Mencari pilihan itu bukan suatu perkara mudah; kalau bisa memilih, mungkin Hitomi Yoon bisa saja sudah membunuh dirinya sendiri dari lama karena tuntutan sang ibunda.
Mencari pilihan itu sebenarnya cukup mudah; Changbin Seo memilih untuk keluar dari...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hari-hari dilewati dengan begitu singkat, hingga tak sadar jika hari sudah menjelang malam. Meski sedari tadi rupanya tak terlihat sebab mendung, sang baskara akhirnya tunggang gunung digantikan sang dirgantara yang memamerkan rona biru, dengan nuansa awan kelabu bersuara gemuruh, sampai-sampai sang candra tak berani menampakkan cahaya otonom cemerlangnya.
Mobil Mercedes Benz silver, baru saja masuk ke dalam rumah berpagar tinggi berwarna arang yang terbuka secara otomatis. Setelah masuk, mobil itu diparkirkan di halaman rumah besar bak istana megah di tengah kota. Pria dengan setelan tuxedo mint keluar dari dalam mobil, setelah pintunya dibuka oleh penjaga yang menyambut kedatangan sang tuan ke dalam rumah.
Kakinya dilangkahkan menuju teras rumah, melewati tiga anak tangga ditengah bangunan pilar, diiringi dengan sambutan para pelayan yang menunduk sampai 90 derajat, dari pintu mobil sampai pintu utama rumah.
Pintu utama terbuka oleh pelayan yang juga masih banyak di dalam sana, membungkuk hormat ketika melihat tuannya pulang.
"Yang," Pria itu menoleh ke arah tangga, menampilkan sosok sang istrinya yang masih memakai pakaian rapi, sambil menggendong kucing peliharaan mereka.
"Rapi banget kamu, abis dari mana? Atau mau pergi?" tanya si pria berjalan menuju tangga dan menangkup wajah istrinya, memberikan kecupan di bibirnya singkat lalu menatap ain sang puan.
"Enggak, tadi dari butik Bunda," jawabnya, "abis ngecek cctv yang dikasih Mas Baekho."
"Udah ketemu pelakunya?"
Sang istri mengangguk sambil tersenyum, "Udah."
"Baguslah kalo udah ketemu." Pria itu menuntun wanitanya ke bawah, menuju sofa ruang tengah untuk sekedar mengobrol dengan santai.
"Gimana hari ini?" tanya sang tuan kepada sang istri yang tersenyum lagi setelah duduk di sofa.
Berniat menyuruh pelayan yang berada di dekatnya membuatkan minuman, tangan sang pria yang sudah mengangkat tanganya malah diturunkan lagi, lalu menatap sang istri yang tersenyum begitu manis.
"Maksud kamu?"
"Kerjaan kamu 'kan banyak, Yang. Market Ayah, restoran, sama mal apa tuh yang baru dibuka?"
Pria itu menghela napasnya panjang sambil terkekeh, "Mal Puri Town?"
"Iya! Kerjaan kamu banyak sampe ninggalin aku sama baby Woo."
Melihat wanitanya merengut, sang pria merengkuh tubuh seraya membelai perut wanitanya yang masih rata dengan pelan. "Maafin kalo aku sibuk, ya."
Tangannya membelai perut sang istri dengan lembut, meskipun masih rata, ada nyawa yang hidup di dalam sana. Penantian yang cukup membuatnya tak sabar melihat darah dagingnya sembilan bulan lagi.