|♪| 𝐀 𝐁𝐚𝐝 𝐃𝐚𝐲

543 83 45
                                    

Selesai melihat kehebohan pada postingan Sean, Arin beranjak mendekat sesuai permintaan pria itu beberapa saat lalu. Sean terlihat sibuk mempersiapkan alat untuk kegiatan menanam bunga mereka. Ikut berjongkok, Arin hendak membantu namun belum sempat karena tiba-tiba saja pria itu berdiri dan berpindah ke tempat lainnya. Lantas Arin mengikuti saja pergerakan si pria. Tidak ada topik obrolan di antara keduanya, membuat si perempuan menimang untuk menanyakan sesuatu.

"Kamu ngapain post foto aku?" Arin mengulang pertanyaan pertamanya tadi setelah Sean mengalihkan pembicaraan mereka sebelum ini.

Masih sibuk dengan peralatan bercocok tanam, Sean mendadak mengulurkan tangan pada Arin. Hal itu membuat Arin menatap kekasihnya dengan raut wajah tidak mengerti.

"Tolong ambilin bunganya," pinta Sean. Masih bersikap tak acuh pada pertanyannya. Arin mencibir tipis tapi tetap melakukan apa yang lelaki itu katakan. Dengan telaten, Arindita membawa bunga yang sudah Sean siapkan sebelumnya ke tangan pemuda tampan itu.

Disela kegiatannya meletakkan bunga baru ke dalam tanah, Sean menarik tangan Arin untuk ikut melakukan hal yang sama. Sempat gadis itu terlonjak kecil, namun akhirnya Arin berbuat serupa seperti Sean.

"Kamu tanya kenapa aku post foto kamu?" Sean bertanya masih berkutat dengan tanah di taman ini. Mulanya Arin ingin diam, namun berujung pada bibir gadis itu terbuka untuk memberikan tanggapan. "Iya," hanya itu dengan kepala terangguk pelan.

Sean menghembuskan pelan nafas kasarnya setelah menyelesaikan kegiatan menanamnya. Ia menoleh ke samping, mendapati Arin terlihat mengubah arah pandangnya berulang kali ke arah bunga yang ditanam serta pada Sean. Masih menunggu jawaban menggantung pria itu.

Sambil membantu pekerjaan Arin, Sean kemudian kembali bersuara. "Pengen aja. Gapapa kan?"

Dalam hati Arin tidak heran. Sean memang seperti itu. Sulit menjelaskannya, namun Sean memang cenderung mengatakan hal-hal bersifat sederhana. Mungkin bermakna lain, namun Arin sering kali belum bisa memahaminya.

"Oke. Pertanyaan kedua. Kamu dapet foto itu dari siapa?"

Sean bergumam ringan. "Dari Raka."

Mendengar nama adiknya terseret, Arin merespon dengan 'oh' pelan. Foto tersebut sebetulnya diambil saat Arin sedang melakukan perjalanan bersama keluarganya. Memang sudah dirinya duga jika Raka pasti manusia yang memberikan foto itu pada Arin. Tidak mungkin Mama atau Papanya.

Bersamaan dengan topik soal postingan Sean selesai, urusan bunga yang ditanam Arin pun suda terselesaikan. Kini Sean beralih mengajak Arin untuk memberi air pada tanaman indah itu.

Setelah meletakkan alat penyiram tanaman kembali ke tempatnya, Arin berlari kecil menuju bagian tanah dimana bunga yang ditanam oleh pasangan itu berada. Dengan senyum mengembang, Arin tampak senang melihat bunga-bunga tersebut.

Pemandangan itu tidak mungkin Sean lewatkan. Sebelum menghampiri, si pria sudah lebih dulu tersenyum tipis melihat tingkah gadisnya. Puas memandangi wajah cantik Arindita, kini Sean sudah mengambil posisi di sebelah kanannya.

"Cantik."

Kepala Arin menoleh seraya bergumam kecil. Melihat reaksi gadisnya, Sean memanfaatkan momen Arin yang menatapnya dengan menatap balik pada iris bening menenangkan miliknya. Ditatap teduh oleh Sean, malahan membuat Arin sedikit salah tingkah.

Maka dari itu Sean mengulum senyumnya. "Cantik bunganya. Kamu juga." Katanya memaparkan maksud dari kalimat sebelumnya. Berusaha untuk tidak tersipu, Arin lantas mengalihkan matanya kembali pada tanaman di depannya.

Pindah dari posisinya, Arin dituntun Sean menuju sebuah pohon besar di tengah taman. Tiba-tiba saja, Sean memberinya sebuah kertas kecil berwarna pastel berbentuk persegi dan sebuah bolpoin. Sama halnya dengan yang Sean pegang saat ini.

Choir [HUNRENE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang