Minggu pagi ini keluarga Aradhana sedang bergotong royong membersihkan rumah mereka. Ini adalah kegiatan rutin di keluarga mereka. Arya mencuci mobil, Aira menyapu halaman, Aksara menyiram tanaman, dan Alkara dengan tidak tahu dirinya malah duduk bersantai sambil menikmati es sirup. Adik tidak ada akhlak.
Aksara yang kesal langsung mengarahkan selang yang sebelumnya ia gunakan untuk menyiram tanaman kini berganti dia gunakan untuk menyiram adiknya itu.
"Aksara sialan!" umpat Alkara kesal. Dia lalu berlari untuk menghindari serangan dari kakaknya itu. Ada-ada saja memang tingkat adik dan kakak ini. Sehari saja tanpa membuat ulah sepertinya tidak bisa.
Arya dan Aira yang melihat itu hanya bisa menggelengkan kepalanya heran. Pasalnya, kedua putranya itu kerjaannya hanya berantem saja.
"Adek bantuin ayah!" teriak Arya memanggil anak bungsunya. Dengan setengah hati, Alkara lalu berjalan untuk mendekati ayahnya. Aksara yang melihat itu langsung menertawakan adiknya itu.
"Bantuin apa?" tanya Alkara sambil menggaruk rambutnya yang tidak gatal.
"Cuciin mobil ayah ya. Nanti ayah kasih duit." Mata Alkara verbinar seketika. Dia memang hanya akan melakukan pekerjaan dengan senang hati jika ada upahnya. Mata duitan!
"Kasih berapa nih?" tanyanya sambil menaik turunkan alisnya.
"100 ribu," jawab Arya.
"Cuma segitu?"
"Kecil-kecil mata duitan," sahut Aksara sinis sambil menatap adiknya yang kini menjulurkan lidah kearahnya.
"Iri aja."
Arya heran dengan kedua anak laki-lakinya yang selalu berdebat ini. Tidak berdebat sehari saja sepertinya hidup mereka akan hampa.
"Mau nggak, Dek?" tanya Arya memastikan.
"Ya udah deh sini mau," jawabnya sambil mengambil selang dan mulai mencuci mobil ayahnya itu. Arya tersenyum lalu beranjak meninggalkan Alkara yang sudah mulai melaksanakan perintah darinya.
"Cuci yang bersih!" suruh Aksara.
"Cici ying birsih. Nye nye nye."
"Punya adik satu serasa pengen gue giveaway."
Aksara lanjut menyirami tanaman yang ada di halaman rumahnya. Cukup banyak tanaman karena sang bunda memang menyukai kegiatan ini. Banyak sekali bunga yang ada di pekarangan rumahnya ini.
"Minggu nih, nggak ngapel lo?" tanya Alkara.
"Ngapel siapa?" Aksara menatap Alkara dengan pandangan binggungnya.
"Ck. Pacar lo lah!"
"Ga ada pacar!"
"Amara lo anggep apaan bos?"
Aksara hanya diam saja tanpa berniat menanggapi pertanyaan yang keluar dari mulut adiknya itu. Kenapa adiknya yang satu ini sangat senang jika mengangkat topik tentang Amara? Sepertinya pelet dari Amara salah sasaran.
Sementara di lain tempat, kini Amara sedang membersihkan rumahnya sendiri. Jika hari minggu begini, Mbak Nina memang tidak datang ke rumah. Kondisi rumah Amara masih sama yaitu sepi. Sejak perdebatan orangtuanya pada hari itu, hingga kini keduanya belum menginjakkan kakinya di rumah ini lagi.
Amara kini memegangi sapu dan mulai menggerakkannya untuk membersihkan halaman. Walaupun sebenarnya dia sangat malas, namun dia harus memaksakan diri untuk melakukan ini. Hitung-hitung latihan menjadi istri Aksara lah.
Suara motor membuat Amara yang tadinya menunduk kini mengangkat wajahnya. Dia langsung berekspresi binggung apalagi saat melihat ternyata Malven datang ke rumahnya. Dia langsung menaruh sapunya dan berjalan mendekati Malven.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] "Mencintai seseorang yang tidak mencintai kita itu menyakitkan." Aksara Aradhana, lelaki penuh pesona dengan wajah tampan dan senyuman menawan. Bukan seorang berandal sekolah, dia hanya murid yang dianugerahi otak encer...