|♪| 𝐁𝐚𝐧𝐲𝐚𝐤 𝐊𝐞𝐣𝐮𝐭𝐚𝐧

455 66 25
                                    

Usapan lembut di kepalanya membuat seorang pemuda perlahan membuka mata. Silau cahaya lampu kamar awalnya sedikit menganggu
penglihatan, sehingga ia harus menyipitkan mata beberapa detik. Namun begitu pemandangan tampak jelas sekarang, ia menemukan seorang gadis atau lebih tepatnya kekasihnya tengah mengulas senyum di atasnya dengan tangan yang masih setia mengusap kepala si pemuda.

"Bangun, sholat dulu, Sen,"

Bangun dari tidur dan Arin merupakan orang pertama yang dilihatnya benar-benar membuat hati Sean gembira. Ditambah pesan pertama dari gadis itu adalah mengingatkannya untuk melaksanakan ibadah. He truly in love with this amazing girl.

"Berasa dibangunin istri,"

Lengan Sean langsung menjadi sasaran empuk usai berkata seperti itu. Tentu saja pelakunya adalah Arindita. "Kok aku dipukul si? Aturan kamu aamiin-in tau." Gerutunya kecil.

"Pengennya juga gitu. Tapi kan gak ada yang tau aku bakal jadi istri kamu apa enggak." Balas Arin sembari membantu Sean ke posisi bersandar di atas ranjang.

Mata Sean mendadak terbuka lebar. "Gak salah sih. Bener, gak ada yang tau emang kamu bakal jadi istri aku atau enggak. Tapi aku harus yakin, kamu pasti bakal jadi istri aku."

Arin hanya menggeleng tak berdaya mendengar celotehan Sean sementara tangannya sibuk memeriksa kondisi tubuh pria besar ini sekarang. Setelah mengecek suhu pada dahinya, Arin kini berpindah ke leher. Ia pun mencicit, "Udah gak panas," diakhiri dengan suara helaan nafas lega dari bibirnya.

Sebelum Arin berhasil menarik tangan dari leher Sean, terlebih dulu lelaki itu menahan pergerakannya kemudian membawa telapak tangan mungil tersebut ke dalam genggamannya.

"Makasih udah ngerawat aku,"

Sean menatap lurus dan tulus tepat ke arah kedua netra bening Arin. Dibalas dengan tatapan hangat plus senyum manis yang tercetak indah di wajah gadis itu. Ia tidak membalas dengan kata-kata namun memberikan gerakan lembut berupa elusan di pipi kanan Sean.

"Aku ke bawah dulu ya, mau bantuin Bunda." Arin bangkit dari ranjang Sean dengan melangkah mundur. Setelah si pria merespon lewat anggukan, Arin tersenyum simpul lalu memutar tubuhnya dan menghilang di balik pintu.

Sekitar 20 menit berlalu, Arin baru kembali menginjakkan kaki di lantai dua rumah Sean. Berjalan menuju kamar sang kekasih, Arin sedikit mengintip dari pintu kamar yang terbuka. Takut jika kehadirannya mungkin saja menganggu Sean. Ternyata setelah mendorong pintu untuk melihat ke dalam, Arin justru tidak menemukan keberadaan Sean.

Atensinya tertarik ketika melihat sebuah pintu di dalam kamar ini terbuka lebar. Samar, juga terdengar suara alunan piano yang dimainkan. Mengambil langkah kecil, Arin pun sampai di daun pintu lantas menyembulkan kepala guna melihat siapa yang ada di ruangan tersebut.

"Sean...?" Cicitnya.

Pemilik nama yang Arin panggil pun segera menghentikan kegiatan memainkan pianonya dan menoleh ke sumber suara. Tangannya memberi gerakan pada Arin untuk mendekat ke arahnya.

Dengan langkah ragu, Arin sedikit demi sedikit berjalan menyusuri ruangan ini hingga akhirnya sampai dan memilih untuk berdiri tepat di sebelah Sean yang tengah duduk di depan sebuah piano besar.

Ketika mata Arin sibuk menelusuri ke sekitar ruangan yang dipenuhi berbagai alat musik ini, ia terdistraksi ketika mendengar Sean mulai memainkan satu melodi lagu yang tak asing di telinganya.

Belum lagi, Sean sempat mendongak ke arahnya di tengah permainan pianonya sembari tersenyum kecil. Membuat Arin mengerutkan dahinya tidak mengerti. Namun, ketika Sean menyanyikan sedikit bagian dari lagu tersebut dengan pelafalan yang cukup fasih, Arin mulai menerka-nerka.

Choir [HUNRENE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang