Derit pintu terdengar pelan kala seorang pria tinggi membukanya. Wajahnya menoleh ke kanan dan kiri guna melihat ke seisi ruangan yang kini menjadi tempatnya berpijak. Menoleh ke arah ranjang di ruangan tersebut, pria itu menemukan bahwa ada seseorang yang bersembunyi di balik sebuah selimut putih tebal.
Mengingat tujuannya kemari, pria tersebut lantas mendekat dan memilih untuk duduk di kursi kecil samping nakas pemilik kamar ini. Jemarinya terangkat untuk membuka selimut yang menutupi tubuh seseorang di atas tempat tidur tersebut.
"Dir."
Sean memanggil bersamaan dengan terbukanya selimut putih yang berhasil disingkirkannya dari tubuh gadis itu. Semula, matanya terpejam namun setelahnya mengerjap pelan dan beradu pandang dengan Sean.
"Ngapain disini?" Tanyanya ketus dengan pandangan tak suka melihat kehadiran Sean disini.
"Lo kenapa mogok makan segala? Kasian Oma khawatir sama lo." Sean tak menggubris pertanyaan Nadira. Justru balik bertanya.
Melakukan hal yang sama dengan Sean, yaitu enggan menjawab pertanyaan yang dilontarkan, gadis itu memutar tubuh ke arah berlawanan. Agar tidak berhadapan dengan wajah Sean.
Apa yang Nadira lakukan pun membuat Sean memijat keningnya. Ia juga menghembuskan nafasnya pelan. Seusai itu, Sean berdiri dan berpindah tempat ke sisi lain dari tempat tidur Nadira untuk mendapati perempuan itu dengan wajah murungnya.
Sean kemudian merendahkan tubuhnya agar sejajar dengan posisi Nadira yang tengah berbaring di atas tempat tidurnya. Memang sejak Sean berpindah posisi tadi, perempuan itu cepat-cepat menutup matanya. Berpura-pura. Dan juga bermaksud mengabaikan kehadiran Sean.
"Nanti lo sakit kalo gini terus, Dir,"
Usaha pertama Sean masih tidak membuahkan hasil. Gadis itu masih enggan membuka mata untuk melihatnya. Lelaki itu kemudian sedikit mendekat. Menyentuh tangan Nadira yang diletakkan di depan tubuhnya.
"Dir..." Sean menurunkan oktaf suaranya.
Keduanya bertahan dalam posisi demikian selama beberapa menit ke depan. Hingga akhirnya Nadira terpaksa membuka matanya dan mendapati Sean tengah menatapnya.
"Biarin aja kalo aku sakit. Emang ada yang peduli?" Ketusnya dengan wajah ditekuk.
"Oma lo peduli, Dir. Gue juga." Sean menjeda kalimatnya. Lalu melanjutkan, "Kalo gue gak peduli sama lo, gue gak mungkin bela-belain dateng kesini."
Setelah percobaan kedua, Sean akhirnya berhasil membuat Nadira mau makan. Pria itu juga membantu menyuapi Nadira. Meskipun si gadis masih bertahan dengan ekspresi tak sukanya pada Sean.
"Kenyang..." gumam Nadira seraya menjauhkan sendok yang Sean arahkan ke mulutnya.
Melihat makanan Nadira sudah cukup banyak gadis itu habiskan, Sean menurut lalu membawakan gadis itu air putih yang terletak di nakas samping tempat tidurnya. Oma membawanya tadi bersama dengan makanan untuk Nadira tepat sebelum Sean pergi ke dapur.
"Udah, istirahat." Perintah Sean setelah mendudukkan diri kembali di kursi kecil samping ranjang Nadira.
Nadira yang baru saja meletakkan ponselnya, kini menatap Sean dengan pandangan sayu. "Temenin sebentar ya," pintanya.
Sean sebenarnya tidak begitu yakin, karena ia sudah menghabiskan cukup banyak waktu bersama Nadira. Padahal ia berjanji pada Arin bahwa mereka tidak akan lama berada di sini. Namun ia yakin, Nadira pasti tidak butuh waktu lama untuk segera terlelap. Jadi, Sean putuskan untuk menetap sampai gadis itu memejamkan mata.
Lima menit terlewati, Nadira masih membuka mata dengan pandangan lurus ke depan. Mungkin rasa kantuknya belum datang, pikir Sean.
Karena tiba-tiba merasa haus, Sean kemudian izin untuk pergi sebentar ke bawah. Berniat mengambil air putih. Akan tetapi ada yang aneh. Setelah Sean mengatakan akan pergi ke bawah sebentar, Nadira tampak terkejut dan terus menahan Sean untuk tetap tinggal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Choir [HUNRENE]
Teen Fiction[ON GOING] Muhammad Sean Fakhri, seorang lelaki dingin dan terkesan tak acuh yang berhasil membuat Arindita Rachel Kirana jatuh cinta untuk pertama kalinya. Namun karena sifat Sean, terkadang Arin berputus asa dan berfikir untuk menyerah saja. Ditam...