O1. Pertemuan Pertama

357 42 5
                                    

Langit yang mulai mendung ditambah dengan rintik-rintik air hujan menemani langkah gadis manis dengan seragam sekolahnya––Hitomi Yoon atau biasa disapa Hitomi, siswi berusia enam belas tahun yang bersekolah di sekolah swasta khusus wanita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langit yang mulai mendung ditambah dengan rintik-rintik air hujan menemani langkah gadis manis dengan seragam sekolahnya––Hitomi Yoon atau biasa disapa Hitomi, siswi berusia enam belas tahun yang bersekolah di sekolah swasta khusus wanita.

Gadis itu agak sedikit mempercepat tungkai kakinya sambil menutupi sedikit kepala agar tidak terkena air hujan yang lama-lama makin deras. Langkah Hitomi makin lama makin terburu agar ia cepat sampai ke rumah. Tapi menurut gadis itu, bukan rumah. Tempat itu bisa saja dibilang neraka.

Hitomi tinggal berdua dengan sang ibu dan faktanya, Hitomi tidak menyukai ibunya. Orang yang seharusnya menjadi panutan bagi Hitomi, seseorang yang seharusnya menyayangi gadis itu dengan penuh cinta dan kasih sayang. Tapi bagi Hitomi, sang ibu tidak melakukannya. Itulah kenapa rumah yang menjadi tempat tinggalnya saat ini, ia sebut dengan neraka. Karena memang begitulah fakta sebenarnya.

Sambil sesekali memandang langit yang kian menggelap, langkah Hitomi tiba-tiba berhenti di depan palang pintu kereta yang loncengnya telah berbunyi. Kemudian palang pintu berwarna kuning-hitam itu turun, untuk memperingati jika sebentar lagi kereta akan melintas.

Hitomi hanya berdiri sambil menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memastikan belum ada kereta yang lewat. Mungkin jika Hitomi sabar, ia akan diam berdiri di sana sambil menunggu kereta lewat atau menunggu di pos jaga. Namun karena gadis itu sudah di tunggu oleh sang ibu di rumah, ia juga jadi merasa panik.

Disekitar Hitomi juga tidak ada siapa-siapa selain dirinya, mungkin saja bapak penjaga palang pintu yang berada di pos jaga––tak jauh dari tempat Hitomi berdiri––tidak akan keberatan jika ia menerobos palang pintu sesekali.

Hitomi menunduk melewati bawah palang pintu dan berlari kecil menyebrangi rel kereta api, tak lupa ia sambil melihat kanan-kiri untuk selalu memastikan sekali lagi kereta memang belum melintas dekat dengannya. Saat gadis itu berlari menyebrangi rel, ia tertabrak oleh laki-laki yang juga ikut berlari dari arah seberang,

"Ak!" // "Astaga!"

"Mas, maaf ya saya gak lihat."

"Eh ... gak apa-apa, Mbak. Maaf juga ya, saya juga buru-buru."

Tatapan mata Hitomi bertemu dengan netra laki-laki itu. Rambut undercut hitam dengan sorotan mata yang tajam. Satu kalimat yang langsung tersimpan dibenak Hitomi adalah; tampan, seram, dan mengintimidasi.

Tubuh laki-laki itu lebih besar darinya, walaupun tidak terlalu tinggi. Hitomi bisa melihat jika laki-laki itu––yang juga menatapnya juga––memiliki tubuh yang keras, karena senggolan di pundak Hitomi cukup membuat gadis itu terhuyung ke belakang saat tertabrak.

Tatapan Hitomi dengan laki-laki itu tak berlangsung lama, karena mereka sama-sama sedang berlari sekaligus menghindari kereta yang sebentar lagi akan melintas. Sesampainya Hitomi di seberang, Hitomi menoleh lagi ke arah laki-laki itu di seberang sana, punggung laki-laki itu terlihat begitu tegap.

[✓] RailroadsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang