14. Kangen

317 60 1
                                    

"Iya, aku baik-baik aja kok disini," ucapku setengah berbohong.

"Tapi muka kamu tu gak keliatan seseger biasanya. Mata kamu juga agak bengkak tuh, kayak habis nangis beberapa jam yang lalu."

Hebat sekali Fani, gumamku. Bisa-bisa nya sepupunya Adnan ini menduga seperti itu, dan itu memang kenyataan. Kalau sendiri dan teringat Almarhumah Mama, air mataku selalu ingin keluar, intensitas tangisnya memang tidak tinggi, tapi terbilang sering.

"Kamu gak pernah berubah, ya, Fan? Suka sok tau," ujarku sembari terkekeh.

"Sha, kami kangen tau, biasanya weekend gini kita jalan-jalan bareng kamu," katanya dengan lirih.

"Betul itu! Gak ada Nasha sepi!" teriak Icha yang ada dibelakang Fani.

Sekarang aku ingin menangis lagi. Panggilan video seperti ini tidak benar-benar mengobati rinduku pada sahabat-sahabatku di Kalsel. Setiap weekend begini biasanya kami suka jalan-jalan, entah itu kekafe, tempat-tempat wisata, bahkan kekajian, meskipun itu baru kami lakukan sejak dua minggu terakhir sebelum aku meninggalkan kota kelahiranku itu. Itulah salah satu penyebab juga aku merasa sedih, aku baru mengawali hijrah, namun sudah ditimpakan musibah seperti ini yang memaksaku untuk berpisah dari teman-teman seperjuanganku.

"Sha? Kok nangis?" tanya Fani dengan raut khawatir.

Tanpa kusadari air mataku jatuh lagi, namun buru-buru aku menyekanya, dan memaksakan senyum pada Fani dan yang lainnya yang ada di panggilan video itu.

"Aku juga kangen banget sama kalian, aku pengin banget balik ke Kalsel, biar bisa bareng lagi sama kalian," lirihku.

"Aku juga kangen kamu, Sha." Tiba-tiba ada suara lelaki yang menyahut.

Aku merasa tak asing dengan suara itu? Itu Adnan!

Fani tersenyum sembari mengarahkan kamera kearah Adnan, hatiku entah kenapa bergetar saat melihat wajahnya. Kini kamera itu ada ditangan Adnan. Tadinya ku pikir hanya ada Fani dan teman-teman perempuanku saja, tau-taunya Adnan juga ikut.

"Kangen gak sama Adnan?" Alisnya naik turun membuatku terkekeh.

"Iya, kangen," jawabku malu-malu.

"Iya, tau kok, Adnan memang suka bikin kangen," ujarnya kepedean.

"Kangen mau marahin kamu!" ketusku bercanda diiringi tawa dari teman-teman yang lain.

Ekspresi Adnan berubah kecut. "Huu masih aja galak, kirain kalau udah ke Jakarta, gak galak-galak lagi sama cowok."

Aku tertawa lagi. Kalau video call dengan mereka, perasaanku selalu bercampur-campur, kadang ingin menangis kadang juga tertawa.

"Aku galak cuma sama kamu doang, abisnya suka nyebelin."

"Oya Sha, kamu tau gak?"

Aku mengernyitkan alis, pertanyaan macam apa itu? Pikirku.

"Gimana bisa tau kalau gak dikasih tau," jawabku.

Kedua sudut bibir Adnan naik membentuk senyum simpul sebelum berkata, "Aku udah jadian sama Yura."

Dia mengarahkan kameranya pada sosok gadis disampingnya, ternyata benar, itu Yura. Hatiku mendadak kembali remuk dibuatnya.

"Halo, Sha," sapanya dengan ramah.

Aku hanya bisa membalasnya dengan senyum kecut. Dia dan Adnan duduk sangat berdekatan, bahkan Adnan sok-sok-an bersandar dibahunya Yura dengan manja.

Aku sangat kesal melihatnya, sudsh berkali-kali dia kuperingatkan agar tidak berpacaran tapi tetap saja melanggar.

"Ayo, Sha, cepet bikin si Arga Arga itu suka sama kamu, biar ada pasangannya juga," ujar Adnan sok menasihatiku.

Life Is Boring (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang