Saat yang dinantikan akhirnya datang juga. Amara sudah siap dengan seragamnya dan co card panitia yang menggantung di lehernya. Gadis yang kini membiarkan rambutnya terurai bebas itu kini nampak sangat sibuk menyiapkan segala hal. Mulai dari mengecek kesiapan bazar yang di lakukan masing-masing kelas dan masih banyak hal lagi. Amara yang biasanya hanya bersantuy-santuy kini menjelma menjadi anak sibuk.
Jika biasanya dia akan berangkat mepet saat jam pelajaran dimulai, berbeda tadi pagi saat dia berangkat awal sekali. Perlu kalian tahu, ini semua karena Aksara yang tiba-tiba saja sudah nangkring di depan rumahnya. Entah kesambet apa orang itu sampai tiba-tiba datang begitu saja.
Kalau kalian tahu bagaimana reaksi Amara tadi pagi, mungkin kalian akan menertawakannya. Dengan rambut yang masih di balut dengan handuk, dan mulut yang masih memakan roti, anak itu keluar untuk melihat siapa yang mengetuk pintu sepagi ini. Pasalnya Mbak Nina sedang libur hari ini, jadi dia penasaran siapa yang mengetuk pintunya.
Dan betapa terkejutnya dirinya saat melihat sosok bertubuh jangkung yang sudah siap rapi dengan balutan seragamnya itu sudah berdiri di depan pintunya. Amara langsung melebarkan matanya terkejut. Melihat Aksara yang terkekeh langsung membuatnya malu seketika. Anak itu pasti menertawakan penampilannya. Sungguh memalukan sekali.
"Amara disuruh bantu yang di depan." Ucapan salah satu panitia membuat Amara tersadar dari lamunannya lalu menolehkan kepalanya. Kakinya lalu bergerak menuju samping panggung utama. Memang banyak yang perlu dipersiapkan.
Acara untuk memperingati hari ulang tahun sekolah ini memang sangat meriah. Akan diadakan konser musik yang mengundang artis ibukota. Beberapa kepala sekolah SMA lain juga diundang menghadiri acara ini. Semua siswa disuruh untuk berpartisipasi. Masing-masing kelas kini sibuk mempersiapkan bazar kelas mereka.
Dengan kamera yang menggantung di lehernya, Aksara kini mengarahkan lensanya untuk memotret objek yang ada di depannya. Dia memang bertugas menjadi seksi dokumentasi. Ini wajar saja karena dirinya sangat menyukai hal yang berbau fotografi. Laki-laki itu dari tadi terus menjepret kameranya untuk mengambil foto.
"Aksara!" panggil seseorang membuat kepalnya menoleh. Ada Nabila yang berdiri di tenda bazar kelasnya. Kakinya lalu tergerak mendekati gadis itu.
"Bisa bantu angkat-angkat?" tanya Nabila.
Aksara menganggukkan kepalanya lalu membatu gadis yang nampak kesusahan itu. Gadis itu hanya sendiri di sana. Entah pergi ke mana semua teman-teman sekelasnya ini. Tadi dia sempat melihat sahabatnya yang malah menjadi pasukan ambyar di depan panggung.
"Huh capek." Nabila mengusap peluh yang mengalir di dahinya. Anak itu kini meneguk minumannya.
"Aksara mau minum?" tanyanya.
"Nggak usah," jawab lelaki itu singkat lalu disambut anggukan kepala dari Nabila.
Aksara mulai mengotak-atik kameranya lagi. Dia sudah lama tidak menggunakan kameranya yang ini. Kameranya rata-rata hanya dia beli lalu dia taruh di almarinya. Dia akan memakai jika ada keperluan saja.
"Aksara fotoin aku dong," pinta Nabila sambil menatap Aksara. Gadis itu mulai menunjukkan senyumannya saat Aksara mengarahkan lensanya ke arahnya.
"Lagi-lagi," pinta gadis itu. Sekali saja foto memang tidak cukup. Dia bahkan melakukan berbagai pose gaya.
"Makasih. Jangan lupa nanti dikirim ya," kata Nabila sambil tersenyum. Aksara tidak menanggapi. Anak itu kini berjalan meninggalkan Nabila.
Cuaca sudah mulai panas. Sedangkan Amara sendiri masih sibuk berjalan kesana-kemari. Gadis itu kini sedang melakukan koordinasi dengan beberapa panitia lainnya. Sedangkan di depan panggung utama saat ini sudah sangat ramai diisi oleh para murid yang bernyanyi bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] "Mencintai seseorang yang tidak mencintai kita itu menyakitkan." Aksara Aradhana, lelaki penuh pesona dengan wajah tampan dan senyuman menawan. Bukan seorang berandal sekolah, dia hanya murid yang dianugerahi otak encer...