|♪| 𝐒𝐮𝐬𝐩𝐢𝐜𝐢𝐨𝐮𝐬

401 62 11
                                    

Di gazebo halaman belakang rumahnya, seorang gadis dengan pakaian ala rumahannya sedang duduk sendirian. Tangan kanannya sibuk memainkan ponsel. Juga, terdapat segelas coklat panas di atas meja berukuran sedang dalam gazebo. Minuman tersebut yang menemani waktu bersantai Arin pada malam hari ini.

Di sela aktivitas bermain ponselnya, Arin mendadak teringat soal cerita Sean tentang Adila yang ternyata merupakan adik kandung sang pacar. Kalau tidak salah, Sean tadi mengatakan bahwa Adila dan Ayahnya kini menetap di Bandung.

Hal tersebut membuat Arin memikirkan sebuah kemungkinan. Ya... meskipun kemungkinannya kecil tapi siapa tahu Raka mengenal atau pernah  melihat Adila saat di Bandung sana. Masalahnya, ketika Arin menanyakan di mana tepatnya Adila dan Ayah Sean tinggal, pemuda itu bilang rumah mereka terletak di wilayah sekitar Lembang. Yang berarti rumah mereka masih dalam satu wilayah yang sama dengan rumah Nenek Arin.

"Kak!" Suara seruan Raka membuat kesadaran Arin kembali. "Liatin apa si?" Tanya Raka penasaran kala mendapati Kakaknya melamun dengan pandangan kosong ke arah ponselnya.

Raka pun duduk menempel di sebelah Arin dengan raut penasaran pada isi di ponsel sang Kakak. Matanya sontak membulat setelah melihat sebuah foto yang ditampilkan di layar ponsel Arin.

"Kak?! Itu Bang Sean sama siapanya?"

Memang tanpa sadar, Arin tadi membuka galeri kemudian membuka foto yang Nadira kirimkan padanya waktu itu. Melihat Raka yang kelihatan kaget, Arin hanya bisa menebak-nebak. Apa Raka mengenal Adila sampai reaksinya seperti itu?

"Sama adiknya. Namanya Adila."

Raka spontan berdiri bersamaan dengan satu tepukan tangan yang menghasilkan suara cukup keras. Mulutnya terbuka separuh menandakan bahwa saat ini ekspresinya benar-benar terkejut mendengar sebuah fakta tentang Sean dari sang Kakak.

"Itu beneran Adiknya Bang Sean? Kakak gak bercanda, kan?"

Bola mata Arin berputar jengah mendapat pertanyaan seperti itu usai Raka kembali duduk di sebelahnya. "Ck, ngapain juga Kakak bercanda."

"Dia itu temen SMA aku, Kak! Temen deket malahan. Pas aku bilang mau kuliah di Jakarta, dia sedih banget. Katanya, 'Nanti gak ada yang nemenin gue jalan sama ngajak berantem plus jail setiap saat setiap waktu deh.' Kalo dipikir-pikir, aku emang selalu bareng sama dia. Sering main ke rumahnya atau gak ke rumah Nenek. Dia kenal Nenek, aku kenal sama Ayahnya juga. Tapi aku gak pernah nyangka kalo dia punya Kakak cowok."

Penjelasan panjang Raka membuat sebagian hati Arin merasa lega juga senang. "Dia berarti masih netep di Bandung ya?"

Raka mengangguk mengiyakan. "Dia emang kayaknya gak bakal pindah kemana-mana. Soalnya seinget aku dia pernah bilang, Jakarta tuh kota yang susah buat dia datengin."

"...aku mikir, loh apa susahnya tinggal pilih mau naik apa ke sini, terus sampe. Lagian gak jauh-jauh banget perasaan Bandung-Jakarta tuh."

"...tapi aku sadar, kalo setiap bahas soal Jakarta, Adila keliatan sedih banget. Aku cuma tau kalo ada problem gitu pas dia tinggal di Jakarta makanya milih pindah ke Bandung sama Ayahnya."

"...dia gak pernah cerita masalahnya apa. Tapi aku tau, itu pasti sesuatu yang bakal bikin dia sedih makanya belom sempet nanya atau tau tentang apa pun."

Arin mendengarkan penuh perhatian. Walau sudah tahu keseluruhan cerita, namun Arin juga ingin tahu bagaimana cerita dari sudut pandang Adila soal masalahnya dengan Sean. Apa Adila merasa marah kepada Sean hingga detik ini?

"Bang Sean ada cerita gak ke Kakak soal Adila?"

Arin mengangguk ringan. "Baru tadi dia cerita."

Choir [HUNRENE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang