Dikarenakan postur tubuhnya yang terbilang tinggi jika dibandingkan dengan teman perempuan sekelasnya, Amara biasa baris di barisan paling belakang. Ini adalah salah satu keberuntungan baginya, selain mendapatkan tempat yang teduh, dia juga bisa curi-curi pandang ke barisan kelas Aksara.
Cuaca hari ini cukup terik. Apalagi ditambah dengan amanat kepala sekolah yang tidak selesai-selesai. Ingin sekali Amara berpura-pura pingsan saja agar bisa tiduran di UKS. Tapi tentu saja dia tidak akan melakukan hal gila seperti itu.
"Ra," panggil Tata. Posisinya kini Tata berada di tengah di antara Diandra dan Amara. Sedangkan Cici berada di barisan depan.
"Paan?" tanyanya tanpa menghadap ke arah Tata. Pandangannya terkunci pada Aksara yang baris di barisan kelasnya.
"Habis main kemana lo kemarin sama Malven?" tanya Tata yang kebetulan baris di samping Amara. Dia kemarin menyimak instastory yang dibuat oleh Amara, namun dia lupa untuk langsung bertanya.
Amara yang awalnya sedang memandangi Aksara lalu menolehkan kepalnya. "Doi ngajak ke mall."
Diandra yang baris di sebelah Tata ikut menyimak obrolan dua sahabat gilanya itu. "Oh udah move on dari Aksara nih?" goda Diandra.
Amara sontak menggelengkan kepalanya. "Ya enggak lah! Mana mungkin gue bisa lupain mas ganteng gue!" Bisa-bisanya Diandra bertanya seperti itu. Seorang Amara mana mungkin bisa melupakan Aksara Aradhana. Setiap malamnya saja dia selalu memandangi Instagram Aksara, walaupun hingga kini permintaan mengikutinya belum disetujui.
"Aksara cemburu mampus lu," ujar Tata sambil menyemburkan tawanya.
"Mana mungkin dia cemburu, orang dia aja nggak suka gue." Untuk saat ini Amara sadar diri.
"Oh iya ya lupa gue. Cinta bertepuk sebalah tangan ya gitu."
"Gapapa sumpah gapapa. Demi alex kaga ngapa-ngapa."
Obrolan ketiganya terhenti saat tiba-tiba kepala sekolah memberikan pengumuman. Nama Nabila dipanggil sebagai penerima hadiah lomba olimpiade yang dia ikuti. Mata Amara melihat Nabila yang berlagak sok-sok malu-malu berjalan ke depan. Dasar.
Bukannya Amara iri atau bagaimana, namun rasanya melihat wajah Nabila saja dia sangat muak. Baginya, anak itu memiliki tingkat kecaperan yang sangat tinggi. Lagaknya seperti puteri sekolah saja.
"Mau dapetin Aksara tapi saingannya ngeri ya, bund," bisik Diandra kepada Amara.
"Gue nggak takut." Amara hanya menampakkan wajah datarnya saja melihat wajah Nabila yang kini menampakkan senyum manisnya. Menurutnya, lebih manis dirinya daripada cewek itu.
"Dia mah anaknya berprestasi jadi ada poin plus nya lah. Nah sedangkan lo, minus semua perasaan," ujar Tata. Ingin rasanya Amara membungkam mulut sahabatnya itu. Bisa-bisanya mereka malah berbicara seperti itu. Walaupun itu faktanya, namun terdengar sangat menyakitkan.
"Anjir lo berdua," umpat Amara.
Amara menolehkan kepalanya ke arah barisan anak IPA 1. Netranya menangkap Aksara yang kini menunjukkan senyumannya. Sebentar-sebentar. Apakah senyuman itu Aksara tujukan untuk Nabila? Jika hal itu terjadi, maka tidak bisa dibiarkan.
Amara mendadak panas sendiri di tempatnya berdiri. Cuaca yang kini panas dan ditambah dengan dugaan jika tadi Aksara tersenyum untuk Nabila semakin membuat hatinya panas saja. Amara menghembuskan napasnya kasar dan mencoba untuk tetap tenang. Sabar.
"Panas gue, Ta," ujar Amara sambil mengipasi wajahnya dengan tangannya sendiri.
Tata mengertukan keningnya binggung. Dia lalu mengikuti arah pandang Amara yang menghadap barisan anak kelas IPA 1. Ada Aksara dan teman-temannya dan juga Nabila yang sudah kembali di tempatnya sedang berbicara dengan Aksara. Sepertinya sedang pamer.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] "Mencintai seseorang yang tidak mencintai kita itu menyakitkan." Aksara Aradhana, lelaki penuh pesona dengan wajah tampan dan senyuman menawan. Bukan seorang berandal sekolah, dia hanya murid yang dianugerahi otak encer...