|♪| 𝐀𝐰𝐚𝐲

650 98 72
                                    

Sambil menunggu pengumaman pemenang, Sean memutuskan pergi dari teman-temannya untuk mencari udara segar. Setelah ucapan Kai kepadanya tadi, Sean merasa ada yang tidak beres dengan hatinya. Ada sebagian dalam dirinya yang mengakui namun sebagian besar lainnya menolak dengan keras.

"Gak. Lo gak mungkin cemburu."

Lima kata itu yang berulang kali diucapkan Sean dalam hatinya. Semakin berusaha mengelak, Sean malah terus mengingat momen antara Arin dengan lelaki itu. Entah siapa namanya, Sean tidak peduli dan tidak mau tahu.

Sekian lama hanya berjalan tanpa arah, akhirnya pemuda itu memutuskan untuk mendudukkan diri di sebuah kursi taman yang terletak cukup jauh dari posisi teman-temannya saat ini.

Baru beberapa menit terduduk dan memejamkan matanya, Sean mendengar suara bising dari arah samping. Suaranya seperti suara langkah kaki yang bergesekan dengan daun-daun kering. Sean juga bisa merasakan bahwa akan ada yang datang dan mengejutkannya dari belakang.

"Gak kaget."

Sepenggal kalimat Sean berhasil memupuskan harapan serta niat sosok yang berdiri di belakang pria itu dengan tangannya yang sudah bersiap akan menepuk kencang bahu lebar Sean.

"Ah elah, gak asik lo. Pura-pura kaget kek, biar gue gak malu-malu amat," katanya sebal kemudian ikut duduk berdampingan dengan Sean yang masih setia memejamkan matanya.

"Kalo mau ngagetin, gak usah berisik. Orang ada suara kresek kresek tadi. Anak umur 5 tahun juga tau kali ada orang mau dateng."

Decakan dari sosok di sebelahnya dapat di dengar jelas oleh Sean. "Kok pindah? Situ ansos?"

"Bukan ansos," Sean menjeda kalimatnya sambil menegakkan posisi. "...males gue kalo liat lo sama Irsyad ngelawak. Gue lagi gak pengen ketawa soalnya." Lanjutnya kemudian.

"Dih, kalo gak pengen ketawa ya tinggal diem. Ribet amat si ferguso."

Sean tidak menanggapi. Mulutnya terlalu malas meladeni seseorang di sebelahnya kali ini. Biar saja dia bicara sendiri.

"Bentar-bentar!" Seperti teringat sesuatu Bima—yang sedari tadi mengobrol dengan Sean tersenyum jahil. "Males liat gue sama Irsyad ngelawak apa males liat bebep berduaan sama cowok? Hayo ngaku..." telunjuk pria itu bergerak mengitari permukaan wajah Sean.

"Ck, gak usah ngarang." Balas Sean jutek.

Bima berhenti memutar-mutar telunjuknya kemudian memasang ekspresi penasaran menghadap Sean. Meski pemuda tampan itu  sempat membuka matanya, namun kini Sean kembali menutup kedua netranya.

"Coba-coba, cerita. Lo jealous kan liat Arin sama cowok?" Tebakan asal Bima sontak membuat Sean menoleh ke sebelah dengan raut wajah-ingin-memakan-orang.

"Jelasin. Dari mananya gue jealous?" Sean malah balik bertanya dengan nada serius. Tidak ada raut jenaka sama sekali di wajah pria dingin satu itu. Tetapi karena terlalu sering mendapati ekspresi Sean yang seperti itu, Bima tidak ambil pusing.

"Ya ini buktinya! Lo ngehindar gitu. Biasanya juga lo cuek aja liat gue mau jungkir balik juga sama ayang Irsyad."

Sean menggelengkan kepalanya. Pusing mendengar ucapan Bima. Bisa-bisanya pemuda itu memanggil Irsyad yang notabene seorang pria juga dengan panggilan yang—euh menggelikan.

"Sabar banget kayaknya Joy pacaran sama lo."

"Iyalah, orang gue memberikan cinta dan kasih sayang yang banyak ke Joy. Emangnya elu! Udah labil, semua cewek di baperin. Yang pasti malah dianggurin."

Bima—otak lo ternyata masih berfungsi dengan baik...

"Gaje lo."

Bima memutar bola matanya malas. "Nah, kenyataannya gitu. Lo sama Arin cuek banget, giliran sama Sasha yang juga suka sama lo, lo masih baik tuh ke dia."

Choir [HUNRENE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang