AKSARA 6

7.3K 586 6
                                    

“Dipeluk oleh luka, dikuatkan oleh patah, dan tertawa untuk pura-pura.”

***

Mobil Aksara melaju menuju kompleks perumahannya. Selama di perjalanan, adiknya yang sangat tidak tahu diri itu terus mengejeknya tentang kejadian di minimarket tadi. Tangan Aksara terasa gatal untuk membungkam mulut lemes adiknya itu. Benar-benar tidak bisa dibiarkan! Dirinya bisa menebak jika nanti pasti Alka akan menceritakan kejadian tadi kepada Bundanya.

"Cakep gitu mau lo sia-siain bro? Di ambil orang nanti nyesel lo," ejek Alkara.

"Kalau mau, ambil aja," jawabnya malas. Dia benar-benar sudah malas jika harus membahas gadis bernama Amara itu.

"Ga mau ah. Gue dukung lo sama dia 100%. Dilihat sih kayaknya dia baik," ujar Alkara lagi sambil memakan snack di tangannya.

"Baik dari mananya? Dilihat dari mukanya aja kelihatan ngeselin gitu," jawab Aksara sambil terus fokus ke jalanan. Hari ini sudah sore. Jalanan sudah mulai padat karena sudah jam pulang kantor. Dan sepertinya Ayahnya juga sudah pulang.

"Jangan gitu. Kena karma mampus lo," ejek Alkara.

"Gak akan!"

"Eh tapi walaupun mukanya kelihatan judes gitu, tapi cantiknya natural kali, nggak kayak yang waktu itu pernah main ke rumah," ungkap Alkara jujur.

"Siapa?"

"Halah yang waktu itu belajar bareng sama lo. Icha apa Acha itu namanya gue nggak ingat?"

"Icha."

"Nah itu. Gue nggak suka sama lihat dia. Kayak cewek ganjen gitu."

"Padahal ganjenan Amara," ungkap Aksara.

"Tapi gue lebih suka Amara. Pokoknya gue dukung lo harus sama Amara!"

"Terserah lo!"

Aksara menggelengkan kepalanya. Dia sudah tidak mempedulikan ocehan Alkara lagi. Sangat tidak ada gunanya membahas tentang gadis itu. Hanya buang-buang waktu saja.

Mobil yang dikendarai oleh Aksara akhirnya tiba di kediamannya. Dia kemudian segera turun dari bangku duduknya dan segera membuka bagasi untuk mengambil belanjaan mereka tadi.

"Bawa nih!" ucap Aksara menyerahkan kresek penuh yang berisi barang-barang belanjaan.

"Ogah! Gue bukan babu lo!" jawab Alkara kemudian berlari meninggalkan Aksara yang kini kesal di tempatnya.

Walaupun sedang dalam mode kesal, Aksara lalu berjalan menuju dapur dan menaruh barang belanjaan tadi ke meja. Ternyata Ayah dan Bundanya sudah berada di rumah semua.

"Bunda tadi aku ketemu calon kakak ipar!" ucap Alkara dengan semangatnya. Aksara yang kesal lalu menginjak kaki adiknya itu dengan sekuat tenaga. Sudah bisa dia tebak jika mulut lemes adiknya itu akan menceritakan kejadian tadi.

"Sakit anjir!" teriak Alkara refleks.

"Adek! Nggak boleh ngomong kayak gitu ah sama kakak sendiri," ujar Aira yang kini menata barang belanjaan yang tadi dibeli oleh anaknya.

"Kakak nih Bun!" adu Alkara. Sudah bisa dilihat dari cara bicaranya jika Alkara ini akan memanggil Aksara dengan sebutan kakak jika sedang ada Ayah dan Bundanya saja. Hal ini dikarenakan nanti Alkara bisa diceramahi panjang lebar oleh Ayahnya jika hanya memanggil tanpa embel-embel kakak. Dan tentu saja jika hal itu terjadi, Aksara dengan semangat akan menertawakan adiknya itu.

"Emang habis ketemu siapa tadi? tanya Arya pemanasan. Sambil meminum tehnya, dia melihat anak bungsunya yang kini sedang terkekeh dan anak sulung yang sudah terlihat kesal.

AKSARA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang