AKSARA 8

7.1K 531 10
                                    

“Aku sedang tidak berpacaran, tapi hatiku sudah diisi seseorang yang tak bisa kusebut sebagai milikku.”

___

Selesai melaksanakan hukuman, kaki jenjangnya berjalan menuju kelasnya. Amara mengusap mengusap peluh yang mengalir di dahinya. Cukup melelahkan. Eh bukan hanya cukup, tetapi sangat melelahkan! Untung saja tadi dia bisa sambil curi-curi pandang menatap Aksara, jadi bisa menambah semangatnya. Aksara memang sangat berpengaruh bagi kehidupannya. Aksara adalah orang membuat dirinya mempunyai semangat untuk hidup.

Amara sampai di depan kelasnya. Dia mengintip dari jendela dan melihat Bu Alrisa selaku guru sejarah yang kini sedang menerangkan. Amara terkekeh saat melihat wajah-wajah teman sekelasnya yang nampak sangat bosan mendengar suara Bu Risa.

Dirinya menatap jam di pergelangan tangannya. Sebentar lagi sudah jam pergantian mata pelajaran. Daripada dirinya masuk sekarang dan berujung dimarahi, lebih baik dia menunggu sambil duduk di bangku panjang depan kelasnya.

"Amara!" panggil seseorang membuat Amara menolehkan kepalanya. Ada Malven yang kini sedang berjalan menuju kearahnya.

"Tumben lo main ke koridor anak IPS," ucap Amara heran saat melihat kedatangan Malven.

"Tadi habis dari lapangan," jawab Malven yang kini sudah duduk di samping Amara. Amara lalu menganggukkan kepalanya paham.

"Lo kenapa nggak masuk, Ra?" tanya Malven penasaran.

"Habis dihukum tadi gue."

"Makannya jangan bangun kesiangan mulu!" ucap Malven sambil mencubit pipi Amara.

"Ih sakit ih! Ya gimana orang ga ada yang bangunin," jawab Amara singkat.

"Oh ceritanya ngode gue buat nelpon lo tiap pagi gitu?" goda Malven.

Amara mengerutkan keningnya binggung. "Hah? Apa sih? Enggak kali. Gue maunya Aksara yang kayak gituin gue."

Malven tersenyum kecut. "Dasar bucin."

"Lo tau sendiri kan gue orangnya kayak gimana. Gue bakal perjuangin apa yang gue ingin."

"Iya tau Ra. Tapi ingat ya, jaga harga diri lo juga sebagai cewek. Cewek itu kodratnya dikejar bukan mengejar."

"Hah? Apaan sih lo Ven? Kok jadi kayak gini?" tanya Amara binggung dengan ucapan Malven yang sedikit menyinggung perasaannya.

Mendengar ucapan Malven tadi, membuat dia merasa bahwa dirinya adalah cewek murahan yang mengemis cinta kepada Aksara. Ya walaupun itu fakta. Tapi ucapan Malven tadi membuatnya kesal sendiri.

"Gue nggak maksud gitu Ra. Udah ah gue mau cabut dulu. Jangan bolos ya!" ucap Malven meninggalakan Amara sendirian.

Bel pergantian mata pelajaran telah dibunyikan. Bu Risa sudah keluar dari kelas. Amara yang melihat itu langsung tersenyum lebar menatap Bu Risa yang sudah menatapnya kesal.

"Dari mana saja Amara?" tanya Bu Risa.

"Tadi dihukum buat nyapu Bu."

"Nyapu lahan 20 hektare ya? Kok baru kelihatan?" sindir guru itu.

Amara menghembuskan napasnya menahan kesal. "Enggak gitu Ibu, tadi banyak sampahnya jadinya lama hehe."

"Ibu tau kamu cuma alasan. Jangan lupa kerjakan tugasnya. Nanti kamu tanya sama teman kamu. Kalau sampai nggak ngerjain nanti kamu Ibu aduin ke Aksara biar dia makin nggak suka sama kamu," ucap Bu Risa membuat Amara melebarkan matanya.

Sialan. Semua guru memakai nama Aksara sebagai bahan ancaman. Bisa semakin sulit perjuangannya untuk mendapatkan Aksara jika seperti ini ceritanya.

AKSARA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang