas Bin. Kenceng banget juga."
Changbin mengusap wajahnya kasar melihat rekaman cctv yang berisi orang asing itu. Wajahnya benar-benar tak terlihat, bahkan mata pun juga tidak terlihat. Bagaimana Changbin ingin menghajar orang itu jika ia tak tahu siapa orang itu?
"Yaudah deh, makasih ya, Pak," ujar Changbin yang hendak pamit dari sana. "Kalo misalkan orang ini dateng lagi, iket dulu aja. Nanti kasih ke saya biar saya gebukin dulu."
"Waduh, Mas, jangan gitu," tegur Pak Ujang, "nanti saya koordinasiin sama warga buat mantau."
"Oke, Pak. Saya pamit dulu," pamit Changbin dan Jeongin dari pos satpam. Jeongin lalu mengekori Changbin yang berjalan dari depan perumahannya untuk pulang, mengingat jaraknya tidak terlalu jauh dan waktu masih pagi.
"Pastilah! Kemarin juga Hitomi bilang ada orang asing di kafe pas dia kerja. Untung di situ lagi rame, ada temen gue juga, jadi gue suruh dia mantau Hitomi terus kalo misalkan ada apa-apa."
"Terus hubungannya sama nyokap lo, Bang? Kok bisa sama deh dikirimin gituan?"
Changbin menggeleng, "Gak tau kenapa bisa pas begitu. Yang gue curigain sih orangnya sama, tapi tuh bangsat tau nyokap gue dari mana coba?"
"Kalo misal kebetulan doang, valid gak, Bang kalo misal kompetitor nyokap lo yang kirim paketan ke butik nyokap lo?" Jeongin bersedekap di depan dada sambil mengusap dagunya dengan jemari, "Secara butik nyokap lo itu gede binggo, Bang. Terkenal di mana-mana."
"Gue awalnya mikir begitu. Tapi pas gue pikir-pikir lagi, masa kompetitor nyokap gue ngirimin bangke? Gak elit bener. Kompetitor nyokap pasti kaya raya juga lah, seenggaknya bersaing kotornya juga dengan cara bisnis atau ancaman khas orang kaya raya."
"Rumit bener anjir orang kaya," cibir Jeongin.
Changbin berdecak, "Ngaca, Njing."
Keheningan menyelimuti perjalanan Changbin dan Jeongin. Tubuh Jeongin sedikit lebih dekat dengan Changbin sampai merangkul lengan Changbin dengan wajah ketakutan. Oh, Changbin tau Jeongin sedang kenapa. Mereka mempercepat perjalanannya menuju rumah Hitomi yang sedikit lagi sampai.
"Masih diikutin?" tanya Changbin dengan suara pelan.