Fifty

196 15 0
                                    

Pagi ini mereka bertiga sampai di tempat tujuan. Yakni di salah satu pelosok desa terpencil yang tentu berada jauh dari negara asal mereka. Jika kebanyakan orang kaya akan pergi ke pulau miliknya dengan segala kemewahan yang sudah di setting sedemikian rupa, maka berbeda dengan Via. Dia lebih memilih untuk tinggal di sebuah desa terpencil dan akan berbaur dengan masyarakat yang hidup apa adanya.

Sebut saja secret village. Tidak banyak orang tau tentang keberadaan desa terpencil ini. Hanya orang dalam saja yang tau tentang desa ini. Bagaimana Via tau? Entahlah, sepertinya mudah saja baginya yang memiliki otak cerdas. Desa ini benar-benar tidak dapat dijangkau oleh orang luar selain Via mungkin. Pasalnya entah mengapa desa ini sama sekali tidak tercantum di google maps.

Kini Via bersama Blazz dan adiknya yang bernama Melvanda sudah berada di rumah mereka. Tidak terlalu besar, tapi tidak terlalu kecil juga. Rumah satu lantai dengan segala keasriannya. Rumah itu dominan berwarna hitam, abu-abu, dan putih. Terdapat sebuah ruang tamu, ruang makan, dapur kecil, tiga kamar tidur dengan kamar mandi disetiap masing-masing kamar, halaman depan yang beralaskan rumput gajah dan ditanami beberapa tanaman hias dan bunga-bunga, dan terdapat juga kebun belakang rumah yang akan dokter Blazz gunakan untuk menanam tanaman herbal nantinya.

"Vi, lo mau nempatin kamar sebelah mana?" Tanya Blazz.

"Kamar depan aja deh bang kayaknya."

"Melva mau kamar tengah."

"Yaudah kalau gitu abang kamar belakang. Berhubung udah pada gede, kalian kemasin barangnya sendiri aja."

"Ya iya kali bang, lagian siapa juga yang mau merintahin abang." Sewot Melvanda.

"Iya deh iya, percaya abang mah sama kamu."

"Harus dong."

Mereka pun mulai mengemasi barang dan membereskan rumah. Dari mulai membersihkannya, dan menata barang beserta perabotannya.

Butuh waktu sekitar tiga jam untuk mengemas rumah. Hal itu membuat ketiganya kehabisan tenaga dan memilih untuk istirahat di sofa ruang tamu. Di sini tidak ada televisi, ponsel pun tidak akan bisa digunakan di sini. Kenapa? Karena memang tidak ada jangkauan signal yang masuk. Jika kita ingin menghubungi seseorang, maka harus pergi ke satu-satunya telfon umum yang berada di pusat desa.

"Gila capek banget anjir. Mana hp nggak bisa digunain lagi."

"Ngeluh mulu hidup lo Mel."

"Diem deh lo Vi. Kaya nggak pernah ngeluh aja lo."

"Seenggaknya nggak sesering lo."

"Kok ngeselin sih."

"Bodo amat Mel bodo amat!"

"Udah woy, berantem mulu. Mending sekarang kalian mandi abis itu kita jalan-jalan."

"Yeay jalan-jalan." Sorak mereka berdua bak anak kecil.

Tak mau menunda-nunda, mereka berdua langsung beranjak dari sofa. Hanya butuh waktu sekitar limavelas menit mereka pun sudah keluar dengan baju santainya. Blazz dengan celana jeans hitam dan hoddie hitamnya, Melvanda dengan celana jeans pendek sepaha dipadukan dengan kaos putih dan kemeja pink oversize nya, dan Via dengan kaos hitam dipadukan dengan jeans hitam yang robek dibagian lututnya. Tak lupa Via membawa kamera.

Mereka pun menelusuri desa itu. Desa yang nyaman dengan penduduk yang sangat ramah. Desa ini sama dengan desa pada umumnya. Hanya saja desa ini lebih tertutup dan tidak diketahui orang luar.

Saat ini mereka sedang berada di kebun teh. Udaranya yang sejuk membuat siapapun betah berlama-lama di sini.

"Vi fotoin gue dong."

VIANDRA [END]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang