40. Kerusuhan (2)

96 15 1
                                    

Setelah di dorong keluar dari dalam kelas 10 IPS 2, Changbin menghela napasnya merasa bersalah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah di dorong keluar dari dalam kelas 10 IPS 2, Changbin menghela napasnya merasa bersalah. Bukan maksudnya untuk melarang gadis itu pergi sendiri ke tempat kerja, Changbin hanya tak ingin gadis itu kenapa-kenapa, apalagi dengan semua yang dirinya lalui dengan Hitomi, banyaknya konspirasi, banyaknya bahaya yang mengincar gadis itu lebih dari apapun. Changbin tidak ingin kehilangan Hitomi, tidak untuk sekarang.

Makanya, Changbin memilih untuk melarang Hitomi untuk pergi sendiri dari pada dia akan mendapatkan hal yang tidak Changbin duga di luar sana.

Changbin melangkah ke lantai dua, menuju kelas 11 IPS 3 yang akan berlangsungnya ekskul math-club yang ia ikuti. Lorong kelas 11 tidak terlalu ramai, juga tak terlalu sepi. Masih ada murid yang berlalu lalang, sekedar nongkrong di depan kelas atau mempersiapkan ekskul mereka dengan berganti baju atau semacamnya. Saat mencapai depan kelas 11 IPS 3 yang terbuka, Changbin mendengar adanya keributan yang terjadi di lantai bawah. Kepala Changbin melongok dari balkon lantai dua. Terlihat banyaknya pria berbadan kekar, memakai masker, dan pakaian berwarna hitam, serta polisi yang berada di depan pagar sekolahnya. Beberapa orang berbadan besar itu ada yang sampai masuk ke dalam sekolah dan berlarian membuat murid panik.

Dan akhirnya pandangan Changbin tertuju pada pria yang membawa kayu usang berujung paku, melayangkannya sambil berlari ke tiga orang siswi yang berada di tengah lapangan. Changbin jelas tersentak, melihat tujuan pria itu menuju ke Hitomi.

"Dek!" Changbin berteriak, tapi tak terdengar saking ramainya. Lalu tubuh pria itu tumbang oleh teman kelasnya, Hangyul yang memukul pria itu dengan kursi kayu, entah diambil dari kelas mana.

Baru saja lega melihat kekasihnya yang lolos dari bahaya itu, tubuh Changbin tiba-tiba saja ditarik paksa dari belakang. Lehernya ditempel sebuah logam dingin dari moncong bedil, seraya mencekiknya dengan lengan berotot milik seorang pria.

"Anjing! Apa-apaan, siapa––Ko?"

Changbin bergeming, di depannya ada Aron, kakak iparnya yang menjadi target pengintaian Baekho dan dirinya selama ini. Orang yang telah mengganggu Hitomi di kafe tempatnya bekerja, yang meneror ibunda dan pacarnya dengan mengirim bangkai, dan orang yang menyuruh temannya untuk membunuh Eunbi––ibunya Hitomi di vila kota Barat.

"Ko! Lepas!"

"Gimana rasanya ngintai gue selama ini?" tanyanya. Beberapa orang murid yang tadinya berada di lorong lantai dua, langsung berlarian ketakutan. "Lo pikir gue gak tau kalo lo sama abang lo itu nyari tau tentang gue, hah?"

"Lo ganggu cewek gue!!"

Aron malah tertawa, "Ngapain lo pertahanin tuh cewek? Dia anak dari kurir narkoba, adik iparku sayang."

"Bajingan!" Changbin memberontak dikungkungan pria besar di belakangnya ini, "Cewek gue gak salah apa-apa! Yang kurir itu bokapnya dan udah meninggal! Jadi gak usah ganggu cewek gue lagi, Njing. Belom puas nyokapnya lo bunuh?!"

Tubuh Changbin di dorong ke dalam kelas, kelas yang seharusnya menjadi tempat Changbin melaksanakan ekskul. Laki-laki bersurai undercut itu meringis ketika punggungnya menyentuh lantai. Kemudian keras seragamnya ditarik hingga kancing atasnya lepas dan kembali ditodong pistol.

Aron mendekati Changbin dan berujar, "Dapet lo udah cukup buat Pak Donnie yang terhormat itu kelimpungan. Gue tau si pak tua bangsat itu bakal ngelakuin apa aja demi anak bungsunya ini."

"Mau lo tuh apa sih, Njing?!" umpat Changbin yang lehernya semakin ditekan oleh pistol, "Ci Dami lagi ngandung anak lo, Njing! Ayah juga tuh udah kasih kepercayaan ke lo! Kenapa lo kaya gini, Ko? Apa mau lo?!"

Kakak iparnya itu tak menjawab. Ia memerintahkan pria berbadan besar itu untuk membawa Changbin keluar dari dalam kelas. "Bawa! Kita ke makam!"

Changbin meringis ketika lehernya ditarik, jika Changbin memberontak, lehernya akan semakin dicekik. Bobot tubuh pria yang mencekiknya ini lebih besar dua kali lipat juga lengan yang berotot itu semakin membuat Changbin kesakitan. Pukulan yang Changbin berikan juga seperti tak ada rasa, mungkin tak berpengaruh.

Dari kejauhan, saat Changbin dibawa keluar dari dalam kelas, gerombolan pria yang beberapa diantaranya telah Changbin kenal berlari menuju dirinya yang ditarik paksa. "Abang!!!!!" pekik Changbin ke arah gerombolan itu.

"Den Changbin!!"

Aron semakin menyuruh orang suruhannya untuk pergi menuju ke lantai bawah dan berlari menuju gerbang sekolah. Namun, di depan gerbang, banyak aparat yang mencegat, dan orang-orang pria yang Changbin yakini orang suruhan kakak laki-lakinya sedang berada di sana. Karena merasa terkepung, Aron dan pria suruhannya itu menuju lapangan sekolah yang agak lenggang, menyeret tubuh Changbin yang benar-benar tak mampu melepaskan belenggu lengan pria kekar suruhan Aron ini.

Ditengah lapangan pun mereka dikepung, oleh beberapa orang-orang Baekho dan para polisi berseragam lengkap.

dor!

Pria suruhan Aron meletuskan tembakan ke udara, membuat keadaan semakin mencekam bak film yang sering Changbin lihat di layar kaca.

"Anak ini bakal mati kalo kalian mendekat," ancam Aron, menilik orang-orang yang mengepungnya di tengah-tengah lapangan.

Mata Changbin membelalak, melihat Hitomi yang menatapnya dari kejauhan di luar kerumunan. Gadis itu berjalan mendekat menghampiri Changbin yang panik bukan main.

Jangan ke sini!!!!! Ingin rasanya Changbin meneriakan kalimat itu kepada Hitomi yang semakin mendekat ke arahnya. Meski dengan gelengan keras pun, Hitomi seperti tak peduli dengan larangannya.

dor! dor!

Dua tembakan diletuskan. Bukan dari pria yang mencekik Changbin, tapi dari atasnya. Tangan yang mencekak leher Changbin kemudian terlepas, pistol yang di arahkan ke leher Changbin juga melemas. Tubuh pria suruhan Aron itu jatuh ke tanah sambil meringis keras memegangi pundaknya yang mengeluarkan darah. Aron yang berada di depannya juga tiba-tiba saja tak berdaya, tersungkur di tengah lapangan memegang dadanya yang juga mengeluarkan cairan merah menembus pakaian.

Changbin lemas bukan main, melihat darah yang begitu banyak keluar dari tubuh kedua orang itu. Ia memang tidak memiliki ketakutan pada darah, hanya saja melihat cairan kental itu yang membanjiri sekitarnya jadi membuat Changbin pusing. Lama-lama tubuh Changbin juga ikut jatuh, dengan adanya penopang dari seseorang berbadan besar, mungkin orang-orang kakak laki-lakinya.

"Kak Changbin!!!!!"

Suara perempuan yang Changbin yakini adalah kekasihnya seperti mengawang di telinga, ia mendengarnya tapi begitu berdengung. Entah efek apa yang Changbin rasakan, ia ngantuk sekali, ia syok.

Kemudian, matanya terpejam begitu saja mendengar keributan sebelum akhirnya ia tak sadarkan diri.

Kemudian, matanya terpejam begitu saja mendengar keributan sebelum akhirnya ia tak sadarkan diri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(p.s.) untuk karakter yang aku ganti dan aku rombak, bisa cek chapter '18. Putus' ya, teman-teman.

[✓] RailroadsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang