44. Menyesal

387 51 0
                                    

Seluruh fasilitas Arga telah di sita total oleh sang Papa karena Arga tak mau menuruti kemauan Papanya yang menyuruhnya untuk ikut pindah agama. Kini dia hanya bisa tinggal di sebuah kost-an kecil dengan fasilitas seadanya. Motornya pun turut disita, hal itu juga membuatnya harus mengeluarkan lebih banyak biaya untuk bayar angkot setiap kali mau berangkat sekolah.

Arga merasa stres. Dia tau sebentar lagi ujian akhir datang. Namun rasa gundah yang sekarang membuncah mendorongnya untuk membolos keluar kelas dan menyendiri di atas rooftop sekolah. Rooftop ini juga merupakan salah satu tempat yang memiliki kenangan baginya dan Nasha.

Pikiran Arga terasa sangat kacau. Dia selalu teringat pada Nasha yang biasanya menjadi tempat dia berbagi cerita. Nasha juga yang selalu memberikannya nasihat hingga hatinya merasa lebih tenang. Arga merindukan sosok itu. Apa pantas setelah dia menyakiti Nasha lalu dia merindukannya?

Perasaan bersalah pada Nasha, stres untuk masalah keluarga, Mamanya yang tengah drop di rumah neneknya, dan Papanya yang memaksanya untuk pindah agama sampai-sampai menyita seluruh fasilitasnya membuat pikiran Arga terasa sangat kacau. Sekuat-kuatnya dirinya sebagai seorang lelaki, tetap saja dia bisa menangis.

Arga mengusap air matanya yang telah jatuh begitu saja. Tangannya meyentuh kepalanya yang terasa berat menanggung banyak beban. Dia juga memikirkan keputusannya yang menolak keinginan Papanya. Sebenarnya dia bisa saja memilih untuk kembali hidup enak hanya dengan menerima tawaran Papanya untuk keluar dari islam, tapi entah mengapa Arga merasa tak bisa melakukannya. Setelah dia belajar dan menyadari betapa indahnya islam, hatinya sudah terlanjur jatuh cinta. Arga sadar, mungkin inilah ujian untuk keimanannya. Dia ingat Nasha pernah bilang kalau seseorang ingin hijrah, pasti akan ada ujian yang akan membuktikan seberapa kuat sudah keimanan seseorang itu.

Kembali teringat Nasha. Nasha seolah tak bisa diusir dari pikirannya. Gadis itu selalu hadir dalam ruang memorinya. Ada rasa tidak ikhlas di hatinya karena kini telah berpisah dengan Nasha. Ada sejuta penyesalan di hatinya karena telah menyakiti gadis sebaik Nasha.

"AARRRGGGHHHHH!!"

Arga berteriak kencang.

"Ada apa sama hidup gue sekarang?! Kenapa semuanya jadi kacau?!"

Dia mengacak asal rambutnya.

***

Nasha, Manda, Vika, dan Jesslyn tengah belajar bersama di perpustakaan. Raya juga ikut bersama mereka. Semenjak hubungan Raya dan Nasha yang sudah membaik, teman-teman Nasha jadi ikut akrab dengan Raya. Raya merasa tak memiliki teman setelah dia memutuskan untuk hijrah. Banyak yang menjauhinya karena dia sudah tak mau lagi di ajak melakukan berbagai hal yang hanya akan membuatnya semakin jauh dari Allah. Raya sadar pergaulan adalah sumber utama yang mengarahkan dirinya akan menjadi baik atau buruk. Untuk saat ini Raya lebih senang berteman dengan teman-temannya Nasha yang bisa menerimanya apa adanya.

"Manda, tangan lo kenapa?" tanya Raya saat melihat ada bercak-bercak merah di tangan Manda yang tengah memegangi buku yang dibacanya itu.

Manda pun langsung melihat tangannya. Nasha, Vika, dan Jesslyn pun ikut menoleh.

"Bercaknya muncul lagi, mungkin karena aku agak kecapean." Manda pun baru menyadarinya.

"Kok bisa gitu sih? Apa gara-gara kanker itu?" tanya Raya lagi.

Manda mengangguk. "Kalau kecapean emang suka kambuh, tapi gakpapa kok, udah biasa," ujar Manda santai dan tersenyum.

Raya merasa terenyuh. Dia tak dapat membayangkan bagaimana Manda menjalani setiap harinya dengan mengemban rasa sakit yang tak tau kapan akan berakhir, apalagi di bayang-bayangi kematian yang seolah terasa sangat dekat.

Life Is Boring (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang