Senyum Amara tidak henti-hentinya memudar. Dia terlihat sangat bahagia, hal itu bisa dilihat bibirnya yang tidak berhenti tersenyum. Dia kini sedang diajak berbicara oleh Aira, Bunda dari Aksara. Jika ditanya deg-degan atau tidak, sudah pasti dengan gamblang Amara akan menjawab iya! Pertemuan yang tidak sengaja ini ternyata malah membuat jalannya mendekati Aksara semakin mulus saja.
Aira mengajak Amara untuk duduk di salah satu bangku yang berada di toko ini. Toko ini adalah milik keluarga Aradhana. Sebenarnya, toko yang dikelola langsung oleh Aira ini belum lama berdiri, namun bisa dibilang toko ini sangat ramai. Setiap pulang sekolah, biasanya Aksara selalu mampir ke toko ini, namun sepertinya hari ini adalah kesialannya karena lagi-lagi harus bertemu dengan gadis bernama Amara.
"Amara kelas berapa?" tanya Aira sambil menghadap Amara yang hingga kini masih menunjukkan senyuman manisnya. Sedangkan Aksara sendiri malah membuang mukanya ingin segera pergi dari tempat ini. Namun sayangnya tangannya kini dicekal oleh bundanya sendiri.
"Kelas 12, Tante. Sama kayak Aksara," tutur Amara.
"Jangan panggil Tante dong! Panggilnya Bunda aja, ya. Biar sama kayak Aksara," perintah Aira sambil tersenyum. Amara menganggukkan kepalnya sambil tersenyum kikuk.
"Kalau di sekolahan sering main sama Aksara?" tanya Aira penasaran. Dia ingin mendengar jawaban yang keluar dari gadis yang ada di depannya ini.
Amara sontak menggelengkan kepalnya. "Mana pernah, Bunda. Aksara aja bakalan marah kalau aku dekat-dekat sama dia," adu Amara sambil cemberut menatap Aksara yang hingga kini enggan menatap dirinya.
Aira langsung menolehkan kepalnya menghadap Aksara. Dia kemudian tertawa melihat reaksi anaknya itu. Sepertinya benar yang dibilang oleh Alkara kalau cinta Amara ini bertepuk sebelah tangan.
"Kamu kenapa kayak begitu sama Amara?" tanya Aira kepada putranya itu.
Aksara terlihat seperti menahan kesalnya. "Nyebelin."
Aira tidak bisa menahan tawanya melihat muka Aksara yang kesal seperti ini. Jarang sekali dia melihat raut wajah anaknya seperti ini. Apalagi ini berkaitan dengan seorang perempuan.
"Memang Amara nyebelinya kayak gimana?" tanya Aira lagi. Dia masih penasaran dengan kisah perjuangan Amara untuk meluluhkan hati anaknya ini.
"Ya kayak gitu, Bun. Udah nggak bisa dijelasin lagi pakai kata-kata. Anaknya aneh."
Amara langsung melebarkan matanya. Kalau Aksara menceritakan keburukannya seperti ini, bisa jadi nanti dia dicoret dari daftar calon mantu Aira.
"Ih gue nggak aneh ya!" ucap Amara tidak terima.
"Nggak aneh, tapi cuma nggak waras aja."
"Gue waras!"
"Mana ada?! Orang gila lo!"
"Ih!" ujar Amara kesal.
Tawa Aira semakin meledak. Amara dan Aksara justru terlihat seperti Tom and Jerry. Perdebatan mereka malah terlihat sangat lucu. Amara dan Aksara sendiri langsung terdiam.
"Udah jangan beramtem kalian ini. Aksara jangan jahat-jahat dong sama Amara. Kasihan Amaranya," ujar Aira.
"Dengerin tuh! Jangan jahat-jahat. Nanti gue aduin Bunda," ucap Amara sambil tertawa melihat muka masam Aksara.
Obrolan mereka terus berlanjut hingga langit sudah berubah menjadi warna jingga. Setelah mengobrol panjang lebar dengan Aira, kini Amara berniat untuk pulang. Dia berdiri dari tempat duduknya.
"Amara mau pulang dulu ya, Bunda. Udah sore hehe," pamit Amra.
Aira ikut berdiri dari duduknya. "Loh udah mau pulang? Tunggu sebentar," ujar Aira.
![](https://img.wattpad.com/cover/251305251-288-k662252.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] "Mencintai seseorang yang tidak mencintai kita itu menyakitkan." Aksara Aradhana, lelaki penuh pesona dengan wajah tampan dan senyuman menawan. Bukan seorang berandal sekolah, dia hanya murid yang dianugerahi otak encer...