|♪| 𝐅𝐞𝐬𝐭𝐢𝐯𝐚𝐥 𝐊𝐚𝐦𝐩𝐮𝐬

618 84 69
                                    

Sean baru saja berpamitan dengan kakek dan neneknya. Mengikuti bunda, Kai dan Arin sebelumnya. Acara sebetulnya belum usai, namun Sean sudah meminta pada bunda untuk pergi lebih dulu dengan alasan Sean yang memiliki acara setelah ini, padahal tidak. Sean hanya tidak ingin berlama - lama berada disini. Meski tak menampik, ia merindukan rumah kakeknya dan ingin lebih lama berada disini. Rumah ini menyimpan banyak kenangan masa kecilnya.

Ketika sampai di pelataran rumah kakeknya, Sean masih bisa melihat beberapa orang ramai berlalu lalang. Matanya menelusuri sekitar dan menemukan mobil yang tak asing mendekat ke arahnya. Di belakang mobil tersebut ada satu mobil lagi yang merupakan mobil miliknya.

Kala mobil yang pertama kali Sean lihat berhenti tepat di depannya, pengemudi mobil tersebut menurunkan jendela mobilnya. Penampakan wajah Kai yang ada di sana.

"Gue balik duluan ya," kata Kai yang kemudian turun untuk menyalami bunda dan melakukan tos dengan Sean serta Arin. Setelah itu ia melambaikan tangan dan melaju dengan mobilnya.

Tepat setelah kepergian Kai, seorang pria yang sama dengan yang membawa mobil Sean saat datang tadi keluar kemudian menyerahkan kunci mobil tersebut kepada pemiliknya.

"Bapak udah mau pulang?"

Sean mengangguk sekilas. "Iya, saya ada urusan." Katanya yang membuat pria tadi mengangguk sambil memberi jalan untuk Sean masuk ke dalam mobilnya.

Disusul oleh Arin bersama bunda yang sempat menghampiri pria tadi sebelum masuk ke dalam mobil. "Tolong jaga Papa ya." Pinta bunda pada pria tersebut dengan seulas senyum. Arin juga tersenyum ramah pada lelaki itu sebelum mengikuti langkah bunda untuk masuk ke dalam.

Keheningan sempat terasa saat mobil Sean meninggalkan halaman luas rumah kakeknya. Sean juga sempat melihat ekspresi bunda dari kaca spion tengah. Ada gurat kesedihan di wajahnya.

Beruntung beberapa saat kemudian, suasana menjadi lebih ceria ketika Arin mencoba mengajak bicara bunda. Sean juga terkadang ikut dalam konversasi mereka. Meski terkadang Bunda Sean melempar canda pada Sean dan Arin tentang hubungan lebih dari teman lalu membuat keduanya berdeham canggung saat itu.

Hingga kini mobil yang Sean kendarai sampai di halaman rumahnya. Orang pertama yang keluar dari mobil adalah Bunda Sean. Disusul oleh dua orang yang duduk di bagian depan mobil.

"Bunda masuk duluan ya," Arin mengangguk kemudian meraih telapak tangan bunda untuk menyalaminya sebelum wanita paruh baya tersebut melangkah masuk ke dalam rumah.

Saat Arin ingin mengatakan bahwa ia akan pulang, Sean tiba - tiba berkata, "Masuk."

Tentu saja Arin memasang ekspresi dengan dahinya yang mengerut. "Gue bisa pulang sendiri. Lo masuk aja, temenin bunda lo."

"Malah bunda yang minta ke gue." Sean bergerak membukakan pintu mobil untuk Arin, namun gadis itu masih terdiam. "Jangan nolak lagi. Kemarin kan gue juga gak jadi nganter lo."

"Tapi-"

Sean memberi kode dengan gerakan kepalanya agar Arin bergegas masuk ke dalam mobilnya. Ia tidak ingin ada penolakan kali ini. Arin tidak bisa berbuat banyak karena hari juga sudah semakin malam. Tidak ada salahnya juga menyetujui ajakan Sean kali ini.

Tanpa banyak berbicara, Sean berhasil membuat Arin duduk kembali di sampingnya yang mengemudi mobil. Awalnya tidak ada percakapan di antara keduanya, namun Arin memberanikan diri untuk membuka obrolan agar suasana tidak terlalu sepi.

"Lo-kalo gue boleh tau, kenapa tadi keluarga lo keliatan gak suka gitu sama bunda lo?" Meski ragu, tapi Arin benar - benar penasaran ada apa dengan para wanita paruh baya tadi yang terus menyakiti bunda dengan kalimat sindiran mereka.

Choir [HUNRENE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang