Hari sabtu, pukul setengah 5 sore.
Arin baru saja beranjak dari dapur untuk naik ke kamarnya. Hendak bersiap mengingat janjinya dengan sang kekasih. Ketika kakinya hampir mencapai ujung tangga menuju lantai dua, Arin terpaksa berhenti kala mendengar suara tak asing dari arah ruang tengah.
Lantas gadis itu turun satu anak tangga untuk mengintip dari atas siapakah pemilik suara yang cukup familier di telinganya. Matanya membulat ketika melihat Sean yang datang. Lengkap mengenakan setelan hitam layaknya seorang direktur perusahaan besar. Meski pun sudah pernah melihat penampilan Sean yang seperti itu, namun Arin selalu terpesona tiap kali menyaksikan secara langsung.
Sempat termenung dengan isi kepala memikirkan tentang penampilan Sean, Arin buru-buru mengubah posisinya untuk kembali naik dan pergi ke kamarnya. Membutuhkan waktu sekitar 25 menit bagi Arin untuk menyelesaikan kegiatan bersiap-siapnya.
Selepas berjalan ke arah tangga kemudian menuruninya satu per satu dengan tenang, pandangan seseorang langsung tertuju padanya saat ekor matanya secara tidak sengaja melirik ke tangga.
Kurva indah segera terbit di bibir pemuda itu. Bahkan membuat Raka yang sedari tadi menemaninya sampai menoleh untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi hingga membuat lawan bicaranya mematung sambil tersenyum.
Raka mencibir halus, lantas menolehkan kembali kepalanya ke depan usai Kakaknya menghampiri mereka. Gadis itu kelihatan salah tingkah setelah mendapati Sean yang tak berhenti tersenyum sembari memandangnya takjub.
"Apa sih? Jangan diliatin gitu..." gerutu Arin sedikit malu. Ia juga menggunakan dua tangannya untuk menutup mata Sean agar berhenti menatapnya seperti itu.
Namun, Sean buru-buru menahan tangan Arin kemudian menurunkannya. Melihat wajah gadisnya yang tersipu, Sean jadi gencar ingin menjahilinya. Ia lanjutkan memandangi Arin di sampingnya sembari tersenyum tipis.
"Seaan..." Arin mengeluh karena kelakuan Sean. Ia memasang wajah seolah-olah kesal pada kekasihnya, sebelum mengambil tempat di sisi pria itu. Namun, dengan menjaga jarak karena ia masih pura-pura kesal.
Tahu jika gadisnya sedang merajuk, Sean tertawa pelan sebelum bergerak mendekat dan merangkul erat bahu sang gadis. Ia jatuhkan dagu runcingnya di atas bahu tersebut lalu memberikan pergerakan kecil di sana. Hendak meminta maaf pada Arin menggunakan cara itu.
"Maaf, aku bercanda," tutur Sean lembut masih nyaman berada di bahu Arin.
Tak mendapat tanggapan, Sean kemudian mengangkat kepala guna menyaksikan langsung bagaimana wajah Arin kini mengerut dan enggan melihatnya.
Selepas itu, Sean kembali tersenyum hangat sebelum merengkuh tubuh mungil Arin ke dalam dekapan erat penuh kasih sayangnya. Saat mengusap punggung gadisnya teratur, masih dengan suara tawa yang mulai memelan.
"Jangan ngambek dong," bujuk Sean menyudahi aksi jahilnya. Walau sebenarnya ia yakin, Arin tidak benar-benar marah padanya. Namun lebih baik ia segera memperbaiki suasana hati gadisnya ini.
Arin manggut-manggut saja, masih bertahan dengan ekspresi malasnya pada Sean. Beberapa detik setelah itu, suara deham terdengar. Yang ternyata berasal dari Raka. Pria itu bertujuan membuat pasangan tersebut untuk cepat menghentikan kegiatan bermesraan mereka.
"Ekhem! Masih ada orang di sini, tolong. Jangan pamer kemesraan ya, bro and sis." Sindir Raka dengan tampang sebal sembari memutar bola matanya malas. Sean bahkan Arin pun berhasil dibuat tertawa hanya karena ucapan Raka.
Saat Sean melihat waktu di layar ponselnya, ia langsung mengajak Arin untuk bangkit karena mereka harus segera berangkat untuk sampai ke tempat tujuan. Yang mana, Arin belum tahu ke mana Sean akan membawanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Choir [HUNRENE]
Teen Fiction[ON GOING] Muhammad Sean Fakhri, seorang lelaki dingin dan terkesan tak acuh yang berhasil membuat Arindita Rachel Kirana jatuh cinta untuk pertama kalinya. Namun karena sifat Sean, terkadang Arin berputus asa dan berfikir untuk menyerah saja. Ditam...