|♪| 𝐊𝐌 𝟓𝟕 𝐝𝐚𝐧 𝐁𝐚𝐧𝐝𝐮𝐧𝐠

697 103 95
                                    

Mobil Sean baru saja berhenti di halaman rumah Nadira. Setelah turun dari mobil, langkah pria itu sedikit dipercepat sebelum akhirnya berhenti di depan pintu utama rumah Nadira lalu mengetuknya pelan.

"Assalamu'alaikum, Oma," Sean sedikit berteriak agar Oma Nadira mendengar suaranya.

Tidak butuh waktu lama, kini pintu bercat coklat itu terbuka dan menampilkan sosok wanita tua yang tidak lain adalah Oma Nadira. Saat melihat kedatangan Sean, Oma tersenyum lantas mempersilahkan Sean untuk masuk.

"Nadiranya dimana Oma?" Sebenarnya Sean tidak perlu bertanya karena pasti Nadira berada di kamarnya.

Benar saja.

"Di kamarnya, kamu tolong jagain sebentar ya. Oma mau buatin makanan buat dia."

Sean mengangguk kemudian membiarkan Oma pergi ke dapur sementara Sean memilih naik ke lantai dua. Dimana kamar Nadira berada. Tidak perlu waktu lama untuk menemukan kamar Nadira. Meski Sean baru dua kali masuk ke kamar gadis itu. Yaitu saat Nadira pingsan saat duduk di bangku SMA dan kemarin saat perempuan itu jatuh sakit. Lagi pula, kamar Nadira terletak sangat dekat dengan tangga menuju lantai dua. Hanya perlu berjalan beberapa langkah saja.

Sebelum membuka pintu kamar, Sean sempat mengetuknya pelan. Seolah memberi kode pada Nadira akan kehadirannya. Baru setelah itu tangannya terulur untuk membuka pintu kamar gadis itu.

"Dir."

Saat masuk, Sean mendapati Nadira yang tengah terbaring di ranjangnya sembari menatap ke arah Sean yang berjalan dari arah pintu.

"Kamu kok kesini?"

Suara Nadira terdengar lemas. Sean lantas memilih duduk di kursi kecil yang ada di sisi ranjang gadis itu. Tangannya terulur untuk memeriksa suhu di dahinya.

"Lo demam?" Tanyanya.

Nadira kemudian menggangguk. Pemuda tampan yang berada di samping Nadira itu kemudian mengambil kain basah yang diletakkan di atas nakas. Kemudian menaruhnya perlahan ke atas kening Nadira. Mengompresnya, seperti yang dilakukan pada umumnya.

"Abis ngapain si lo, kok bisa demam begini?"

Nadira tersenyum tipis, "Kena angin malem kayaknya. Terus kemarin mandi malem-malem juga, hehe."

Sean berdecak pelan, namun dengan telaten kembali mencelupkan kain basah yang mengering tersebut ke dalam air dingin. Kemudian meletakkannya lagi di dahi Nadira. Melihat Sean yang tetap perhatian padanya, membuat Nadira tak bisa menahan senyumnya tentu saja.

"Oma ganggu ya?"

Suara Oma terdengar diiringi dengan kekehan selagi meletakkan nampan berisi bubur dan segelas air serta obat untuk Nadira. Mendengar ledekan Oma, respon Nadira tersenyum senang sementara Sean tersenyum tipis sesaat.

"Nak, kamu bisa kan tolong suapin Nadira? Oma mau ke bawah dulu."

"Iya Oma."

Oma kemudian mengusap rambut Nadira sebelum bergerak ke arah pintu kamar untuk meninggalkan dua anak muda tersebut. Tepat sebelum melangkah keluar dari kamar, Oma berhenti untuk mengatakan sesuatu.

"Oiya, jangan lupa obatnya ya. Kalo dia gak mau paksa aja ya, Nak Sean." Pesannya sebelum benar-benar keluar dari kamar Nadira.

Tidak lama setelah Oma Nadira pergi, Sean membantu Nadira bersandar pada headboard ranjang, kemudian beralih untuk mengambil mangkuk putih berisi bubur yang dibuat oleh Oma. Ketika tangan Sean terulur untuk menyuapi Nadira, perempuan dengan wajah yang sedikit pucat tersebut tersenyum sebentar sebelum menerima suapan bubur Sean.

Choir [HUNRENE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang