Setelah acara pelukan Sean dengan Arin, tidak lama setelah itu Raka kembali dan menemukan keduanya masih dalam keadaan saling memeluk. Spontan, Raka melerai pelukan keduanya dan menatap Sean garang. Seusai itu, mereka kembali ke mobil untuk pulang ke rumah Nenek. Sampai di sana, Papa dan Mama menyuruh Arin, Raka dan Sean untuk kembali ke Jakarta. Tentu karena esok hari, mereka harus masuk kuliah. Setelah berpamitan dengan Mama, Papa serta Nenek, kini mereka tengah berada di warung makan tepi jalan kota Bandung. Guna mengisi perut mereka sebelum melakukan perjalanan kembali ke Jakarta. Mereka tentu saja berharap arus lalu lintas kembali ke Jakarta akan lancar.
"Coba jelasin. Kenapa kalian berdua pelukan tadi?" Raka menginterogasi setelah mereka memesan makanan. Kebetulan tadi ia tidak sempat bertanya pada dua orang tersebut.
Arin tidak tahu harus menjawab pertanyaan Raka dengan apa. Jadi ia sedikit melirik ke arah Sean dan tepat sekali Sean juga tengah menoleh ke arahnya. Namun cowok itu justru memasang raut wajah bingung, seperti tidak menangkap maksudnya.
"Haloooo gue ngomong sama siapa ya ini?" Raka melambaikan telapak tangannya di hadapan Arin dan Sean yang masih saling bertatapan.
Arin yang merasa jika Raka sedang melambai kepadanya pun mengerjapkan mata dan memalingkan wajahnya dari Sean. Sementara Sean baru menoleh ke arah Raka beberapa detik kemudian. Ia kemudian mendapati Raka yang menuntut penjelasan darinya dan Arin.
"Tadi—"
"Gue emang mau meluk Arin aja. Gak boleh?" Jawab Sean santai. Juga memotong kalimat Arin.
Raka berdecih sebal. "Gak boleh lah! Enak aja lo main peluk-peluk kakak gue!"
Arin harus menjelaskan agar tidak terjadi keributan di antara kedua manusia tersebut, namun memang itu faktanya. Ia jadi bingung ingin mengatakan apa. Beruntung sekali, ada ibu penjual yang mengantarkan minuman mereka lalu mengatakan jika makanan mereka akan segera menyusul.
Arin memanfaatkan kesempatan itu agar perbincangan mengenai pelukan tidak lagi muncul. "Sst, jangan ribut. Minum dulu minum."
Tangan Arin terulur untuk meletakkan gelas minuman adiknya ke hadapan pemuda tersebut, lalu memberi gerakan agar Raka meminum minumannya. Memang benar, adiknya melakukan apa yang Arin minta. Namun matanya masih saling bertatapan tajam dengan Sean. Seolah menggambarkan bahwa urusan mereka belum selesai.
"Awas ya lo, Bang!" Geram Raka sembari menghentakkan gelas minumannya.
Sean mengangguk ringan selagi meneguk minumannya. "Gue udah ngomong jujur padahal."
Raka yang hendak berucap, mengurungkan niat kala Arin berdiri sembari menghembuskan nafas kasar.
"Masih mau ribut gak? Kalo iya, lanjutin sana di jalan. Gue pulang."
Arin sudah mengambil aba-aba untuk pergi dari sana. Tidak berniat untuk benar-benar pergi, karena siapa yang bisa mengantarnya kembali ke Jakarta jika bukan Raka? Ia hanya tidak ingin pembahasan ini berlanjut lebih lama.
"Iya, enggak enggak." Kata Raka berusaha menahan Arin lalu menuntun kakaknya untuk duduk kembali.
Akhirnya, sembari menyantap makanan yang sudah datang, Raka hanya mengajak Arin bicara dan mendiamkan Sean. Begitu pula Sean yang sesekali mengajak Arin bicara dan mendiamkan Raka.
Seusai acara makan tersebut, mereka segera masuk ke dalam mobil masing-masing dengan Arin bersama Raka tentu saja. Walau Raka sebenarnya tahu, bahwa Sean terlihat ingin membawa Arin di mobilnya. Akan tetapi, adik Arin itu pasti tidak mengizinkannya. Biar saja Sean berharap.
"Bentar." kata Sean menahan pergerakan Arin yang akan masuk ke dalam mobil.
Dua bersaudara itu kemudian berhenti dan menunggu Sean untuk mengutarakan maksudnya. Sesaat kemudian, pria dingin itu menatap Arin dengan posisi sudah berdiri di depan pintu mobil yang telah terbuka. Karena sebelumya memang ia berniat masuk ke kursi kemudi, lalu berujar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Choir [HUNRENE]
Teen Fiction[ON GOING] Muhammad Sean Fakhri, seorang lelaki dingin dan terkesan tak acuh yang berhasil membuat Arindita Rachel Kirana jatuh cinta untuk pertama kalinya. Namun karena sifat Sean, terkadang Arin berputus asa dan berfikir untuk menyerah saja. Ditam...