3. Keluarga baru

504 78 5
                                    

Hari ini adalah hari pertama ku di Jakarta bersama Papa. Setelah dari Bandara Soekarno-Hatta kami menaiki taksi untuk menuju rumah. Kami berangkat setelah melaksanakan acara tahlilan tiga hari kematian Mama di Kalsel. Kata Papa, tahlilan tujuh hari nya akan di selenggarakan di rumah Papa yang ada disini.

Untuk tahlilan seperti ini mungkin bagi sebagian orang adalah tindakan yang salah karena dia adalah bid'ah. Tapi aku pernah belajar mengenai bid'ah ini, Bid'ah itu adalah sesuatu yang tidak ada nash-nya dalam al Qur'an dan hadits, dan dia terbagi menjadi dua. Yang pertama disebut bid'ah hasanah jika sesuai dengan al Qur'an dan hadits. Yang kedua, bid'ah sayyi'ah, jika bertentangan dengan al Qur'an dan hadits. Sementara tahlilan ini tujuan baik, diantara nya berdzikir, membaca Al-Qur'an serta bersedekah memberikan makan yang kemudian pahala nya dihadiahkan untuk si mayyit. Dan selama tidak memberatkan maka tidak masalah jika ingin menyelenggarakan nya, karena yang terpenting adalah do'a kita untuk si mayyit. Sama hal nya seperti peringatan Maulid Nabi. Terdapat perbedaan pendapat para ulama mengenai hal semacam ini, tetapi kembali lagi pada diri kita masing-masing. Ikuti pendapat ulama yang kita yakini. Perbedaan pendapat bukan untuk saling menang-menangan.

Aku memang anak nya cenderung bobrok, tetapi aku bersyukur karena memiliki teman-teman yang suka mengajakku pada kebaikan. Bersama mereka aku sering diajak pergi kajian bersama. Rasanya lebih semangat ketika pergi kajian bersama teman-teman. Diantara mereka semua mungkin aku lah yang paling jauh dari kata sholehah, tetapi aku masih berusaha untuk itu.

Acil Yati pun hari ini juga sudah bertolak ke Arab Saudi untuk kembali pada pekerjaan nya. Aku bersyukur saat Mama pergi untuk selama nya, Acil Yati tengah datang kerumah ku hingga aku tidak benar-benar sendiri sampai Papa menjemputku. Mungkin akan lebih sulit bagiku jika aku hanya sendirian. Sampai sekarang pun aku masih tidak menyangka akan kematian Mama yang begitu mendadak. Hati ku masih saja bergerimis hingga sekarang. Di depan orang-orang aku akan berusaha untuk terlihat tegar meskipun sebenarnya aku begitu rapuh.

Sepanjang perjalanan menuju rumah, aku selalu menatap keluar jendela, menatap gedung-gedung yang tinggi menjulang. Ini menjadi kali pertama ku melihat pemandangan seperti ini secara langsung. Aku tidak pernah menduga akan merasakan bagaimana padat nya kota Jakarta.

"Gimana Sha? Seneng gak ikut Papa ke Jakarta?" tanya Papa.

Aku menoleh menatap Papa dengan senyum ku. "Iya Pah," jawab ku.

Papa pun ikut tersenyum. "Kalau diperhatikan, wajah kamu mirip dengan Papa ya. Akhirnya Papa bisa melihat senyum salah satu anak Papa yang cantik ini secara langsung. Telah lama Papa merindukan kamu, betapa Papa ingin melihat kamu tumbuh menjadi sosok anak yang kuat. Mama mu memang orang yang baik, Papa dapat melihat sosok nya melalui diri mu."

Aku terharu mendengarnya. "Pa, sebenarnya dari tadi Nasha kepikiran sesuatu."

Sejujurnya aku ingin menggunakan kata 'ulun' ketika menyebut diriku ke Papa, tetapi rasanya aneh saja karena yang pasti Papa tidak akan terbiasa. Kalau di Kalsel, menggunakan kata 'aku' kepada orang yang lebih tua, dinilai kurang sopan. Begitu juga yang kini ku rasakan. Ini hanya tentang kebiasaan. Aku pun tau, bagi orang-orang disini, menggunakan kata 'aku' kepada yang lebih tua, itu sah-sah saja. Sekali lagi, ini hanya tentang kebiasaan. Alhasil aku lebih memilih menyebutkan nama ku sendiri ketika berbicara dengan Papa, meskipun menurutku kesan nya terdengar manja.

"Kepikiran apa Sha?"

"Nasha pernah denger, kematian mendadak itu adalah tanda kemurkaan Allah. Kemarin Mama meninggal nya mendadak, gak ada sakit sebelum nya Pa, Nasha takut..." aku merasa kesulitan melanjutkan kalimatku. Setiap mengingat Mama, aku selalu saja ingin menangis.

"Sha," panggil Papa memotong ucapan ku.

Aku menatap Papa, mendengarkan nya yang ingin berbicara.

"Dengarkan Papa." Papa menjeda ucapan nya sejenak. "Dari ‘Aisyah bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda⁣, 'Kematian mendadak adalah istirahat bagi mukmin dan penyesalan bagi orang kafir' Hadits Riwayat Ahmad dan Ibnu Syaibah dalam Mushannafnya. Hal ini dijelaskan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, beliau berkata, 'Pada sebagian hadits terdapat dalil mengenai kematian medadak yang akan banyak pada akhir zaman. Yaitu penyesalan bagi orang fajir dan istirahat bagi orang mukmin. Terkadang seorang mukmin tertimpa dengan kematian mendadak seketika. Ini adalah bentuk istirahat dan kenikmatan dari Allah. Akan tetapi tentu saja ia sudah menyiapkan (amal shalih), istiqamah dan bersiap-siap menghadapi kematian dan bersungguh-sungguh dalam kebaikan, kemudian ia meninggal dalam keadaan baik dan melakukan amal shalih, maka ia istirahat dari beban dunia, kelelahan dan penderitaan sakratul maut. Terkadang juga menimpa orang fajir, maka ini menjadi penyesalan baginya, meninggal mendadak dalam keadaan buruk."

Life Is Boring (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang