Seorang gadis cantik dengan pakaian casual ala dirinya baru saja menuruni mobil milik sang ayah yang baru saja mengantarnya ke kampus. Setelah bersalaman kepada ayahnya, gadis itupun merajut langkah menuju gedung fakultasnya. Sempat ada yang menyapa gadis itu dan dibalas dengan senyum tipis namun manis khasnya.
Dia adalah Arindita Rachel Kirana.
Kerap disapa Arin, gadis yang memang terkenal karena paras cantiknya itu cukup terkenal di kalangan para mahasiswa maupun mahasiswi kampus ini. Meskipun tidak seterkenal beberapa temannya yang memang primadona kampus, tapi jika kalian menyebut nama Arin banyak yang mengetahuinya.
"Rin!"
Suara teriakan seseorang membuat gadis bersurai hitam legam itu menoleh, setelah tahu siapa gerangan yang memanggil lantas ia tersenyum. Gadis yang memanggil Arin lantas mendekat, lalu mengambil tempat persis di sampingnya.
"Ayo ke kelas bareng! Ada kelas pagi, kan?"
"Iya Win, yuk."
Windy namanya, gadis itu sudah bersahabat dengan Arin sejak mereka sama-sama duduk di bangku sekolah menengah pertama. Bisa dikatakan mereka sudah seperti saudara kandung karena mereka sudah sangat mengenal satu sama lain.
Sampai di kelas, hanya beberapa mahasiswa yang baru datang. Masih tersisa banyak tempat yang kosong, menunggu orang-orang yang akan menempatinya nanti. Arin dan Windy memilih duduk di bangku barisan tengah.
Saat meletakkan buku binder yang ia bawa ke atas meja, netra bening gadis itu menangkap pergerakan sesosok pria yang baru datang dengan kaos hitam dan jaket jeans yang menutupi kaos polosnya tersebut. Begitu menyadari siapa yang ia perhatikan, Arin buru-buru mengalihkan pandangannya ke arah lain. Gadis itu hanya tidak ingin pria yang ia pandangi tadi semakin membencinya.
"Rin?" Windy yang menyadari pergerakan aneh dari sahabatnya menyentuh pundak Arin pelan, membuat Arin tersentak namun berangsur tenang setelah menyadari bahwa Windy yang menepuk pundaknya. "Kenapa Win?"
"Lo gak papa?"
Arin tersenyum tipis, "Gapapa kok." Katanya kemudian. Windy sebenarnya tidak percaya, apalagi gadis itu baru saja melihat seorang Muhammad Sean Fakhri memasuki kelas dengan tampang dingin dan datarnya. Jadi kemungkinan keanehan sikap Arin disebabkan karena kedatangan Sean.
Yang Arin perhatikan tadi adalah Sean. Lelaki yang sudah lama disukainya, namun perempuan itu tidak mendapat respon baik dari Sean. Malahan kini pria itu bersikap seolah ia membenci Arin. Entahlah, mungkin Sean risih karena disukai oleh gadis seperti Arin.
Netra Windy memperhatikan kemana arah cowok itu akan duduk. Dari sekian banyak tempat yang masih kosong, kenapa juga Sean itu harus memilih tempat duduk di depan Arin dan Windy. Padahal katanya dia tidak menyukai Arin, aneh pikir Windy.
"Pagi semua!" Suara melengking perempuan memasuki gendang telinga seluruh mahasiswa yang berada di kelas tersebut. Suara yang berasal dari Joy yang baru datang dengan Githa disebelahnya, membuat Arin dan Windy hanya bisa tersenyum kecil melihat tingkah Joy.
"Pagi," secara bersamaan Arin dan Windy menyahut ketika Joy dan Githa sampai di dekat tempat duduk keduanya. Baru saja kedua gadis itu ingin mengambil duduk di samping tempat duduk Arin dan Windy, mata Githa serta Joy mendapati sosok Sean yang duduk persis di depan tempat Arin dan Windy.
KAMU SEDANG MEMBACA
Choir [HUNRENE]
Teen Fiction[ON GOING] Muhammad Sean Fakhri, seorang lelaki dingin dan terkesan tak acuh yang berhasil membuat Arindita Rachel Kirana jatuh cinta untuk pertama kalinya. Namun karena sifat Sean, terkadang Arin berputus asa dan berfikir untuk menyerah saja. Ditam...