Suasana kampus pagi ini masih sangat tenang, karena masih banyak mahasiswa yang belum datang atau mungkin gadis satu ini yang datang terlalu cepat. Sepertinya opsi kedua yang tepat. Sebetulnya kelas akan dimulai sekitar pukul delapan, namun Arin sudah datang pukul tujuh lewat lima belas.
Kejadian kemarin masih membekas di ingatan perempuan itu. Padahal setelah kembali dari cafe semalam, Arin sudah berusaha untuk melupakan ucapan Sean. Tapi nyatanya ia belum bisa. Kata-kata Sean yang secara tidak langsung mengatakan bahwa pemuda itu membencinya terngiang di benaknya.
Arin menarik nafas pelan kemudian menghembuskannya perlahan. "Ayo ilang dong dari pikiran!" Seru gadis itu pada dirinya sendiri. Arin memang tahu, ini konsekuensi yang ia dapatkan jika menyukai Muhammad Sean Fakhri. Entah pemuda itu memang benar-benar membencinya atau karena pria itu ingin membuat Arin menjauh darinya. Arin angkat tangan soal itu. Kalau ia bisa, ia pasti akan mengendalikan perasaanya pada Sean.
Karena kondisi kelas yang masih sepi, Arin memutuskan untuk pergi ke luar, ke kantin atau taman kampus mungkin. Namun ketika Arin ingin melangkahkan kaki menuju kantin, ia mendapati punggung lebar seseorang yang tengah duduk sendirian di kantin. Tentu saja karena menyukai sudah menyukai Sean sejak semester 2 kuliah, jadi gadis itu sangat mengenal siapa orang yang ia perhatikan dari jauh.
Arin menjadi ragu untuk melanjutkan langkah ke kantin atau memilih kembali ke kelas. Ia mempertimbangkan, jika kembali ke kelas pasti belum banyak orang yang datang. Jadi perempuan itu memustuskan untuk melangkah menuju kantin dan mengambil tempat yang berlawanan arah dan berada di belakang posisi Sean.
Untung saja ketika Arin memesan cemilan, pemuda berkulit putih itu tidak menyadari kehadirannya. Arin pura-pura memainkan ponselnya ketika mendengar langkah kaki yang mendekat ke arahnya. Pikirnya, itu pasti Sean dan benar saja. Dari ekor matanya, gadis yang masih memainkan ponselnya tersebut dapat melihat tubuh tegap pria dingin itu menjauh dari kantin.
Hembusan nafas Arin terdengar setelah figur Sean benar-benar menghilang dari kantin. Gadis itu masih terjerat pada kalimat Sean yang sebenarnya sudah sering pria itu ucapkan. Baik secara langsung mauapun tidak langsung. Sudah banyak ungkapan Sean yang secara tidak langsung mengatakan bahwa pemuda itu tidak menyukai Arin. Tetapi anehnya, Arin tidak mundur sedikitpun. Hanya saja ucapannya kemarin cukup membuat Arin banyak berpikir sekarang.
Pukul 10, kelas sebentar lagi usai. Dosen yang mengajar pun sudah ancang-ancang akan pamit dari kelas. Begitu pula dengan para mahasiswa yang bersiap untuk beristirahat. Persis setelah dosen keluar kelas, dua orang mahasiswi datang dan berteriak memanggil nama Sean.
"Sean Sean!"
Mendengar namanya dipanggil, pemuda yang memasang raut wajah datar itu pun menoleh dan dihampiri oleh dua orang gadis yang sepertinya bukan dari fakultas seni musik.
"Kenapa?"
"Nadira pingsan Sen!" Seru salah satu gadis yang membuat Sean segera meninggalkan kelas dengan terburu-buru. Diikuti oleh Kai serta Chaka di belakang mereka. Sementara Bima sebelum menyusul ketiga temannya terlihat mengucapkan terimakasih kepada dua orang gadis yang masih mengatur nafasnya.
Arin yang melihat itu semakin tersadar, kalau Nadira sangatlah penting untuk Sean. "Eh temenin gue ke ruang musik yuk!" Ajak Joy pada ketiga temannya.
"Mau ngapain lo?" Tanya Githa sedikit heran.
Joy tersenyum kecil, "Cover yuk!"
"Heh, diomelin Bu Yusi tau rasa lo!" Peringat Githa soal dosen mereka yang sering sekali memarahi Joy yang bernyanyi-nyanyi tidak jelas di ruang musik kemudian Bu Yusi akan menghampiri mereka, dan sasaran empuknya adalah Joy.
KAMU SEDANG MEMBACA
Choir [HUNRENE]
Teen Fiction[ON GOING] Muhammad Sean Fakhri, seorang lelaki dingin dan terkesan tak acuh yang berhasil membuat Arindita Rachel Kirana jatuh cinta untuk pertama kalinya. Namun karena sifat Sean, terkadang Arin berputus asa dan berfikir untuk menyerah saja. Ditam...