Malam ini adalah malam minggu. Amara yang sadar diri jika dirinya jomblo hanya bisa membungkus tubuhnya dengan selimut tebalnya. Dia bergerak kesana-kemari untuk mencari posisi ternyaman. Malam minggunya hanya ditemani angin malam. Dia hanya sendirian di rumah. Memang bukan hal yang baru, dirinya sudah terbiasa sejak lama berada di rumah sendiri.
Kakinya beranjak dari kasur untuk berjalan menuju dapur. Dia membuat segelas susu lalu duduk di samping jendela. Dia memandangi bintang yang malam ini bertaburan di langit. Amara memang menyukai hal-hal yang berbau luar angkasa. Dia sangat suka melihat bintang.
Dulu saat masih kecil, dia sering memandangi bintang di langit bersama kedua orangtuanya. Namun sepertinya kejadian itu tidak bisa diulang kembali. Jika sedang sendirian seperti ini, Amara menjadi orang yang lemah. Pikirannya menari kesana-kemari. Dia merindukan orangtuanya.
Tanpa Amara sadari, air matanya perlahan turun membasahi pipi mulusnya. Dengan kasar Amara langsung mengusap cairan bening itu. Dia tidak mau seperti ini. Dia tidak suka saat dirinya terlihat lemah.
Disaat Amara sedang menangis nasibnya, berbeda dengan kediaman Aradhana yang kini terasa sangat ramai. Malam minggu seperti ini, kegiatan rutin mereka adalah berkumpul bersama.
Saat ini sedang ada Aksara melawan ayahnya bermain PS, sedangkan Alkara dan bundanya menonton televisi dengan Alkara yang merebahkan kepalanya di paha Aira.
"Bunda tadi aku ketemu calon mantu bunda lagi," curhat Alkara sambil cengengesan. Aksara yang mendengar percakapan itu langsung melempari Alkara dengan kacang.
Aira menggelengkan kepalanya lalu menatap anak bungsunya. "Siapa dek namanya? Bunda lupa."
"Amara, Bunda. Anaknya cantik Bun. Kayaknya Bunda bakalan suka deh sama dia. Orangnya seru," ujar Alkara. Aksara lalu memutar bola matanya malas mendengar deskripsi seorang Amara yang keluar dari mulut adiknya itu. Terlalu melebih-lebihkan!
"Oh ya? Kakak ada fotonya nggak? Bunda mau lihat," tanya Aira langsung menghadap Aksara. Aksara sontak menggelengkan kepalanya. Biasa-biasanya bundanya bertanya seperti itu. Sudah jelas jika jawabannya adalah tidak!
"Jangan dengerin ucapan Alkara, Bun. Ngaco itu anak," sahut Aksara sambil menatap adiknya sinis.
"Ihh aku nggak bohong kok, Bun. Emang cantik. Tapi kasihan cuma dibaperin doang," bisik Alkara kepada Bundanya.
"Bunda jadi penasaran deh. Jadi pengen ketemu dong sama dia."
"Ga usah buang-buang waktu deh, Bun. Nggak penting banget mau nemuin orang kayak dia," sahut Aksara.
"Emang ada apa sih?" tanya Arya yang dari tadi hanya menyimak pembahasan tentang Amara ini. Dia jadi ikut penasaran.
Aksara menoleh. "Nggak ada apa-apa."
"Amara itu anak kelas berapa, Kak?" tanya Aira penasaran.
"Seangkatan sama Aksara."
Aira semakin semangat membahas tentang topik ini. Dia lalu menatap wajah anaknya yang terlihat sangat masam.
"Jurusan apa?"
"IPS," jawab Aksara yang hingga kini masih fokus ke stick PS miliknya
"Bunda kira satu kelas sama kamu," ucap Aira. "Sama Icha atau Nabila lebih cantik siapa, Kak?"
Sepertinya bukan rahasia lagi jika semua anggota keluarganya mengenal Icha dan Nabila. Ini karena teman-teman Aksara yang sering bercerita kepada Aira jika Aksara di taksir oleh dua teman sekelasnya itu. Aira memang sudah pernah bertemu dengan Icha dan Nabila, dua-duanya gadis yang cantik dan pintar menurutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] "Mencintai seseorang yang tidak mencintai kita itu menyakitkan." Aksara Aradhana, lelaki penuh pesona dengan wajah tampan dan senyuman menawan. Bukan seorang berandal sekolah, dia hanya murid yang dianugerahi otak encer...