"Sha, sorry, tapi gue gak bisa anter lo balik." Ucap Sean setelah menyaksikan Arin yang pergi dan takut terjadi kesalahpahaman di antara mereka.
Sasha mengangguk cepat. "Iya gapapa." Sasha namun belum berniat keluar karena ia masih harus mengatakan hal lain pada Sean. "Sebenernya gue cuma mau bilang ini sama lo."
Sean menoleh, "Apa?" Tanyanya sedikit penasaran.
Hembusan nafas pelan dilakukan oleh gadis yang duduk di kursi sebelah kemudi mobil Sean. "Gue tulus mau minta maaf karena pernah berniat bikin lo suka sama gue cuma karena gak pengen liat lo suka ke Arin."
"...gue baru sadar sekarang, kalo yang gue lakuin itu salah besar dan gak bakal bikin gue bahagia, sampai kapan pun. Terlambat? Gue akuin itu."
"...tapi selain itu, gue juga mau minta tolong sama lo."
"Minta tolong apa?" Sean kembali menanggapi.
Senyum tipis Sasha terbit kala akan mengatakannya. "Tolong lo jaga Arin dan cintai dia sepenuh hati lo. She deserves it very much."
Tanpa permintaan dari Sasha pun, Sean akan selalu melakukan itu. Namun setelah mendengar Sasha menunjukkan penyesalan sekaligus kepeduliannya pada Arin, Sean akui ia senang melihat itu.
"I will, because I love her."
Begitu percakapan singkat mereka usai, Sasha pamit pergi dan beranjak keluar dari mobil Sean. Dari kaca mobilnya, gadis itu terlihat berjalan menuju mobil lain yang Sean kenali adalah milik Damar.
Sebelum mobil itu hilang dari pandangannya pun, Sean sempat melihat perawakan keduanya ketika Damar ikut membuka kaca jendela mobilnya kemudian saling melempar senyum serta bertukar kata pamit.
──♫──
Kedua insan yang masih setia berpelukan itu, sempat menjadi pusat perhatian orang-orang yang berlalu lalang. Menyadari itu, Arin berniat mengendurkan pelukan mereka yang justru dipererat oleh Sean.
"Sean...," bisiknya pelan dan halus.
Seolah tuli, Sean yang masih mengenakan tuxedo semakin mendekap Arin yang juga masih memakai pakaiannya tadi. Bagaimana mereka tidak menjadi pusat perhatian bila keduanya saja berpenampilan seperti itu?
"Lepasin dulu, kita diliatin," pinta gadis itu masih berusaha.
Di bahu Arin, pria itu menolaknya dengan gelengan. "Maafin aku," Sean kembali mengulangi kalimatnya beberapa waktu lalu.
Mau tidak mau, supaya pelukan mereka terlepas saat ini, Arin mengangguk seraya berucap, "Iya, dimaafin. Sekarang lepas dulu, oke?"Setelahnya, Arin berhasil memberi jarak antara tubuhnya dan Sean. Perempuan itu mendapati raut menyesal serta khawatir di wajah Sean ketika tengah memperhatikannya.
"Ngapain disini?" Tanya sang gadis.
Sean sempat menunduk ketika Arin memberinya pertanyaan selagi menatap lurus pada pemuda tinggi itu.
Dengan suara berat dan agak serak miliknya, Sean menjawab lembut. "Mau anter kamu pulang."
Sean pun mengangkat kepala dan menatap wajah cantik gadis di hadapannya, yang lumayan terkejut setelah mendengar kalimatnya barusan.
"Kenapa gak langsung balik aja? Gue kan bisa pulang sendiri." Arin sebenarnya bimbang ingin menggunakan kata ganti 'aku' atau 'gue'—seperti yang sering mereka gunakan sebelumnya.
"...ojek online gue juga udah sampe, Sen," lanjut gadis itu sembari menunjukkan aplikasi ojek online di ponselnya pada Sean.
Atensi Sean yang awalnya ada pada ponsel Arin, beralih pada seorang pria usia sekitar 30 tahunan yang duduk di atas motornya dan tengah menyebut nama Arin usai membaca sesuatu di ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Choir [HUNRENE]
Teen Fiction[ON GOING] Muhammad Sean Fakhri, seorang lelaki dingin dan terkesan tak acuh yang berhasil membuat Arindita Rachel Kirana jatuh cinta untuk pertama kalinya. Namun karena sifat Sean, terkadang Arin berputus asa dan berfikir untuk menyerah saja. Ditam...