Jawaban Arin atas pernyataan Sean tertunda sampai gadis itu kini berada di lantai teratas cafe bersama Sean. Bahkan setelah sampai dan memilih berdiri di dekat pagar pembatas, Arin masih bungkam. Belum mengatakan apa pun pada Sean yang sejujurnya sangat menanti jawaban apa yang akan diberikan gadis mungil itu.
"Hah—disini sejuk banget ya," gumam perempuan yang tengah memejamkan mata rapat-rapat setelah menghembuskan nafasnya lega.
Pemuda yang masih diam di posisinya selagi memperhatikan figur cantik gadis di dekat pagar pembatas sana perlahan menyusun langkah agar lebih dekat dengan sosok tersebut. Sebelumnya, seulas senyum tipis juga terukir di wajah tampannya seusai memperhatikan tingkah laku Arin.
"Ini lo sengaja atau gimana?" Sehun melempar pertanyaan mendadak. Yang membuat Arin segera menoleh pada pemuda tersebut.
"Maksudnya?" Balas Arin yang belum menyadari maksud Sean.
Si pria lantas menyanyikan sepenggal lirik dari lagu yang baru dinyanyikannya beberapa menit yang lalu. Nyanyiannya terhenti saat Arin yang sudah paham buru-buru meminta Sean untuk cepat menyudahinya.
"Udah, udah," selanya tak sabaran.
Suara kekehan pelan nan kecil sempat terdengar sebelum keadaan tiba-tiba menjadi hening, karena Sean yang tengah menunggu keputusan Arin dan sang pembuat keputusan terlihat sedang memikirkan jawabannya untuk diberikan.
Ketika tubuh Arin berputar guna menghadap dirinya, Sean menyaksikan bagaimana Arin perlahan mengembangkan senyumnya-yang terkesan penuh tanda tanya namun tidak menghilangkan keindahannya di mata Sean.
"Gue kasih jawabannya setelah pengumuman lomba ya," itulah jawaban yang Arin berikan pada Sean.
Mendengar itu, Sean segera memutar otak untuk mengingat kapan lomba terakhir mereka akan dilaksanakan. Tiga hari lagi. Selama itu Sean harus menunggu kejelasan atas hubungan mereka. Dimana jawaban Arin yang akan menentukan kejelasan tersebut.
"Eum... gapapa kan?"
Arin sedikit mengulum bibirnya dan sorot matanya menatap dengan harap-harap cemas untuk menunggu Sean angkat bicara. Menyadari bahwa perempuan di depannya menunggu dirinya untuk mengatakan sesuatu, Sean tanpa pemberitahuan, sedikit mendekatkan wajahnya selagi mengumbar senyum super tipisnya dan mengangguk dua kali.
"Iya, gue tunggu jawaban lo."
Setelah itu pun, pria jangkung berkulit putih pucat itu mengelus pelan pucuk kepala Arin. Dalam hati, jantung Sean sebenarnya berdegup kencang. Menunggu jawaban Arin cukup membuatnya cemas. Tidak ada yang tahu bukan, jika akhirnya Arin—gadis yang merupakan cinta pertamanya, menolaknya.
Saat itu, di ruang musik, setelah dia menoleh dan tersenyum kikuk padanya, Sean mendekat setelah beberapa saat termangu usai menyaksikan nyanyian gadis yang kini sudah berhadapan dengannya.
"Gue ganggu gak?" Tanya Sean pada gadis yang baru pertama kali ditemuinya tatap muka secara langsung.
Sebelumnya, Sean hanya mendengar cerita-cerita dari orang mengenai gadis cantik ini. Gadis yang disukai oleh teman-temannya, tidak hanya lelaki namun juga perempuan karena sikapnya yang ramah dan tentunya karena gadis ini berparas cantik.
"Oh..., enggak kok. Gue juga udah selesai." Jelasnya seraya mengambil tas berwarna hitam putih lalu disampirkan di bahu kanannya.
"Kalo gitu, gue duluan ya,"
Tubuh mungilnya kemudian bergerak menjauh dari Sean yang masih tetap di posisinya untuk pergi keluar dari ruang musik. Namun suara yang tiba-tiba terdengar dan berasal dari sosok di belakangnya, membuat si gadis berhenti dan menoleh ke arah Sean.
KAMU SEDANG MEMBACA
Choir [HUNRENE]
Teen Fiction[ON GOING] Muhammad Sean Fakhri, seorang lelaki dingin dan terkesan tak acuh yang berhasil membuat Arindita Rachel Kirana jatuh cinta untuk pertama kalinya. Namun karena sifat Sean, terkadang Arin berputus asa dan berfikir untuk menyerah saja. Ditam...