|♪| 𝐀𝐤𝐡𝐢𝐫

701 51 24
                                    

Waktu terus berlalu. Musim pun silih berganti. Musim panas, musim dingin, musim semi, dan kemarau telah Arin lalui. Tak terasa, sudah hampir memasuki tahun kedua rupanya Arin tinggal di New York. Hal ini menandakan, selama itu pula Arin melakukan hubungan jarak jauh atau ldr dengan kekasihnya, Sean.

Beruntungnya, sejauh ini, mereka tidak pernah terlibat pertengkaran hebat selama menjalani ldr. Perdebatan kecil tentu kerap terjadi, namun keduanya kini telah sama-sama tumbuh menjadi sosok berpemikiran dewasa. Sehingga masalah seperti itu dapat mereka atasi dengan baik.

Bicara soal masalah, sebetulnya kehidupan Arin di kota yang mendapat julukan 'The Big Apple' ini berjalan lancar dan baik-baik saja selama ini. Begitu pun dengan kegiatannya di akademi. Dalam waktu yang terbilang singkat, Arin berhasil dikenal sebagai pianis paling bersinar di akademinya. Pun, gadis itu sempat beberapa kali mendapat tawaran untuk tampil, salah satunya adalah untuk tampil di sebuah acara perayaan besar di New York. Namun kala itu, Arin menolak karena ia rasa permainan pianonya masih jauh dari kata bagus.

Semuanya berjalan dengan baik, sampai datanglah hari ini. Hari di mana Arin merasa segalanya tidak berjalan lancar. Pagi-pagi sekali, Arin sudah mendapat cacian dari salah satu senior di akademinya perihal kedekatan Arin dengan kekasihnya.

Arin tidak masalah jika memang apa yang senior bernama Natalie itu katakan adalah sebuah kebenaran. Faktanya, semua yang keluar dari mulutnya terdengar seolah ia ingin menyudutkan Arin serta menjelekkan namanya. Berulang kali perempuan itu mencerca Arin dengan kata makian, namun satu kalimat yang membuat hatinya jauh lebih sakit ialah,

"Even though I heard you already have a boyfriend, you appear to be an attention seeker. Hah! It turns out you're still after my boyfriend's attention, seductress!"

Sepanjang perdebatan mulut antar keduanya, Natalie sama sekali tidak memberi kesempatan Arin untuk menjelaskan. Lagi pula, menurutnya hal itu akan sia-sia karena Natalie dikenal sebagai sosok yang keras kepala.

Maka untuk mengakhirinya, Arin tidak melakukan pembelaan apa pun. Ia hanya mengatakan,

"I'm sorry if you think I'm looking for attention, but I think you should get yourself a mirror. Perhaps you are boring him."

Setelah perdebatan itu, Arin sama sekali tidak fokus menjalani hari dan kegiatannya di akademi. Dirinya merasa enggan melakukan hal lain setelah pulang dari akademi. Oleh karena itu, Arin putuskan untuk langsung menuju ke rumah Tantenya-tempatnya tinggal selama di New York-setelah menyelesaikan kegiatan terakhir di akademi hari ini.

Arin selalu menggunakan kendaran umum untuk pulang, kemudian melanjutkan dengan berjalan kaki untuk sampai di rumah. Sepanjang perjalanan menuju kediaman sang Tante, Arin banyak menghela nafas.

Ia masih begitu kesal pada Natalie, sebab dirinya tidak diberi kesempatan bicara sedikitpun. Belum lagi ia ingat betul bagaimana raut wajah seniornya satu itu ketika mencacinya. Merasa seolah dirinya adalah yang paling benar.

Rasanya Arin juga menyesal karena telah membantu kekasih Natalie untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh salah satu pengajar.

Ingin cepat menenangkan pikiran, Arin sedikit mempercepat gerakan kakinya ketika tersisa beberapa langkah lagi untuk sampai di rumah Tantenya. Setelah berhasil masuk ke dalam, Arin tidak menemukan siapa-siapa. Tebakannya, sang Tante pasti masih berada di kantornya sementara Miss Delia-asisten rumah tangga tantenya-sepertinya sedang melakukan sesuatu di halaman belakang.

Arin baru saja sampai di pijakan tangga ketiga sebelum telinganya mendengar suara bel berbunyi. Semula Arin berniat mengabaikannya saja karena suasana hatinya sedang buruk detik ini. Namun keputusannya berubah dan gadis itu kini melangkah ke depan pintu masuk dengan langkah gontai.

Choir [HUNRENE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang