|♪| 𝐊𝐞𝐝𝐮𝐚 𝐊𝐚𝐥𝐢𝐧𝐲𝐚

578 80 32
                                    

Dalam ruangan yang berdebu dan minim penerangan itu, Arin berusaha mencari cara untuk keluar. Tubuh gadis itu sudah bergerak kesana kemari untuk menemukan jalan keluar. Ia pergi ke jendela kecil yang ada di dinding belakang gudang untuk melihat keluar pun tidak berhasil. Karena kebetulan jendela itu cukup tinggi di atas sana, sementara tubuhnya tidak sanggup mencapainya.

Alhasil tubuh Arin merosot selagi bersandar ke dinding. Ia lantas meringkuk dengan berusaha menahan tangisnya. Ia menyemangati dirinya untuk tidak menyerah, namun kenyataannya, tidak ada cara lain yang dapat Arin lakukan untuk pergi dari sini.

"Gak. Lo gak boleh nangis, Arin."

Sedangkan di ruang musik, Damar merupakan orang yang pertama kali menyadari ketidakhadiran Arin di sana. Padahal ketiga sahabatnya masih menunggu dan tampaknya mereka juga tengah kebingungan mencari Arin.

"Eh, lo pada liat Arin gak?"

Damar menghampiri sekumpulan gadis yang mungkin mengetahui keberadaan Arin. Namun mereka semua menjawab tidak tahu.

Namun, usai mengucapkan terima kasih pada kumpulan gadis tadi, Damar dihampiri oleh seorang gadis yang kemungkinan mendengar ucapannya tadi.

"Lo nyari Arin, Dam?"

Damar segera mengangguk. "Lo liat dia?"

"Tadi si dia keluar nemuin orang gitu, tapi gue gatau mereka abis itu kemana."

Kebetulan Windy yang hendak menghampiri Damar mendengar percakapan mereka. Ia kemudian turut masuk ke dalam konversasi tersebut.

"Itu lo liat kapan?" Windy tiba-tiba bertanya.

Si gadis tampak berpikir dan sedikit mengerutkan dahinya. "Kira-kira... lima belas menit yang lalu kayaknya,"

Damar dan Windy kemudian kompak mengakhiri percakapan dengan tatapan cemas. Windy memberitahu pada Joy dan Githa juga Chaka-yang sudah pasti menyampaikan hal itu pada tiga temannya, sementara Damar segera meninggalkan ruang musik untuk mencari Arin.

Dengan kepala yang terus menerus berputar untuk mencari Arin, Damar menyapu pandang hampir ke seluruh gedung fakultas musik. Ia juga mendapati teman Arin serta Sean dan temannya ikut mencari Arin.

Bahkan Sean baru saja melewatinya untuk pergi memeriksa ruang yang berada di ujung lorong. Kalau Damar tidak salah ingat salah satu ruangannya adalah sebuah gudang kosong.

Tubuh tinggi Damar ikut berhenti saat Sean berhenti dan memandangi seorang gadis yang tengah memanggil-manggil nama seseorang dari luar gudang. Tangannya juga mengetuk-ngetuk pintu gudang dengan kuat.

"Arin?! Arin! Lo ada di dalem Rin?!"

Teriakannya terhenti saat mendengar ada suara yang sepertinya merupakan nada dering ponsel Arin. Hal itu benar. Karena tidak lama setelah itu, ketiga teman Sean dan Arin datang dengan Windy yang terlihat menempelkan ponselnya ke telinga. Tanda ia sedang mencoba menghubungi seseorang yang tidak lain adalah Arin.

"Hp Arin kenapa ada di sini?"

Pertanyaan dari Joy muncul setelah gadis tinggi itu mengambil ponsel Arin yang tersembunyi di luar gudang. Jihan menggeleng tidak tahu, kemudian kembali mencoba memanggil Arin dari luar.

"Rin?! Arin!"

"Han... lo denger gue?"

Suara Arin akhirnya terdengar. Namun ada yang tidak biasa dari suara gadis itu. Vokalnya sedikit lemas.

Damar lalu membawa tubuh Jihan menepi karena Sean memberi aba-aba untuk mendobrak pintu gudang.

"Rin, lo mundur. Jangan di deket pintu." Peringatnya.

Choir [HUNRENE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang