Berjalan bersampingan menuju parkiran itulah yang kini dilakukan oleh Amara dan Aksara. Jika biasanya Amara melangkah dengan yakin dan penuh semangat, namun kali ini gadis itu terlihat sangat berbeda. Gadis itu tidak berani mengangkat wajahnya. Dia benar-benar tidak kuat jika harus melihat wajah orang-orang yang kini menatapnya sinis.
Amara jadi teringat saat di kelas tadi. Semua teman sekelasnya menatap dirinya dengan tatapan sinis. Namun, ada lagi yang lebih menyakitkan daripada itu. Hatinya terasa sakit kala melihat sahabatnya yang kini sudah berpindah tempat duduk dan hanya menyisakan Amara saja di bangku itu. Rasanya benar-benar menyakitkan.
Amara masih ingat betul kala ketiga sahabatnya hanya diam tanpa berniat mengucapkan apapun untuk dirinya. Ketiganya juga seperti sudah menganggap keberadaannya. Benar kata orang, lambat laun semua orang benar-benar akan menjauhimu.
Tangan Amara menghangat kala Aksara kini menyatukan tangan mereka. Gadis itu terkesiap lalu menatap wajah Aksara yang kini fokus memandang ke depan.
"Jangan nunduk aja, Ra," ucap Aksara.
Amara tidak menjawab. Gadis itu masih saja terus menunduk menatap ke tanah.
"Enggak usah dengerin apapun yang mereka bilang," bisik Aksara.
Amara mengangguk pelan, "Iya."
Keduanya kini masih saja menjadi sorotan para murid. Namun, Aksara tetaplah laki-laki cuek yang tidak pernah mendengarkan ucapan negatif-negatif itu. Laki-laki itu berjalan dengan wajah cueknya dan sesekali memandangi orang-orang yang masih menghujat Amara dengan tatapan tajam yang seakan ingin memangsa mereka.
Mereka berdua kini berada di parkiran. Aksara segera memakai helmnya. Laki-laki itu lalu menyuruh Amara untuk segera naik ke jok belakangnya. Tanpa berkata apapun, Amara langsung menuruti perintah laki-laki itu.
Motor hitam milik Aksara kini melaju meninggalkan area SMA Dharmawangsa. Masih sama seperti tadi, Amara lebih memilih menundukkan kepalanya. Gadis itu masih saja mendengar ucapan hujatan yang dilayangkan untuknya seperti cewek murahan, tidak tau diri, dan masih banyak lagi.
Namun, Amara sudah tidak serapuh tadi. Gadis itu kini sudah berusaha cuek dengan semua ucapan penuh kebencian yang mereka layangkan.
Motor Aksara melaju membelah jalanan ibukota. Tujuannya kini adalah ke salah satu pusat perbelanjaan terbesar di tempat ini.
"Kalau mau dianterin, jangan murung gitu dong, Ra. Senyum kek," ucap Aksara yang sedari tadi memperhatikan Amara dari kaca spion.
"Lagi malas senyum."
"Ya udah kalau enggak mau senyum kita enggak jadi aja perginya."
Amara berdecak kesal. Gadis itu lalu menunjukkan senyum lebarnya sambil menunjukkan gigi rapinya. Aksara dibuat senyum sendiri kala melihat senyuman yang seperti tidak ikhlas itu.
"Nah kalau gitu kan jadi tambah cantik. Enggak ada gunanya lo sedih-sedihan kayak tadi."
"Iya iya."
Motor milik Aksara kini sudah berhenti di parkiran yang ada di pusat perbelanjaan ini. Mereka berdua langsung berjalan bersisian untuk mulai menjelajah tempat ini.
"Ini kita mau ke mana?" tanya Aksara.
"Toko baju aja. Gue pengen beliin Cici jaket atau sweater gitu," ujar Amara yang langsung dibalas anggukkan oleh Aksara.
Amara memimpin jalan. Gadis itu melangkahkan kakinya menuju salah satu toko dengan merek ternama. Aksara hanya mengikuti gadis itu di belakang.
Saat sudah berada di dalam toko, tujuan Amara pertama adalah mencari jaket atau sweater hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] "Mencintai seseorang yang tidak mencintai kita itu menyakitkan." Aksara Aradhana, lelaki penuh pesona dengan wajah tampan dan senyuman menawan. Bukan seorang berandal sekolah, dia hanya murid yang dianugerahi otak encer...