33. Kisah Masa Lalu

90 19 0
                                    

Changbin memencet bel sebuah pintu apartemen mewah berulang-ulang dengan brutal, Hitomi sampai menyuruh Changbin untuk diam dan tidak mengganggu sang pemilik apartemen di dalam sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Changbin memencet bel sebuah pintu apartemen mewah berulang-ulang dengan brutal, Hitomi sampai menyuruh Changbin untuk diam dan tidak mengganggu sang pemilik apartemen di dalam sana.

"Aku gak tenang, Dek!" desis Changbin sampai membuat Hitomi tersentak.

Hitomi hanya bisa mengelus punggung bidang Changbin untuk menenangkan laki-laki itu, "Aku tau, tapi jangan gegabah, Kak."

Pintu apartemen terbuka, menampilkan sosok pria berambut panjang yang diikat ke belakang. "Bin..."

"Mas Baekho mana?"

Laki-laki itu mempersilahkan Changbin dan Hitomi untuk masuk ke dalam, "Kamar mandi sebentar, lo masuk dulu aja," katanya tersenyum. "Halo, Hitomi. Lama gak ketemu."

Hitomi hanya tersenyum simpul. pasti laki-laki ini adalah teman Eunbi, makanya dia kenal dengan Hitomi. "H-halo, Kak...?"

"Iya, Kakak aja manggilnya. Jangan Mas, apalagi Mbak bukan genderku." Laki-laki itu cipika-cipiki terlebih dahulu pada Hitomi, lalu menutup pintu apartemen.

Changbin sudah masuk duluan ke ruang tengah, ia melihat kakak laki-lakinya keluar dari kamar mandi yang berada di dekat dapur. "Mas."

"Duduk dulu, jangan ngamuk!"

Hitomi dibawa oleh laki-laki berambut panjang tadi ke meja pantri, membiarkan kedua orang di ruang tamu mengobrol serius perihal apa yang terjadi belakangan ini, khususnya tentang paket berisi bangkai burung dara dengan tikus hitam di dalam kardus.

"Aku Ren." Hitomi menoleh ke laki-laki yang membawanya ke meja pantri sambil menyiapkan air putih dingin dari kulkas, "Terakhir ngelihat kamu, pas pemakaman Jisung. Kamu masih SD kalo gak salah."

"Pemakaman Ayah aku?" tanya Hitomi. Ia sedikit asing dengan nama itu, padahal Hitomi tau jika 'Jisung' adalah nama sang ayah, sudah lama tak ia dengar.

Laki-laki bernama Ren itu mengangguk, "Gak nyangka kamu udah gede aja."

"Gak nyangka juga Ibu ninggalin aku dengan cara begini..." Ren mengambil jemari Hitomi pelan, membelainya dengan senyuman.

"Kalo kemarin aku gak ada acara dadakan di sini, mungkin kita sekarang gak bakalan kenalan," kata Ren dengan wajah sendu, "aku seneng bisa kenal kamu di sini, tapi sedih banget kenapa aku ninggalin Eunbi waktu itu."

"Kak, udah takdirnya Kakak masih ada sampe sekarang. Ibu mungkin juga seneng Kak Ren masih hidup."

"Tapi rasa bersalah terus ngehantuin pikiran aku, Hitomi. Aku merasa kalo misalnya aku gak ada acara dadakan di sini, aku bisa tetep sama mereka. Sama Mbak Irene, Kak Seokjin, sama Eunbi. Aku jadi ngerasa kalo aku penyebab temen-temenku meninggal."

Hitomi menggeleng, "Enggak, Kak. Bukan Kakak yang salah."

"Dulu kalo misalnya aku gak ngenalin Eunbi ke Jisung, mungkin mereka gak akan nikah. Mungkin Eunbi gak akan terlibat kaya gini, aku nyesel udah terjerumus ke bandar karena ajakan Jisung."

[✓] RailroadsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang