Thirthy Two

240 21 2
                                    


Pagi sekali Via sudah bangun dari tidurnya. Bukannya merasa baikkan, pusing kepala Via justru bertambah dan membuatnya tersiksa dipagi hari seperti ini.

Setelah mandi dan solat subuh tadi, Via langsung mengambil P3K nya dan meminum obat untuk meringankan rasa pusingnya itu.

Setelah dirasa lebih baik, Via segera bersiap untuk berangkat sekolah tanpa memperdulikan kondisinya. Dengan segera ia turun untuk sarapan.

"Loh Vi, kamu itu masih sakit nggak usah sekolah entar kalo kenapa-napa gimana??"

"Nggak bisa mom, Via hari ini ada ulangan dan nggak bisa ditinggalin." Alibi Via, dia hanya tidak mau dikurung seharian seperti terakhir kali karena itu akan membuatnya semakin sakit.

"Tapi kondisi kamu lagi babak belur gitu loh. Emang nggak bisa izin dulu apa?"

"Ngga usah cemasin Via mom, Via nggak apa-apa kok. Kan Via udah biasa kaya gini."

"Yaudah terserah kamu aja Vi tapi kamu ngga usah bikin masalah dulu, kamu belum sembuh. Oke!?"

"Iya mom."

"Kalo gitu kamu mau makan pake apa?"

"Roti selai sama susu aja mom, soalnya pipi Via sakit buat banyak gerak." Kata Via dan Citra pun langsung membuatkan roti selai coklat dengan segelas susu putih.

"Ini, makan yang kenyang biar cepet sembuh." Kata Citra sambil menyodorkan piring berisi dua tangkup roti dan segelas susu.

"Makasih mom."

"Sama-sama sayang."

Dengan cepat Via menghabiskan sarapannya itu lalu bergegas pergi ke sekolah. Sebenarnya ini masih sangat pagi tapi entahlah kenapa Via ingin segera sampai di sekolahnya.

Via berangkat menggunakan motor kesayangannya. Dengan kecepatan di atas rata-rata mobil tersebut melaju membelah jalanan kota yang belum terlalu padat. Sekarang masih pukul 06.10 jadi belum banyak kendaraan yang berlalu lalang dan itu memudahkan Via agar cepat sampai.

Tepat pukul 06.15 Via sampai di sekolah. Belum banyak yang datang. Bahkan masih bisa dihitung jumlahnya. Melihat kedatangan Via membuat mereka terheran-heran. Pasalnya pentolan sekolah yang satu itu belum pernah datang sepagi ini dan jangan lupakan hansaplas, kain kasa, dan perban yang menempel di mana-mana membuat mereka diliputi rasa penasaran yang besar.

"Udah gue duga. Mereka pasti bakal ngomongin gue lagi. Huft, ngga ada kerjaan banget sih." Gerutu Via.

Dengan langkah lebar Via segera beranjak menuju kelas. Untuk apa? Tentu saja untuk tidur. Memangnya apa lagi yang akan ia lakukan selain tidur disaat kondisinya yang seperti ini ditambah pusing di kepalanya yang tak kunjung reda itu.

'Waktunya semakin dekat menuju nerakamu Via, kebahagiaan yang selama ini lo rasain ngga akan bertahan lama setelah apa yang kami dapat berada di genggaman kami. Tunggu saja tanggal mainnya baby.' Kata seseorang yang dari tadi mengamati setiap pergerakan Via di balik pintu kelas dan langsung pergi begitu saja saat dirasa tidak ada yang penting lagi.

Beberapa menit sudah Via tidur dan tiba-tiba saja....

"DOR!!!!"

"Bangs*t! Anjir lo, gue lagi enak-enak tidur juga!! Kalo gue tiba-tiba serangan jantung gimana!?? Emang lo mau tanggung jawab!?" Geram Via kesal.

"Ya maap, khilap tadi." Katanya tanpa dosa sedikitpun.

"Bego sih lo jes. Udah tau si Via lagi tidur malah lo kagetin." Kata Jennie.

"Gue kira dia pura-pura, makanya gue kagetin. Tau gini gue nggak ngagetin nih anak."

"Itu lo kenapa Via? Kok udah kaya mumi aja lo." Tanya Siska.

"Kemarin ada sedikit accident, makanya gini."

"Berantem?" Tanya Jennie.

"Bukan."

"Lah terus kenapa?" Tanya Jesika.

"Ish kepo banget sih kalian, lagian nggak penting juga gue ngasih tau kalian kan."

"Jelas penting Vi, kan lo sahabat kita masa lo kaya gini kita diem aja kan nggak mungkin." Timpal Siska.

"Huft, ini kemarin gue jatoh dari tangga di Dufan."

"Buahahahahaha kocak banget anjir. Gimana ceritanya orang pecicilan kayak lo bisa nyungsep dari tangga?? Hahaha nggak nyangka gue, ternyata lo bisa jatoh juga." Kata Jesika sambil tertawa terbahak-bahak.

"Gue juga manusia pe'a!!"

"Iya juga sih, cuman kocak aja dengar lo kaya gini."

"Gini nih yang dinamain temen laknat, temennya kena musibah bukannya di hibur kek apa gitu malah diketawain mana ngakak pula ketawanya." Dengus Via yang membuat ketiganya kembali tertawa. Entahlah mereka padahal hanya hal kecil, tapi membuat Via merasakan kehadirannya benar-benar dianggap.

"Eh lo pada udah ngerjain tugas fisika?" Tanya Jesika.

"Belum." Jawab Siska dan Via.

"Gue udah tuh, ambil aja." Jawab Jennie.

"Yaampun baik banget kamu Jen, makin sayang deh." Kata Jesika.

"Lebay anjir."

Mereka pun segera menyalin jawaban Jennie kecuali Via. Kepalanya sangat sakit membuatnya sangat malas mengerjakan tugas itu.

"Lo nggak ngerjain Vi?" Tanya Jennie.

"Nggak lah males gue." Jawabnya kembali memejamkan matanya tapi tidak sampai tertidur.

Setelahnya, guru pun masuk kelas membuat kelas yang semula sangat berisik bagai pasar hewan sekarang hening bagai kuburan.

"Baiklah anak-anak sekarang kalian kumpulkan tugas kalian yang minggu lalu bapak berikan."

Dengan segera mereka mengumpulkan tugasnya kecuali Via.

"Via! Di mana buku tugasmu? Kenapa kamu tidak mengerjakan? Apa kamu tau konsekuensinya?" Tanya guru itu.

"Hmm mager pak."

"Kamu itu ke sekolah tujuannya ngapain sih? Di sini itu tempatnya orang belajar bukannya malas-malasan kaya kamu."

"Yaudah mending saya pergi aja, toh PEMALAS nggak dibutuhkan kan? Anda hanya akan mengajar pada anak-anak yang rajin bukannya pemalas seperti saya. Jadi selamat mengajar."

"Diam di sana!! Kamu itu tau tata krama tidak?? Atau waktu kecil kamu tidak diajarkan tata krama sama orang tua kamu? Kemana saja mereka sampai tidak sempat mengajarkan tata krama pada anaknya?"

"Diam!! Anda tidak pernah mengetahui apa pun tentang kehidupan saya ataupun keluarga saya! Jaga mulut anda itu. Nggak usah sok tahu! Anda hanya orang asing yang mengenal saya sebagai PEMALAS tidak lebih. Jadi tidak usah sok tau kalau anda saja hanya mengenal saya sebagai pemalas tanpa tau sikap saya yang lainnya. Anda tidak berhak untuk mencela orang tua saya. Siapa anda berani mengkritik mereka? Bahkan saya sendiri tidak pernah melakukannya tapi anda melakukannya. Lucu sekali anda yang tidak mengenal saya dan tidak melihat kehidupan saya tapi bisa mengkritik bahkan sok tau seakan-akan anda ikut mengalaminya juga. Saya tekankan pada anda, jangan membawa nama orang tua jika anda memiliki masalah pribadi dengan saya. Ini masalah pelajaran bukan masalah rumah tangga. Jadi anda tidak usah menyeret mereka dalam masalah seperti ini. Jika sekali lagi saya mendengar anda mencela orang tua saya, maka saya tidak bisa menjamin kebahagiaan terus ada di pihak anda karena saya sendiri yang akan menghancurkannya. Camkan baik-baik itu!!" Kata Via sangat tenang namun di setiap ketenangannya itu terselip makna tertentu membuat semua yang mendengar merinding dibuatnya.

"M-maafkan bapak Vi. B-bukan i-itu maksud saya. Hanya--"

"Cukup! Saya muak mendengar alasan anda. Tugas anda hanya tinggal merenungi perkataan saya tadi. Tidak lebih!" Peringat Via yang sekarang pergi dari kelas.

Dengan rasa sakit yang semakin bertambah kini Via menyusuri lorong demi lorong menuju rooftop. Karena sakitnya yang bertambah, ia pun mempercepat langkahnya itu. Dengan cepat ia menuju rooftop.Namun saat berada di tangga, tiba-tiba ada.......

VIANDRA [END]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang