Bel pertanda pulang sekolah telah dibunyikan. Seorang gadis kini sedang membereskan alat tulisnya yang berserakan di meja. Dia memasukkan pena dan buku ke dalam ransel berwarna biru miliknya. Tangannya mengikat rambut hitamnya menjadi satu dibelakang, lalu berdiri dari tempat duduknya.
"Mau pulang bareng gue nggak?" tawar Diandra. Sakadar info,
rumah Diandra memang satu arah dengan Amara, berbeda dengan Tata dan Cici yang berlawanan arah.Amara menggelengkan kepalanya. "Nggak. Ada keperluan gue," tutur Amara.
"Sok sibuk anjir," ujar Tata sambil menatap Amara aneh. Tumben sekali anak itu berlagak sok sibuk.
"Gue emang sibuk! Bye! Mau balik!" teriak Amara sambil berjalan sombong mendahului temannya. Diandra, Tata, dan Cici langsung mengikuti langkah Amara.
Koridor kini bisa terbilang cukup ramai. Maklumlah namanya juga jam pulang sekolah. Sudah pasti semua murid langsung ingin pulang dan merebahkan tubuhnya. Amara sendiri merasa bahwa tubuhnya terasa pegal semua. Walaupun tidak paham materi sama sekali, namun entah mengapa dia merasa pusing.
"Beneran nggak mau nebeng?" tawar Diandra memastikan. Amara lagi-lagi menjawab dengan gelengan kepala. Dia memang sering membonceng Diandra saat pulang sekolah. Namun kali ini dia akan pulang sendiri saja.
"Emang mau kemana sih lo?" tanya Cici penasaran. Pasalnya, semangat Amara itu akan bertambah jika mendengar suara bel sekolah. Dia biasanya ingin segera pulang ke rumah.
"Mau beli bahan dapur dulu gue. Stok bahan dapur gue udah habis dirampok sama anak ini ni!" Amara menunjuk Tata dengan jarinya. Tata hanya menunjukkan respon tanpa dosanya. Memang benar hal yang dikatakan oleh Amara tadi, dan dirinya tidak menyangkal hal itu.
"Oke hati-hati ya. Gue balik dulu!" pamit Diandra. Dirinya langsung masuk ke mobil jemputannya. Diandra melambaikan tangannya pertanda pamit yang langsung dibalas lambaian tangan balik oleh Amara, Tata, dan Cici.
"Gue juga mau balik. Bye!" pamit Cici yang di balas acungan jempol oleh Amara. Cici tadi sudah memesan ojek online, dan sekarang pesannya sudah sampai.
Kini tersisa Tata saja yang berdiri bersamanya. "Nggak balik lo?" tanya Amara kepada Tata yang kini sedang memainkan ponselnya.
"Balik lah. Nunggu cowok gue dulu." Tata memang mempunyai pacar, namanya Langit Brawijaya yang merupakan salah satu sahabat dekat Aksara. Entah bagaimana caranya seorang Tasya bisa luluh kepada pesona Langit yang menyebalkan itu. Amara saja sampai tercengang mendengar kabar itu.
"Sombong anjir mentang-mentang udah punya cowok," sinis Amara sambil menoyor pelan kepala Tata. Tata hanya bisa tertawa ngakak mendengar ucapan yang keluar dari mulut Amara itu.
"Lah gue nggak perlu berjuang kayak lo tiba-tiba datang sendiri itu mas-mas incaran gue. Sedangkan lo, udah berjuang tiga tahun sampai sekarang masih kayak gini aja," ejek Tata. Amara yang mendengar itu hanya bisa mengerucutkan bibirnya. Iya memang itu faktanya, namun mengapa terasa menyakitkan.
Amara menjadi heran sendiri, Tata tidak pernah berjuang saja bisa jadian dengan Langit, sedangkan dia, berjuang selama ini saja rasanya sangat sia-sia. Tidak ada peningkatan sama sekali. Menyedihkan sekali.
"Sialan lo, Ta. Tungguin aja ya lo sampai nanti Aksara jadian sama gue bakal gue pamerin ke lo!" Tata sampai tidak bisa menahan tawanya karena ucapan Amara. Kasihan sekali sahabatnya ini.
Suara motor membuat Amara dan Tata langsung menolehkan kepalanya. Ada Langit dan Dhirga yang melajukan motornya ke arahnya. Amara mengembuskan napas kesal saat tidak melihat ada Aksara di situ. Padahal rencananya Amara akan nebeng Aksara sekalian modus.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] "Mencintai seseorang yang tidak mencintai kita itu menyakitkan." Aksara Aradhana, lelaki penuh pesona dengan wajah tampan dan senyuman menawan. Bukan seorang berandal sekolah, dia hanya murid yang dianugerahi otak encer...