16. Manda?

294 51 0
                                    

Dugaanku kalau Manda sedang sakit itu ternyata benar adanya. Disaat aku, Vika, dan Jesslyn tengah masuk ke ruang UKS, disaat yang bersamaan itu pula Ayahnya Manda datang untuk membawa Manda yang masih pingsan itu pulang. Alhasil hari ini Manda tidak jadi masuk sekolah. Tadi aku sempat bertanya pada Ayahnya Manda tentang sakit yang diderita Manda itu penyakit apa, tapi belum sempat dijawab, ucapan Ayahnya Manda justru terpotong oleh suara panggilan Vino sang ketua kelas, dia mendesak kami agar segera masuk kelas karena pagi ini ada ujian dadakan dari Pak Banu.

Jujur, aku sangat penasaran sekali. Manda seperti menyembunyikan sesuatu dariku dan yang lainnya. Karena rasa penasaran ini memaksaku untuk mencari tau, alhasil aku mencoba mengecek laci meja Manda. Ternyata disana ada sebuah buku bersampul biru muda, sepertinya itu buku diary. Dengan ragu aku mengambil buku itu, Manda pasti tak sengaja meninggalkannya dilaci saat sebelum upacara tadi pagi di mulai. Ayahnya pun juga pasti tidak sempat mengecek ke laci meja saat mengambilkan tas Manda tadi.

Aku merasa sangat ragu untuk membukanya, karena ini buku harian orang lain, tapi aku juga sangat penasaran.

"Buku apa itu, Sha?" tanya Jesslyn saat melihat aku tengah menatap buku itu dengan dalam.

"Bukunya Manda, ketinggalan di laci, kayaknya buku harian deh," jawabku memutar-mutar buku itu, menelisiknya dari sisi ke sisi dan sudut ke sudut.

"Terus mau kamu apain?" Jesslyn bertanya lagi.

"Mau di jual, Jes, lumayan buat nambah uang jajan," sahut Vika asal.

"Iya, biar bisa bayar hutang sama aku," timpal Jesslyn memutar bola mata malas.

"Yaelah, Jess. Hutang lima ratus juga pakai di ingat segala," elak Vika yang mengerti dengan maksud timpalan Jesslyn.

"Ihh jangan ngomongin hutang dulu. Ada hal yang lebih penting yang mau aku omongin," selaku.

"Apa? Kamu mau bayarin hutangku?" tanya Vika.

"Bukan."

"Mau ngutang ke Jesslyn juga?"

"Bukan, ini lebih penting."

"Apa jangan-jangan kamu juga punya hutang lagi sama Jesslyn?" tuduhnya semakin ngawur.

"Apaan sih Vik, hutang mulu yang di omongin, emang aku ini rentenir apa?" Jesslyn memutar bola mata malas.

"Bukan rentenir sih, tapi pudangan."

"Pudangan?" ucapku dan Jesslyn bersamaan, kami sampai mengernyitkan alis karena gagal paham.

Vika mengangguk pasti sebelum dia sudah cekikikan sendiri. "Penyimpanan uang cadangan, hahaha." Gadis itu tertawa begitu saja.

"Huu enak aja kamu. Pokoknya hutang lima ratus yang hari ini sama seribu yang kemarin dan kemarin-kemarinnya lagi harus diganti. Totalnya jadi dua belas ribu lima ratus."

"Ya ampun, pakai di inget segala. Iya iya deh, nanti diganti lima puluh ribu. Jadi kalau kapan-kapan ibu kantin gak punya kembalian lagi, nanti bisa di pake lebihnya itu," ujar Vika terkekeh.

"Lain kali nyetok duit receh, Vik. Jajan suka recehan tapi duit gede mulu yang dibawa."

"Udah-udah. Nanti aja dilanjut lagi masalah duitnya. Sekarang aku mau ngomong serius sama kalian," ucapku menghentikan perdebatan singkat unfaedah itu.

"Ngomong apa sih, Sha? Seserius apa?" tanya Vika.

"Kalian sempat ngomong 'kan kalau ngerasa ada yang Manda sembunyiin?"

Jesslyn dan Vika mengangguk bersamaan.

"Aku juga ngerasain hal yang sama. Sadar gak kalian, sakitnya Manda ini kaya bukan sakit biasa. Tiap hari dia kek lemes terus, gak seseger kita-kita. Tadi pagi sebelum dia pingsan, aku sempat ngeliat ada noda kayak lebam gitu ditangannya."

Life Is Boring (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang